Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

KH. Mas Mansur dan Perayaan Maulid Nabi Versi Muhammadiyah

Sabtu | September 06, 2025 WIB | 0 Views
KH. Mas Mansur Muhammadiyah tentang Perayaan Maulid Nabi

Fikroh.com - Berikut kami nukil pendapat KH. Mas Mansyur, seorang Ketua Muhammadiyah di masa lalu, murid dari KH. Ahmad Dahlan sekaligus pahlawan nasional, tentang perayaan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

KH. Mas Mansyur memahami bahwa terdapat 2 pendapat Ulama tentang perayaan Maulid Nabi tersebut, yaitu pendapat yang melarangnya dan menganggapnya sebagai “bid’ah dhalalah” serta pendapat yang membolehkannya karena menganggapnya sebagai “bid’ah hasanah”.

Selanjutnya KH. Mas Mansyur mengatakan sebagai berikut:

“Sekarang mari kita selidiki dengan seksama, bagaimanakah sebenarnya kedudukan maulud itu di dalam Islam, agar hal ini hendaknya jangan meragukan bagi umat Islam tentang mendudukannya. Terutama sekali hal ini, sudah berabad-abad dijalankan umat Islam, sehingga pada masa sekarang ini dia dibuat sebagai adat kebiasaan, dikerjakan dimana-mana tempat, istimewa di tánah air kita Indonesia ini. 

Cuma yang tinggal menjadi buah perbincangan kita, ialah: Apakah maulud itu termasuk perkara agama, ataukah dia hanya ada kebiasaan bagi umat Islam, untuk menghidupkan semangat dan perasaannya, menyadarkan jiwa raganya kepada jasa dan pengorbanan yang telah ditumpahkan oleh Nabi besar saw. itu,artinya bukan tergolong perkara agama?

Kalau nyata demikian, maka teranglah bahwa maulud itu bukan bid'ah dan bukan pula bid'ah dhalalah, karena bid'ah dhalalah yang dimaksudkan oleh hadits di atas, ialah: "dhalalah fiddien”. 

Tetapi kalau umpamanya maulud tadi dimasukkan ke dalam perkara agama, maka teranglah dia termasuk bid'ah dhalalah, suatu perbuatan yang dibuat-buat oleh umat Islam sendiri dengan tidak ada tuntunan daripada Nabi SAW. Sedang hal yang demikian itu, adalah suatu perbuatan yang sangat keji, perbuatan yang terkutuk dan terlaknat oleh Tuhan dan suatu perbuatan yang dianggap melanggar undang-undang yang telah dipasti-kan Allah dan hal yang demikian itu pula termasuk ke dalam perkara yang sangat jelek menurut pandangan Allah dan RasulNya, sebagai sabda Rasul:

"Sebaik-baiknya perkara itu ialah petunjuk Muhammad dan sejelek-jeleknya perkara itu ialah memperbuat-buat".

Tetapi oleh karena dia (maulud) bukan tergolong perkara agama, hanya dia suatu perbuatan yang timbul menjelma daripada hati sanubari kaum Muslimin yang mempunyai perasaan dan penghargaan hendak meninggikan martabat Nabi yang dicintainya, Nabi yang sudah berjasa besar terhadap dirinya, dia ingin akan melahirkan syukur dan terima kasihnya kepada Nabi yang telah mencurahkan minat dan mencucurkan rahim dan belas kasihnya kepadanya, sehingga dengan rela dan tulus ikhlas ia mengorbankan apa yang ada pada dirinya, guna menjadi kebahagiaan bagi segenap umatnya di belakang hari, sehingga mereka yang dahulunya menjadi umat yang dungu dan diperkuda-kuda oleh hawa nafsu angkara murka dan loba tamak hendak mempermainkan kehormatan sesamanya, menjelma menjadi manusia yang hakiki, hidup semangat dan perasaannya, sadar dan insaf akan kedudukan dirinya sebagai seorang manusia yang berhak untuk memperoleh kemuliaan hidup, berhak hidup dan berjuang guna menuntut dan mengembalikan hak miliknya yang telah terkubur itu. 

Maka dari itu, alangkah baiknya, alangkah pantas dan agungnya, kalau pada hari mauludnya Nabi yang berjasa itu, kita jadikan suatu peringatan dan mendapat tempat yang tersendiri di dalam masyarakat kaum Muslimin, guna menjadi suatu peraturan untuk menghidupkan dan membangkit-bangkitkan sirah dan perjalanan Nabi besar Muhammad SAW itu, sebagai tanda syukur dan terima kasih kita kepada Nabi yang mulia itu, begitu pula sebagai persembahan seorang 'abid kepada tuannya, tuan yang telah memeliharakan jiwanya, memperlindungi tubuhnya serta yang telah mendidiknya dengan pendidikan yang suci murni, sehingga ia dapat kenal siapakah dia, dan hendak kemanakah dia nantinya setelah jiwanya sudah tidak menemani tubuhnya, setelah ia tidur menungkup di dalam lubang lahat yang gelap gulita itu, dengan tidak berkawan dan berhandai, tempat ia akan meminta pertolongan, kecuali dengan amal usahanya sendiri, amal yang telah dilakukan menurut sepanjang tuntunan agama, serta amal yang selalu mendapat perbandingan daripada amal-amal Nabinya, dengan jalan meniru dan menteladani, sejak Nabinya itu.

Di dalam kita meniru dan meneladaninya itu, hendaknya pula jangan kita lupakan menghormati arti mauludnya, karena pada hari itulah riwayat kita berobah, lapangan untuk kita berjuang bertambah luas, mata terbuka, pandangan terang, hidup di dalam lingkungan manusia yang sopan.

Di samping kita menghormati hari maulud itu, janganlah kita anggap bahwa pekerjaan kita yang demikian itu termasuk suruhan agama, karena kalau demikian, nyatalah pekerjaan kita itu "biď'ah dhalalah" karena suruhan dari Rasul tidak ada. Hanya hal itu semata-mata timbul dari hati yang suci, hati yang rindukan turut mengagungkan hari maulud penghulunya.

Kalau umpamanya ada orang yang berkata: kenapa dilakukan pada bulan maulud saja, tidak dilakukan pada lain waktu?

Kita jawab dengan ringkas: Sebabnya, ialah karena pada ketika itu, adalah sebaik-baiknya waktu (psychologisch moment), sedang sesuatu barang yang dikerjakan pada yang bertepatan dengan waktunya itu lebih utama dari sesuatu yang tak dikerjakan pada yang bukan waktunya yang asli.” (selesai nukilan)

Dinukil dari tulisan KH. Mas Mansyur berjudul “Kedudukan Maulud dalam Islam” yang dimuat pada Majalah Pedoman Masyarakat No. 16 Tahun 1940 yang kemudian dibundel bersama tulisan-tulisan Beliau yang lain pada buku berjudul “Kumpulan Karangan Tersebar Kyai Haji Mas Mansur”.
×
Berita Terbaru Update