Fikroh.com - Yerusalem, 9 September 2025 – Sebuah serangan bersenjata mematikan terjadi di kawasan Ramot, Yerusalem Utara, pada Senin pagi (8/9/2025), menewaskan enam warga Israel dan melukai setidaknya 20 orang lainnya. Insiden ini, yang digambarkan oleh otoritas Israel sebagai aksi terorisme, menjadi salah satu serangan paling mematikan di kota suci tersebut dalam dua tahun terakhir, di tengah ketegangan yang memuncak akibat konflik berkepanjangan di Gaza dan Tepi Barat.
Menurut laporan polisi Israel, dua penyerang bersenjata Palestina dari desa al-Qubeiba dan Qatanna di Tepi Barat tiba dengan mobil di Ramot Junction sekitar pukul 10.15 pagi waktu setempat. Mereka keluar dari kendaraan, mendekati halte bus yang ramai saat jam sibuk pagi, dan membuka tembakan terhadap penumpang bus nomor 62 serta pejalan kaki di sekitar. Rekaman dashcam dari lokasi kejadian menunjukkan orang-orang berlarian panik saat tembakan berderet, dengan korban jatuh di trotoar dan jalan raya.
Penyerang menggunakan senjata api rakitan jenis "Carlo" yang umum diproduksi di bengkel ilegal Tepi Barat, serta amunisi dan pisau yang ditemukan di lokasi. Kedua pelaku, berusia 20 dan 21 tahun tanpa catatan kriminal sebelumnya, langsung ditembak mati oleh seorang prajurit IDF yang sedang libur tugas dari Brigade Hashmonaim serta warga sipil bersenjata yang berada di dekatnya. Polisi juga menangkap seorang tersangka di Yerusalem Timur yang diduga terlibat dalam persiapan serangan.
Korban tewas berasal dari berbagai latar belakang, sebagian besar warga Ramot yang merupakan kawasan pemukiman Yahudi Ortodoks. Mereka diidentifikasi sebagai:
Enam korban lainnya dalam kondisi kritis akibat luka tembak, sementara sisanya mengalami luka sedang hingga ringan, termasuk dari pecahan kaca. Layanan darurat Magen David Adom melaporkan adegan yang mengerikan, dengan korban tergeletak tak sadarkan diri di sekitar bus yang kaca depannya berlubang peluru.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi lokasi kejadian bersama Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, menyebut serangan ini sebagai bagian dari "perang di berbagai front" melawan terorisme. Pasukan IDF langsung mengepung desa-desa asal penyerang di sekitar Ramallah untuk mencegah aksi lanjutan, sementara penutupan sementara diberlakukan di perbatasan Yerusalem. Presiden Isaac Herzog menyatakan duka mendalam atas korban, yang disebutnya sebagai "pagi yang menyakitkan dan sulit".
Kelompok militan Hamas memuji serangan tersebut sebagai "respons alami terhadap kejahatan pendudukan" di Gaza, meski tidak mengklaim tanggung jawab. Islamic Jihad juga menyambut baik insiden itu. Sementara itu, Otoritas Palestina di bawah Presiden Mahmoud Abbas mengecam "segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil Palestina dan Israel". Serangan ini terjadi di tengah eskalasi konflik, di mana operasi militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 64.000 warga Palestina sejak Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Di Tepi Barat, kekerasan settler Israel terhadap warga Palestina juga meningkat, memicu kemarahan yang lebih luas.
Insiden ini mengingatkan pada serangan sebelumnya di Yerusalem, seperti penembakan di Givat Shaul pada 2023 yang menewaskan tiga orang. Para analis memperingatkan bahwa ketegangan yang memuncak bisa memicu eskalasi lebih lanjut, terutama dengan rencana aneksasi Israel di Tepi Barat dan pengakuan negara Palestina oleh beberapa negara Barat. Pemerintah Spanyol mengonfirmasi salah satu korban adalah warganya dan mengecam serangan tersebut.
Hingga saat ini, penyelidikan oleh Polisi Israel dan agensi keamanan Shin Bet sedang berlangsung untuk mengungkap jaringan pendukung penyerang. Masyarakat Yerusalem diminta tetap waspada di tengah situasi yang tegang.
Menurut laporan polisi Israel, dua penyerang bersenjata Palestina dari desa al-Qubeiba dan Qatanna di Tepi Barat tiba dengan mobil di Ramot Junction sekitar pukul 10.15 pagi waktu setempat. Mereka keluar dari kendaraan, mendekati halte bus yang ramai saat jam sibuk pagi, dan membuka tembakan terhadap penumpang bus nomor 62 serta pejalan kaki di sekitar. Rekaman dashcam dari lokasi kejadian menunjukkan orang-orang berlarian panik saat tembakan berderet, dengan korban jatuh di trotoar dan jalan raya.
Penyerang menggunakan senjata api rakitan jenis "Carlo" yang umum diproduksi di bengkel ilegal Tepi Barat, serta amunisi dan pisau yang ditemukan di lokasi. Kedua pelaku, berusia 20 dan 21 tahun tanpa catatan kriminal sebelumnya, langsung ditembak mati oleh seorang prajurit IDF yang sedang libur tugas dari Brigade Hashmonaim serta warga sipil bersenjata yang berada di dekatnya. Polisi juga menangkap seorang tersangka di Yerusalem Timur yang diduga terlibat dalam persiapan serangan.
Korban tewas berasal dari berbagai latar belakang, sebagian besar warga Ramot yang merupakan kawasan pemukiman Yahudi Ortodoks. Mereka diidentifikasi sebagai:
- Rabbi Levi Yitzhak Pash, 57 tahun, pekerja pemeliharaan di Yeshiva Kol Torah yang dikenal dermawan.
- Rabbi Yosef David, 43 tahun, ayah enam anak yang sedang menuju tempat studi Torah dengan buku-buku suci di tangannya.
- Yaakov Pinto, 25 tahun, imigran baru dari Spanyol yang baru menikah tiga bulan lalu dan belajar di Yeshiva Derech Emunah.
- Rabbi Yisrael Matzner (atau Metzner), 28 tahun, penduduk Yerusalem yang lahir di Bnei Brak.
- Shura (Sarah) Mendelson, 60 tahun, satu-satunya korban perempuan, direktur hubungan masyarakat Gerakan Bnei Akiva selama puluhan tahun, dikenal sebagai "ibu" bagi banyak pemuda.
- Rabbi Mordechai Shtayenz (atau Steintzag, dikenal sebagai Dr. Mark), 79 tahun, pemilik toko roti terkenal di Beit Shemesh yang berimigrasi dari Pennsylvania, AS, pada 1993.
Enam korban lainnya dalam kondisi kritis akibat luka tembak, sementara sisanya mengalami luka sedang hingga ringan, termasuk dari pecahan kaca. Layanan darurat Magen David Adom melaporkan adegan yang mengerikan, dengan korban tergeletak tak sadarkan diri di sekitar bus yang kaca depannya berlubang peluru.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi lokasi kejadian bersama Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, menyebut serangan ini sebagai bagian dari "perang di berbagai front" melawan terorisme. Pasukan IDF langsung mengepung desa-desa asal penyerang di sekitar Ramallah untuk mencegah aksi lanjutan, sementara penutupan sementara diberlakukan di perbatasan Yerusalem. Presiden Isaac Herzog menyatakan duka mendalam atas korban, yang disebutnya sebagai "pagi yang menyakitkan dan sulit".
Kelompok militan Hamas memuji serangan tersebut sebagai "respons alami terhadap kejahatan pendudukan" di Gaza, meski tidak mengklaim tanggung jawab. Islamic Jihad juga menyambut baik insiden itu. Sementara itu, Otoritas Palestina di bawah Presiden Mahmoud Abbas mengecam "segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil Palestina dan Israel". Serangan ini terjadi di tengah eskalasi konflik, di mana operasi militer Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 64.000 warga Palestina sejak Oktober 2023, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas. Di Tepi Barat, kekerasan settler Israel terhadap warga Palestina juga meningkat, memicu kemarahan yang lebih luas.
Insiden ini mengingatkan pada serangan sebelumnya di Yerusalem, seperti penembakan di Givat Shaul pada 2023 yang menewaskan tiga orang. Para analis memperingatkan bahwa ketegangan yang memuncak bisa memicu eskalasi lebih lanjut, terutama dengan rencana aneksasi Israel di Tepi Barat dan pengakuan negara Palestina oleh beberapa negara Barat. Pemerintah Spanyol mengonfirmasi salah satu korban adalah warganya dan mengecam serangan tersebut.
Hingga saat ini, penyelidikan oleh Polisi Israel dan agensi keamanan Shin Bet sedang berlangsung untuk mengungkap jaringan pendukung penyerang. Masyarakat Yerusalem diminta tetap waspada di tengah situasi yang tegang.