Apa Peran Utama KH Mas Mansur dalam Muhammadiyah?

Apa Peran Utama KH Mas Mansur dalam Muhammadiyah?


Fikroh.com - Sejarah gerakan Islam modern di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sosok-sosok ulama yang berperan besar dalam membangun fondasi pemikiran dan praksis keagamaan yang kontekstual dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu tokoh penting yang menorehkan kontribusi besar dalam Muhammadiyah adalah KH Mas Mansur (1896–1946). Ia dikenal sebagai ulama progresif yang tidak hanya memahami teks-teks keislaman secara mendalam, tetapi juga mampu merespons tantangan zaman dengan pemikiran yang inovatif.

Peran KH Mas Mansur dalam Muhammadiyah dapat ditinjau dari tiga aspek utama: kontribusi intelektual, penguatan kelembagaan, dan keterlibatannya dalam gerakan sosial-politik. Artikel ini berupaya menguraikan secara sistematis peran utama KH Mas Mansur, sekaligus menempatkannya dalam kerangka perkembangan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid (pembaruan) Islam di Indonesia.

Latar Belakang Intelektual KH Mas Mansur


KH Mas Mansur lahir di Surabaya dari keluarga yang religius, dan sejak muda sudah menempuh pendidikan agama secara serius. Ia menimba ilmu di Mekkah, tempat ia berinteraksi dengan berbagai pemikiran Islam reformis yang berkembang pada awal abad ke-20, termasuk gagasan pembaruan dari Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Jaringan intelektual di Mekkah memperkuat pandangan Mas Mansur tentang pentingnya pembaruan pemikiran Islam agar mampu merespons perubahan sosial yang cepat.

Kepulangannya ke tanah air menandai babak baru peranannya dalam Muhammadiyah. Ia membawa semangat tajdid yang selaras dengan misi Muhammadiyah, yakni memurnikan ajaran Islam dari praktik-praktik yang dianggap tidak sesuai syariat, sekaligus mendorong modernisasi pendidikan dan kehidupan sosial umat.

Kontribusi Intelektual dalam Muhammadiyah


Salah satu peran utama KH Mas Mansur adalah kontribusinya dalam memperkaya diskursus intelektual di tubuh Muhammadiyah. Ia menekankan pentingnya rasionalitas dan ilmu pengetahuan dalam kehidupan beragama. Menurutnya, Islam tidak bertentangan dengan sains modern, justru Islam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk memperkuat keimanan dan memperbaiki kehidupan umat.

KH Mas Mansur juga dikenal dengan gagasan “Empat Pokok Pikiran”, yaitu:
  • Memperdalam keimanan dan keyakinan kepada Allah SWT.
  • Memperluas persatuan umat Islam dengan berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah.
  • Meningkatkan amal nyata dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah.
  • Membiasakan diri untuk berdisiplin dan bekerja keras.

Pokok pikiran ini menjadi pedoman penting dalam pengembangan organisasi Muhammadiyah, khususnya dalam membangun kader yang tidak hanya saleh secara individual, tetapi juga memiliki kepedulian sosial.

Penguatan Kelembagaan Muhammadiyah


Peran kedua KH Mas Mansur terletak pada penguatan kelembagaan Muhammadiyah. Ketika menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah (1937–1942), ia menekankan pentingnya sistem organisasi yang rapi, manajemen modern, dan perluasan amal usaha. Di bawah kepemimpinannya, Muhammadiyah memperluas jaringan sekolah, rumah sakit, serta kegiatan sosial lainnya.

Kepemimpinan KH Mas Mansur ditandai dengan penekanan pada profesionalisme organisasi. Ia mendorong agar Muhammadiyah tidak sekadar menjadi gerakan dakwah moral, melainkan juga gerakan sosial yang nyata dalam melayani kebutuhan umat. Visi ini terbukti relevan, karena hingga kini Muhammadiyah dikenal sebagai salah satu organisasi Islam modern terbesar di Indonesia yang mengelola ribuan amal usaha pendidikan dan kesehatan.

Keterlibatan Sosial-Politik


Selain peran intelektual dan kelembagaan, KH Mas Mansur juga berkontribusi dalam bidang sosial-politik. Pada masa pendudukan Jepang, ia terlibat dalam organisasi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), yang menjadi wadah persatuan politik umat Islam. Keterlibatannya di Masyumi menunjukkan bahwa ia tidak memandang Muhammadiyah sekadar gerakan kultural, tetapi juga bagian dari perjuangan politik bangsa.

Dalam konteks perjuangan kemerdekaan, KH Mas Mansur berperan sebagai ulama yang menjembatani kepentingan keislaman dengan kepentingan kebangsaan. Ia melihat bahwa perjuangan membela tanah air merupakan bagian integral dari ajaran Islam, sejalan dengan prinsip ḥubb al-waṭan min al-īmān (cinta tanah air bagian dari iman). Pandangan ini menjadikan Muhammadiyah di bawah kepemimpinannya tidak terisolasi dari dinamika nasional, melainkan aktif dalam mendorong kemerdekaan Indonesia.

Warisan Pemikiran dan Relevansi Kontemporer


Peran KH Mas Mansur dalam Muhammadiyah tidak berhenti pada masanya. Gagasan pembaruan, penguatan organisasi, dan keterlibatan sosial-politik yang ia rintis menjadi inspirasi penting bagi generasi berikutnya. Pemikirannya menegaskan bahwa Islam harus selalu hadir dalam ruang publik dengan kontribusi yang nyata, bukan sekadar dalam bentuk ritual keagamaan.

Dalam konteks kontemporer, ketika umat Islam menghadapi tantangan globalisasi, modernisasi, dan problem kebangsaan, warisan KH Mas Mansur tetap relevan. Prinsip integrasi antara iman, ilmu, amal, dan kebangsaan masih menjadi pedoman penting bagi Muhammadiyah untuk terus berperan aktif dalam pembangunan bangsa.

Kesimpulan


KH Mas Mansur memainkan peran sentral dalam Muhammadiyah melalui kontribusi intelektualnya, kepemimpinannya dalam penguatan kelembagaan, serta keterlibatannya dalam perjuangan sosial-politik. Ia adalah ulama modernis yang mampu memadukan semangat pembaruan Islam dengan kebutuhan konkret masyarakat Indonesia pada masa kolonial dan pendudukan Jepang.

Warisan pemikiran dan kepemimpinan KH Mas Mansur membuktikan bahwa Muhammadiyah bukan hanya organisasi keagamaan, tetapi juga gerakan sosial yang relevan dengan konteks kebangsaan. Dengan demikian, peran utama KH Mas Mansur dalam Muhammadiyah terletak pada keberhasilannya membangun landasan ideologis dan organisatoris yang menjadikan Muhammadiyah tetap bertahan dan berpengaruh hingga kini.