Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Prof. Herry, Ilmuwan Indonesia Yang Temukan Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia

Minggu | September 07, 2025 WIB | 0 Views
Prof. Herry, Ilmuwan Indonesia Yang Temukan Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia

Fikroh.com - Di tengah meningkatnya kebutuhan pangan bergizi dan sehat, nama Prof. Herry S. Utomo kini mengemuka sebagai salah satu ilmuwan Indonesia yang berhasil menorehkan sejarah di dunia internasional. Lahir dan menempuh pendidikan awal di Malang, Jawa Timur, sosoknya kini dikenal luas di Amerika Serikat sebagai profesor tetap di Louisiana State University (LSU). Ia tidak hanya mengukir prestasi akademik, tetapi juga menghadirkan terobosan nyata melalui penemuan Cahokia Rice, varietas beras tinggi protein pertama di dunia.
 

Dari Malang ke Amerika


Prof. Herry S. Utomo adalah alumnus Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB). Setelah menuntaskan studi sarjananya, ia melanjutkan pendidikan ke jenjang magister di University of Kentucky dan meraih gelar doktor di LSU. Karier akademiknya menanjak hingga ia dikukuhkan sebagai profesor tetap (tenured professor) sekaligus menerima gelar kehormatan F. Avalon Daggett Endowed Professor. Prestasi ini menegaskan kiprah ilmuwan asal Indonesia yang mampu bersaing di kancah global.
 

Lahirnya Cahokia Rice


Salah satu pencapaian terbesar Prof. Herry adalah keberhasilannya menciptakan Cahokia Rice, beras dengan kandungan protein jauh lebih tinggi dibanding varietas konvensional. Penelitian ini dilakukan bersama timnya, termasuk Prof. Ida Wenefrida, di LSU AgCenter. Nama Cahokia sendiri diambil dari peradaban kuno yang dahulu menghuni wilayah Amerika Utara, sebagai penghormatan pada sejarah lokal.

Menurut data riset, Cahokia Rice memiliki rata-rata kandungan protein 10,6%, sedangkan beras biasa hanya berkisar 6–7%. Artinya, kandungan protein varietas ini sekitar 50% lebih tinggi. Keunggulan ini menjadikannya pilihan ideal bagi masyarakat yang membutuhkan asupan protein lebih, tanpa harus bergantung pada sumber pangan hewani.

Indeks Glikemik Rendah


Selain tinggi protein, Cahokia Rice juga memiliki indeks glikemik rendah, yakni sekitar 41. Angka ini jauh lebih rendah dibanding rata-rata beras putih konvensional yang biasanya berada di kisaran 70. Dengan demikian, varietas ini dinilai aman untuk penderita diabetes serta mereka yang menerapkan pola hidup sehat.

Tidak mengherankan bila Cahokia Rice kemudian diposisikan bukan hanya sebagai sumber pangan, tetapi juga sebagai bagian dari gaya hidup sehat yang kini semakin diminati.

Non-GMO: Inovasi dari Mutasi Alami


Salah satu aspek penting dari Cahokia Rice adalah proses pengembangannya. Prof. Herry menegaskan bahwa varietas ini bukan hasil rekayasa genetika (GMO), melainkan berasal dari mutasi alami. Timnya melakukan seleksi ketat terhadap lebih dari 100 juta butir padi hingga ditemukan strain dengan kandungan protein tinggi.

Proses pemuliaan tradisional ini menjadi nilai tambah karena dapat diterima lebih luas oleh masyarakat yang cenderung khawatir terhadap produk pangan hasil rekayasa genetika. Dengan cara ini, Cahokia Rice menggabungkan ilmu pengetahuan modern dengan prinsip keberlanjutan tradisional.
 

Dari Laboratorium ke Pasar


Inovasi ini tidak berhenti di laboratorium. Cahokia Rice kini telah dipatenkan dan dipasarkan secara komersial di Amerika Serikat, terutama di negara bagian Illinois dan Louisiana. Produk ini mendapat sambutan positif dari konsumen karena tetap mempertahankan tekstur dan rasa layaknya beras biasa, namun dengan keunggulan gizi yang signifikan.

Di pasar Amerika, beras ini diposisikan sebagai pangan premium. Konsumen menyukai tampilannya yang bersih, rasanya yang ringan, serta manfaat kesehatan yang ditawarkan. Hal ini membuktikan bahwa inovasi dari tangan seorang ilmuwan Indonesia mampu menjawab tantangan sekaligus memenuhi kebutuhan pasar global.
 

Inspirasi bagi Indonesia


Keberhasilan Prof. Herry S. Utomo menciptakan Cahokia Rice tentu menjadi inspirasi besar, terutama bagi Indonesia yang merupakan salah satu negara penghasil beras terbesar di dunia. Dalam konteks ketahanan pangan, pengembangan varietas dengan nilai gizi lebih tinggi sangat relevan.

Indonesia masih menghadapi tantangan gizi, mulai dari stunting hingga masalah penyakit tidak menular seperti diabetes. Kehadiran beras tinggi protein dengan indeks glikemik rendah bisa menjadi solusi strategis. Meski saat ini Cahokia Rice baru dikomersialkan di Amerika Serikat, tidak menutup kemungkinan inovasi serupa dapat diterapkan di tanah air.
 

Mengangkat Nama Indonesia di Dunia


Pencapaian Prof. Herry bukan sekadar prestasi pribadi, melainkan juga membawa nama Indonesia ke panggung internasional. Ia menunjukkan bahwa ilmuwan dari Malang bisa menembus batas global, memberi kontribusi nyata bagi dunia, sekaligus menjadi teladan bagi generasi muda Indonesia untuk terus berinovasi.

Dalam wawancara dengan sejumlah media, Prof. Herry menekankan bahwa misinya adalah menghadirkan solusi pangan yang lebih sehat dan berkelanjutan. "Beras bukan hanya soal kenyang, tetapi juga kualitas gizi. Kita bisa menciptakan pangan yang lebih baik untuk generasi mendatang," ujarnya.
 

Penutup


Cahokia Rice adalah bukti bahwa inovasi ilmiah dapat menjawab persoalan nyata dalam kehidupan manusia. Dengan kandungan protein 50% lebih tinggi, indeks glikemik rendah, proses non-GMO, serta penerimaan komersial yang baik, varietas ini tidak hanya menjadi kebanggaan Amerika Serikat, tetapi juga Indonesia.

Prof. Herry S. Utomo telah menunjukkan bahwa ilmuwan Indonesia mampu menciptakan terobosan mendunia. Kini, tantangan selanjutnya adalah bagaimana hasil riset semacam ini dapat terus berkembang dan membawa manfaat lebih luas, termasuk bagi masyarakat di tanah kelahirannya sendiri.
×
Berita Terbaru Update