Madkhalisme: Sejarah, Prinsip, Tokoh dan Perkembangannya

Madkhalisme: Sejarah, Prinsip, dan Perkembangannya

Fikroh.com - Madkhalisme merupakan salah satu corak pemikiran dalam spektrum Islamisme yang tumbuh di dalam gerakan Salafi kontemporer. Aliran ini berakar pada gagasan-gagasan yang dikembangkan oleh ulama asal Saudi, Rabi‘ bin Hadi al-Madkhali, dan sering dipandang sebagai representasi Salafisme loyalis atau quietist political thought dalam Islam. Ciri utama Madkhalisme adalah penekanannya pada ketaatan penuh terhadap otoritas politik yang sah, serta penolakan terhadap setiap bentuk oposisi yang dianggap dapat mengancam stabilitas negara dan persatuan umat.

Dalam konteks geopolitik, sejumlah negara Arab menunjukkan preferensi terhadap Madkhalisme karena orientasi ideologisnya yang mendukung struktur politik sekuler maupun monarkis, dibandingkan dengan corak Salafisme lain yang lebih konfrontatif. Menurunnya pengaruh Madkhalisme di Arab Saudi sendiri kerap dihubungkan dengan menurunnya legitimasi model monarki tradisional di dunia Muslim.

Meskipun lahir di Saudi, basis sosial Madkhalisme mengalami pergeseran signifikan. Pengaruhnya justru lebih terlihat dalam komunitas Muslim diaspora, terutama di Eropa Barat, sementara fatwa-fatwa ulama Madkhali jarang mendapat perhatian serius dari mayoritas masyarakat Saudi. Hal ini mendorong ilmuwan politik Omar Ashour untuk menyebut Madkhalisme sebagai fenomena yang menyerupai sebuah cult movement, sebuah pandangan yang turut diadopsi oleh sejumlah media berbahasa Inggris.

Sejarah Perkembangan

Secara historis, Madkhalisme muncul sebagai respons terhadap dinamika politik dan keagamaan yang melibatkan Ikhwanul Muslimin, gerakan Sahwa, serta arus pemikiran Qutbisme yang berakar pada ide-ide Sayyid Qutb. Rabi‘ al-Madkhali dan para pengikutnya menegaskan penolakan keras terhadap Qutb, bahkan sampai pada vonis takfir dan tuduhan kemurtadan.

Pada dekade 1990-an, Madkhalisme mendapatkan dukungan institusional dari pemerintah Saudi dan Mesir sebagai instrumen ideologis untuk menyeimbangkan pengaruh kelompok Islamis "radikal". Fenomena ini juga menarik sejumlah eks-jihadis untuk berafiliasi dengan Madkhalisme, khususnya di kalangan Salafi di Buraidah, Saudi. Di Kuwait, perpecahan internal Salafi pada awal 1980-an turut memberi ruang bagi munculnya faksi Madkhali.

Namun, posisi Madkhalisme di dunia Arab mulai melemah setelah sejumlah otoritas keagamaan Saudi, termasuk Mufti Besar Abdul Aziz Alu Syaikh, menyampaikan kritik terbuka terhadap Rabi‘ al-Madkhali. Sejak saat itu, gerakan ini lebih mengakar di luar negeri melalui jejaring dakwah, pendidikan, dan publikasi, dengan cabang-cabang yang aktif di Timur Tengah, Eropa, Asia Tengah, hingga Asia Tenggara.

Di Libya, misalnya, kelompok Madkhali terlibat langsung dalam penghancuran situs-situs Sufi di Zliten pada 2012, sebuah tindakan yang menuai kecaman internasional, termasuk dari UNESCO. Fenomena serupa terlihat dalam keterlibatan mereka pada Perang Sipil Libya, di mana mereka bersekutu dengan Jenderal Khalifa Haftar.

Prinsip dan Karakteristik

Dari segi doktrin, Madkhalisme sering dipandang memiliki kedekatan dengan Wahhabisme. Akan tetapi, ia menampilkan corak loyalisme politik yang jauh lebih menonjol. Rabi‘ al-Madkhali, meskipun mengambil inspirasi dari ulama Salafi senior seperti Muhammad Nashiruddin al-Albani, menempuh garis yang lebih keras dalam menolak keterlibatan politik Islamis.

Prinsip sentral gerakan ini adalah al-sam‘ wa al-ta‘ah (ketaatan penuh) kepada penguasa Muslim, bahkan kepada rezim yang dikenal represif. Oposisi politik dipandang sebagai bentuk pemberontakan (khuruj) yang identik dengan Khawarij, sebuah sekte klasik yang dianggap menyimpang. Pandangan ini menegaskan legitimasi teologis bahwa kekuasaan penguasa adalah takdir ilahi yang tidak boleh dilawan.

Meskipun begitu, hubungan Madkhalisme dengan negara-negara Muslim non-Arab tidak selalu harmonis. Misalnya, pada periode konflik sektarian di Maluku (1999–2002), sejumlah tokoh Madkhali mendorong keterlibatan umat Islam Indonesia dalam jihad bersenjata, hingga menimbulkan gesekan dengan otoritas politik dan keagamaan setempat.

Dalam medan ideologis, Madkhalisme juga dikenal karena sikapnya yang antagonistik terhadap kelompok Salafi lain, terutama Salafi-jihadis dan Salafi-politik. Polemik internal mereka ditandai bukan hanya dengan perdebatan teologis, tetapi juga dengan serangan personal terhadap kredibilitas ulama pesaing. Pengkultusan terhadap figur Rabi‘ al-Madkhali dan larangan keras untuk mengkritik otoritas ulama Madkhali semakin mempertegas watak gerakan ini sebagai komunitas tertutup dengan disiplin ideologis yang kaku.

Dengan demikian, Madkhalisme dapat dipahami sebagai fenomena Salafisme kontemporer yang menggabungkan konsep agama yang tekstualis dengan loyalisme politik ekstrem. Walaupun basisnya di Saudi telah melemah, jaringan transnasionalnya tetap bertahan dan bahkan berkembang di kawasan konflik seperti Libya dan Yaman, serta di komunitas Muslim diaspora di Eropa. Dalam konteks akademik, gerakan ini sering diposisikan sebagai case study penting mengenai hubungan antara doktrin agama, legitimasi politik, dan dinamika transnasional dalam dunia Islam kontemporer.

Tokoh Awal (Perintis dan Generasi Pertama

1. Tokoh Pendiri dan Generasi Awal

  • Syaikh Rabi‘ bin Hadi al-Madkhali – pendiri utama dan figur sentral, dosen di Universitas Islam Madinah, penggagas doktrin-doktrin dasar Madkhalisme.
  • Syaikh Muhammad Aman al-Jami – guru asal Etiopia yang lama mengajar di Madinah; dianggap sebagai salah satu rujukan awal Madkhalisme.
  • Syaikh Ubaid al-Jabiri – murid dekat Rabi‘ al-Madkhali, berpengaruh dalam penyebaran Madkhalisme terutama di kalangan mahasiswa asing.
  • Syaikh Ahmad an-Najmi – ulama Saudi yang dikenal sebagai penopang Madkhalisme pada generasi awal.

2. Tokoh Madkhalisme Generasi Pertengahan

  • Syaikh Zaid bin Muhammad al-Madkhali – saudara Rabi‘, ikut menyebarkan pemikiran Madkhalisme.
  • Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali – salah satu figur akademik Madkhalisme di Madinah, banyak memberikan fatwa dan pengajaran.
  • Syaikh Abdul Muhsin al-‘Abbad (terkadang dikaitkan, meski posisinya lebih moderat) – kerap dirujuk sebagian pengikut Madkhalisme, meski hubungan akademiknya lebih luas.

3. Tokoh Kontemporer dan Penyebar Global

  • Syaikh Khalid al-Misri – tokoh Madkhali asal Mesir yang aktif mengembangkan jaringan di luar Saudi.
  • Syaikh Muhammad al-Madkhali – berperan dalam penyebaran ke Libya; namanya muncul dalam konteks konflik pasca-perang di sana.
  • Syaikh Dr. Abdullah al-Bukhari – ulama Saudi kontemporer yang dikaitkan dengan Madkhalisme, banyak memberi ceramah dan tulisan mendukung pemikiran al-Madkhali.
  • Syaikh Abdul Ilah ar-Rifa‘i – salah satu tokoh Madkhali yang aktif dalam wacana kontemporer.

4. Tokoh Regional di Luar Timur Tengah

  • Di Yaman: pengaruh Madkhalisme kuat melalui murid-murid al-Madkhali, khususnya di Dammaj.
  • Di Libya: jaringan Madkhali mendukung Khalifa Haftar dalam konflik politik dan militer.
  • Di Eropa: sejumlah murid al-Madkhali membangun pusat dakwah, terutama di Belanda, Jerman, dan Inggris.
  • Di Asia Tenggara (termasuk Indonesia): terdapat beberapa dai yang dikenal sebagai penyebar pemikiran Madkhali, meski sering beroperasi di bawah label "Salafi".

Contoh nyata Penyimpangan Manhaj Rabi’ al-Madkhali dan kelompok Madkhali

Ketika Amerika Serikat menginvasi Irak pada tahun 2003, alih-alih menyeru umat untuk berjihad melawan pendudukan, Rabi’ justru berdiri menentang jihad dan perlawanan! Ironisnya, meski ia sendiri mengakui bahwa invasi Amerika adalah bentuk penjajahan zalim, ia tetap menyebut perlawanan rakyat Irak sebagai “fitnah”. Bahkan lebih jauh, ia menganggap jalan terbaik adalah tunduk kepada “waliyyul amr”—dan yang dimaksud di sini adalah penjajah itu sendiri! Bayangkan, tentara Amerika yang datang sebagai agresor malah diangkat menjadi waliyyul amr yang wajib ditaati.

Di Libya, ia kembali memperlihatkan penyimpangannya. Rabi’ menyeru rakyat untuk mendukung penjahat perang Khalifah Haftar, sekalipun kejahatan dan kebrutalannya telah tercatat dengan jelas. Ajaibnya, Haftar justru ia nobatkan sebagai “waliyyul amr syar’i”! Menurutnya, siapa pun yang menentang Haftar adalah khawarij yang harus diperangi.

Tak berhenti di situ, Rabi’ bahkan mengeluarkan fatwa langsung yang mendorong para salafi di Libya untuk bernaung di bawah panji Haftar dan berperang di barisannya. Tahun 2014, fatwa-fatwa itu tersebar secara resmi, sehingga melahirkan milisi-milisi Madkhali seperti “Katibah at-Tauhid” yang berfungsi menindas rakyat tak berdosa. Padahal, sebelumnya kelompok Madkhali ini justru menolak revolusi Libya tahun 2011!

Di sinilah terlihat masalah mendasarnya: konsep ketaatan kepada waliyyul amr dalam aliran Madkhali tidak dibangun atas dasar keadilan penguasa atau kesesuaiannya dengan agama, melainkan ketaatan buta tanpa syarat. Bahkan bila penguasa itu hanyalah antek penjajah, boneka Barat, atau perpanjangan tangan kekuatan asing, tetap saja mereka menyeru umat untuk tunduk kepadanya. Tak heran, pola semacam ini justru menjadi model penguasa lalim yang disukai rezim Zionis—dan dukungan terhadapnya pun telah mereka nyatakan secara resmi.

Lebih ironis lagi, bila “waliyyul amr” itu berasal dari kalangan Islamis yang berbeda pemikiran dengan mereka, yang tidak sejalan dengan doktrin Madkhali yang sesat, tiba-tiba hukum berubah total: revolusi jadi halal, oposisi boleh, dan pemberontakan dianggap sah.

Inilah wajah asli manhaj Madkhali: menjadikan ketaatan kepada penguasa zalim sebagai ritual ibadah, membungkam suara kebenaran, memusuhi mujahidin dan ulama yang jujur, serta mereduksi agama menjadi alat legitimasi bagi para tiran. Lebih parah lagi, semua itu dengan lancang mereka sandarkan kepada salafiyah. Padahal, salafiyah yang sejati sama sekali berlepas diri dari aliran sesat ini.

Posting Komentar untuk "Madkhalisme: Sejarah, Prinsip, Tokoh dan Perkembangannya"