Notification

×

Iklan

Iklan

Penangkapan Mengejutkan! Ulama Besar Yaman Abu al-Hasan al-Ma’ribi Ditahan Saudi

Senin | September 29, 2025 WIB | 0 Views

Riyadh – Penangkapan ulama hadis terkemuka, Abu al-Hasan al-Ma’ribi (Syekh Mustafa bin Isma’il al-Sulaymani), oleh Otoritas Keamanan Negara Arab Saudi saat beliau memasuki tanah suci untuk menunaikan ibadah umrah, menjadi sorotan luas di kalangan pemerhati gerakan salafi dan dunia Islam.

Abu al-Hasan, yang lahir di Mesir namun kemudian menetap dan mendapat kewarganegaraan Yaman, dikenal sebagai sosok penting dalam dunia ilmu hadis. Ia memimpin Dar al-Hadith di Ma’rib, Yaman, dan selama bertahun-tahun menjadi rujukan bagi ribuan penuntut ilmu.
 

Latar Belakang Penangkapan


Menurut sumber yang dekat dengan kasus ini, penangkapan Abu al-Hasan tidak sekadar persoalan administratif, melainkan berkaitan dengan kritik kerasnya terhadap Syekh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali, ulama Saudi yang dikenal dekat dengan pemerintah dan dianggap sebagai arsitek utama arus salafi madkhali.

Rabi’ al-Madkhali kerap dipandang sebagai figur yang berhasil menundukkan kelompok-kelompok salafi agar tetap sejalan dengan kepentingan politik kerajaan, baik di dalam negeri maupun di kancah global. Dukungan penuh terhadap pemerintah Saudi menjadi ciri khas madkhalisme, aliran yang mendapat legitimasi negara.

Dalam sebuah video yang beredar di kalangan penuntut ilmu, Abu al-Hasan menuding adanya “penyimpangan” dalam pendekatan dakwah al-Madkhali, khususnya dalam hal loyalitas politik yang dianggap berlebihan dan merusak independensi ilmiah kaum salafi.
 

Warisan Ilmu dari Dammaj


Untuk memahami sosok Abu al-Hasan, penting menengok kembali sejarah Markaz Dammaj di Provinsi Sa’dah, Yaman. Pusat pengajaran hadis yang didirikan oleh Syekh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i itu menjadi salah satu mercusuar utama gerakan salafi di jazirah Arab.

Abu al-Hasan al-Ma’ribi adalah salah satu murid terkemuka Muqbil al-Wadi’i. Dari Dammaj, ia membawa semangat dakwah berbasis hadis ke berbagai wilayah, hingga akhirnya mendirikan Dar al-Hadith di Ma’rib. Namun, sejak wafatnya al-Wadi’i pada 2001, terjadi perpecahan tajam di tubuh salafi Yaman.

Sebagian ulama lebih condong ke garis keras madkhali, yang menekankan loyalitas politik total kepada pemerintah Saudi. Sementara sebagian lain, termasuk Abu al-Hasan, memilih jalur dakwah yang lebih independen, meskipun tetap dalam kerangka salafi.
 

Konflik Ideologi dan Politik


Perbedaan pandangan inilah yang kemudian menimbulkan ketegangan berkepanjangan. Abu al-Hasan sering mengkritik cara sebagian salafi madkhali yang gemar melabeli lawan dengan istilah “ahlul bid’ah” atau “hizbiyin”. Menurutnya, pendekatan tersebut justru melemahkan dakwah salafi di hadapan umat.

Pihak madkhali tidak tinggal diam. Abu al-Hasan sendiri pernah dituduh menyebarkan pemikiran yang dianggap menyimpang, bahkan sebagian menuntut agar ia dijauhi. Konflik wacana ini berlangsung selama dua dekade terakhir, dengan gema yang meluas hingga ke dunia Islam, termasuk Indonesia.

Penangkapan Abu al-Hasan di Saudi kali ini diyakini merupakan kelanjutan dari dinamika tersebut. Posisi politik al-Madkhali yang sangat dekat dengan rezim memberi bobot besar dalam penentuan arah kebijakan terhadap para ulama salafi yang dianggap “berseberangan”.
 

Dampak dan Reaksi


Meski belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Saudi mengenai alasan penahanan ini, isu tersebut telah ramai dibicarakan di media sosial dan forum-forum ilmiah. Para pengikut Abu al-Hasan di Yaman dan luar negeri menyatakan keprihatinan mendalam, khawatir bahwa penahanan ini bukan hanya soal individu, melainkan bagian dari upaya membungkam suara kritis di kalangan salafi independen.

Sementara itu, pengamat menilai penangkapan ini bisa memperdalam jurang perpecahan internal salafi di dunia Islam. Di satu sisi, kelompok madkhali mungkin menganggapnya sebagai kemenangan atas “oposisi” internal. Di sisi lain, banyak kalangan melihatnya sebagai bukti nyata bahwa politik negara kerap masuk terlalu jauh ke dalam urusan dakwah.
 

Penutup


Kasus Abu al-Hasan al-Ma’ribi menegaskan bahwa hubungan antara ilmu, dakwah, dan politik di dunia Islam tidak pernah sederhana. Seorang ulama yang datang dengan tujuan mulia, menunaikan ibadah umrah, justru terjerat dalam konflik yang berakar dari perbedaan metodologi dan loyalitas politik.

Kini, nasib salah satu murid utama Syekh Muqbil al-Wadi’i itu berada di tangan otoritas Saudi. Dunia menunggu bagaimana akhir dari peristiwa ini, dan apakah ia akan dibebaskan, diasingkan, atau justru dijadikan contoh bagi ulama lain yang berani bersuara berbeda.
×
Berita Terbaru Update