Fikroh.com - Prof. Dr. KH. Idham Chalid adalah salah satu tokoh besar bangsa Indonesia yang dikenal sebagai ulama kharismatik sekaligus negarawan yang berperan penting dalam perjalanan sejarah negeri ini. Gelar akademik Profesor dan Doktor diperolehnya dari Universitas Al-Azhar, Kairo, masing-masing pada tahun 1957 dan 1959. Namun, di tengah berbagai pencapaian akademik dan politik, masyarakat lebih mengenalnya dengan panggilan sederhana: “Pak Idham.”
Sosok Sederhana dengan Wibawa Luhur
Tubuhnya kurus, tetapi kewibawaannya terpancar dari ilmu dan akhlak mulia. Beliau menjadi sosok yang dipercaya para kiai sepuh Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa bahkan di seluruh Indonesia. Pada usia 34 tahun, Idham Chalid didaulat menjadi Ketua Umum PBNU, menjadikannya ketua termuda sekaligus yang terlama dalam sejarah organisasi Islam terbesar di tanah air tersebut. Muda, santun, berkarisma, dan penuh pengabdian, beliau memimpin NU dengan kebijaksanaan yang langka.
Ulama Berilmu Luas
KH. Idham Chalid dikenal sebagai ulama yang hafal Al-Qur’an, menguasai Alfiyah Ibn Malik serta berbagai matan kitab klasik. Kemampuan intelektualnya luar biasa; ia menguasai enam bahasa asing: Arab, Inggris, Belanda, Jepang, Prancis, dan Jerman. Dalam kehidupan pribadi, beliau disiplin menjaga amaliah harian, di antaranya membaca Dalailul Khairat, mendirikan shalat tahajud, dan gemar bersedekah.
Teladan Kesederhanaan
Meski pernah menjabat sebagai Ketua DPR/MPR RI dan memimpin PBNU, kesederhanaan Idham Chalid tetap terjaga. Terdapat sebuah kisah yang sering dikenang banyak orang: suatu ketika, seorang tamu datang ke rumahnya. Saat hendak pamit, tamu tersebut meminta bantuan ongkos pulang ke luar pulau. Namun, pada saat itu Pak Idham sama sekali tidak memiliki uang tunai. Tanpa ragu, beliau meminta izin kepada istrinya untuk melepas gelang yang dipakainya, lalu menyerahkannya kepada sang tamu.
Kisah ini bukan sekadar anekdot, melainkan cerminan nyata dari sifat dermawan dan jiwa pengabdian Idham Chalid kepada rakyat.
Kiprah Politik dan Kenegaraan
Selain dikenal sebagai ulama, KH. Idham Chalid juga aktif dalam dunia politik. Beliau termasuk generasi awal NU yang terjun langsung dalam dinamika kenegaraan.
- Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Idham Chalid dipercaya menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Indonesia dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo II (1956–1957).
- Setelah itu, beliau beberapa kali menduduki posisi penting dalam kabinet, antara lain Menteri Negara Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Sosial.
- Pada masa Orde Baru, ia kembali dipercaya memimpin lembaga legislatif tertinggi dengan menjadi Ketua DPR/MPR RI (1971–1977).
Keterlibatan Idham Chalid dalam politik nasional tidak mengurangi peran sentralnya di NU. Justru, dari panggung politik beliau memperjuangkan aspirasi umat Islam agar tetap menjadi bagian penting dari kebijakan negara.
Wakil Rakyat yang Sesungguhnya
Kiprah panjang KH. Idham Chalid di jalur ulama dan politik membuktikan bahwa dirinya adalah sosok negarawan sejati. Ia mampu menjaga keseimbangan antara amanah politik, peran keulamaan, serta keteladanan pribadi. Kesederhanaannya, kepeduliannya terhadap umat, dan keikhlasannya dalam melayani rakyat menjadikannya simbol wakil rakyat yang sesungguhnya.
Warisan Perjuangan
Prof. Dr. KH. Idham Chalid wafat pada 11 Juli 2010 di usia 88 tahun. Atas jasa-jasanya yang luar biasa bagi bangsa dan negara, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2011.
Sejarah bangsa akan selalu mengenang nama Prof. Dr. KH. Idham Chalid—seorang ulama yang mengajarkan bahwa kekuasaan hanyalah amanah, ilmu harus diamalkan, dan kesederhanaan adalah kemuliaan.
Hingga akhir hayatnya, Idham Chalid tetap setia pada prinsip kesederhanaan yang telah menjadi ciri khasnya. Ia meninggalkan jejak sebagai anggota DPR yang tidak hanya berjuang untuk kepentingan rakyat, tetapi juga menunjukkan bahwa kekuasaan dan jabatan tidak harus mengubah seseorang menjadi tamak. Dalam dunia politik yang sering kali dipenuhi ambisi dan kepentingan pribadi, Idham Chalid adalah bukti bahwa kesederhanaan dan integritas dapat menjadi pilar utama dalam melayani bangsa. Warisannya sebagai anggota DPR yang sederhana terus menginspirasi, mengingatkan kita bahwa kebesaran seseorang tidak diukur dari harta atau kemewahan, tetapi dari kejujuran dan pengabdian kepada rakyat.
Posting Komentar untuk "Prof. Dr. KH. Idham Chalid, Ulama Sekaligus Pejabat Teladan Dalam Kesederhanaan"