Titik Balik Sejarah dan Makna Thufan Al-Aqsha
Menurut Presiden Aqsa Working Group (AWG), Muhammad Anshorullah, operasi ini bukan sekadar konflik militer biasa, melainkan perlawanan komprehensif terhadap penjajahan dan pendudukan yang telah berlangsung sejak Nakba 1948.
“Thufan Al-Aqsha bukan sekadar perlawanan bersenjata. Ia adalah sejarah yang membangkitkan marwah bangsa Palestina dan membuka mata dunia bahwa perjuangan mereka adalah perjuangan kemanusiaan, bukan terorisme,” ujar Anshorullah.
Dalam analisis opini, istilah “thufan” diambil dari makna banjir besar dalam Al-Qur’an, yang melambangkan kehancuran besar tetapi juga kebangkitan setelahnya. Digabungkan dengan “Al-Aqsha”, operasi ini dimaknai sebagai upaya membela kesucian Masjid Al-Aqsha yang selama ini sering dinistakan, dikontrol, atau dijadikan alat propaganda politik.
Dampak Nyata: Korban, Kerusakan, dan Respons Global
Sejak awal Thufan Al-Aqsha, tak sedikit nyawa yang terenggut. Meski angka resmi sering beragam, laporan dari AWG menyebut bahwa dalam dua tahun terakhir, korban terus berjatuhan setiap hari, baik di Jalur Gaza maupun di Tepi Barat, termasuk Al-Quds.
Dalam laporan Minanews, Anshorullah menyebut bahwa dunia belum pernah “se-Palestina” seperti dua tahun terakhir, artinya solidaritas terhadap bangsa Palestina dan khususnya Masjid Al-Aqsha semakin meluas.
Hidayatullah dalam ulasannya meny menandai bahwa selama dua tahun terakhir, Israel tidak hanya mengalami penolakan dari rakyat sendiri tetapi juga semakin terisolasi secara moral di mata internasional.
Di sisi lain, kondisi manusia di Gaza sangat memprihatinkan. Dari kehancuran infrastruktur hingga krisis air, pangan, kesehatan, dan tempat tinggal, penderitaan warga sipil terus menjadi sorotan lembaga kemanusiaan dan aktivis.
Narasi Perlawanan yang Melibatkan Banyak Front
Thufan Al-Aqsha bukan hanya dilakukan oleh satu faksi, melainkan melibatkan berbagai elemen perjuangan Palestina. Ini mencerminkan semangat nasional yang lebih luas dan kesatuan simbolik dalam mempertahankan hak dan martabat mereka.
Menurut Abu Ubaidah, juru bicara Brigade Al-Qassam, perjuangan sejak 7 Oktober 2023 hingga lebih dari 471 hari perlawanan telah menjadi “paku terakhir di peti mati penjajahan Israel”.
Dia menyebut bahwa meskipun gencatan senjata telah dicapai, perjuangan itu tidak berhenti, karena tantangan selanjutnya adalah memastikan pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata dan menghentikan serangan terhadap rakyat sipil.
Solidaritas Dunia Islam dan Aksi Umat di Berbagai Negeri
Dua tahun setelah Thufan Al-Aqsha, solidaritas umat Islam tampak semakin nyata. Demonstrasi besar, pernyataan dukungan resmi negara, hingga peningkatan kesadaran publik tentang isu Palestina menunjukkan bahwa perjuangan ini telah memasuki kesadaran global yang lebih dalam.
Di Indonesia, contohnya, sejumlah komunitas menggelar aksi peringatan Thufan Al-Aqsha dalam bentuk doa, refleksi, dan penggalangan bantuan kemanusiaan. Di Padang, Komunitas Baik Berisik menyelenggarakan aksi damai yang dihadiri masyarakat umum, membawa poster-poster ajakan boikot produk terkait Israel, dan menyuarakan pentingnya penghentian genosida di Gaza.
Koordinator lapangan Baik Berisik Padang menyatakan bahwa aksi tersebut dimaksudkan untuk mempertahankan ingatan kolektif umat Islam terhadap penderitaan saudara seiman, sekaligus mengajak partisipasi aktif masyarakat dalam memperjuangkan keadilan bagi Palestina.
Tantangan Berat dan Rencana Strategis ke Depan
Meskipun kampanye internasional semakin kuat, berbagai upaya politik Israel, seperti Abraham Shield Plan, tetap mengancam legitimasi dukungan terhadap Palestina. Menurut Hidayatullah, rencana tersebut adalah jebakan geopolitik yang bertujuan memperluas legitimasi Israel melalui negara-negara Muslim.
AWG mendesak agar upaya penyatuan nasional Palestina ditegakkan secara konkret, bukan hanya simbolik. Menurut Anshorullah, persatuan internal Palestina adalah kunci untuk memenangkan perlawanan politik, diplomasi, dan militer.
Indonesia dan negara Muslim lainnya diminta meningkatkan tekanan diplomatik, menolak normalisasi dengan Israel, memperkuat boikot terhadap produk terkait Zionis, serta memperluas diplomasi kemanusiaan dan hukum internasional untuk mendukung kedaulatan Palestina.
Hikmah dan Panggilan untuk Umat Islam
Dua tahun Thufan Al-Aqsha tidak hanya menyisakan darah dan puing, tetapi juga pelajaran penting tentang keteguhan iman, prinsip perjuangan, dan tanggung jawab global umat Islam. Gazaperlihatkan bahwa meskipun dihimpit konflik dan penderitaan, rakyat Palestina tetap menjaga iman dan harga diri, bahkan ketika situasi tampak terburuk sekalipun.
Thufan Al-Aqsha mengingatkan bahwa umat Islam tidak boleh diam ketika tempat suci mereka diserang, masyarakat mereka dirampas haknya, dan keadilan mereka diabaikan. Doa, dukungan, dan aksi nyata dari dunia Islam adalah bagian dari jihad sosial dan spiritual untuk membebaskan Al-Aqsha.
Akhirnya, narasi Thufan Al-Aqsha adalah narasi pembebasan, bukan hanya bagi Palestina tetapi bagi nurani umat manusia. Perjuangan ini bukan untuk menghapus Israel sebagai manusia, melainkan untuk menghentikan penjajahan dan ketidakadilan agar umat Islam dan bangsa Palestina dapat hidup merdeka dalam kehormatan atas tanah dan rumah ibadah mereka.
Semoga dua tahun kenangan itu bukan hanya menjadi kenangan duka, tapi menjadi sumber semangat baru untuk terus memperkuat ukhuwah Islamiyah, solidaritas global, dan perjuangan demi Masjid Al-Aqsha bebas dari segala kekejaman. Wallahu A’lam.