Fikroh.com - 7 September 2025 – Kabar mengenai kematian Abu Ubaidah, juru bicara sayap militer Hamas, Brigade Izz ad-Din al-Qassam, menimbulkan kehebohan internasional. Israel mengklaim telah berhasil menghabisi salah satu tokoh paling berpengaruh dalam struktur Hamas, sementara pihak Hamas sendiri belum mengeluarkan pernyataan resmi yang bisa memperjelas situasi. Di tengah kabut perang dan informasi yang simpang siur, publik dunia masih menunggu jawaban pasti: apakah benar Abu Ubaidah telah tewas?
Pada Sabtu, 30 Agustus 2025, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengumumkan bahwa Abu Ubaidah tewas dalam sebuah operasi militer yang disebut sebagai “eksekusi sempurna.” Serangan udara dilancarkan ke kawasan Al-Rimal, salah satu distrik padat penduduk di Kota Gaza.
Menurut pernyataan resmi Pasukan Pertahanan Israel (IDF), serangan dilakukan berdasarkan informasi intelijen yang dikumpulkan bersama badan keamanan Shin Bet. Target utama adalah sebuah apartemen yang diyakini menjadi tempat persembunyian Abu Ubaidah. Bangunan tersebut sebelumnya berfungsi sebagai klinik dokter gigi, namun diduga dialihfungsikan sebagai lokasi aman bagi para petinggi Hamas.
Lima rudal diluncurkan secara beruntun, menghantam lantai dua dan tiga gedung tersebut. Ledakan menimbulkan kerusakan parah, merobohkan sebagian besar struktur dan mengubur siapa pun yang ada di dalamnya.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, turut mengomentari operasi tersebut. Namun ia bersikap lebih berhati-hati, dengan menyatakan bahwa meski Abu Ubaidah menjadi target utama, kepastian kematiannya masih menunggu verifikasi lebih lanjut. “Jam dan hari mendatang akan memberikan jawaban,” katanya.
Seperti serangan udara Israel sebelumnya, korban sipil kembali berjatuhan. Laporan dari wartawan lokal menyebut sedikitnya tujuh orang tewas dan lebih dari 20 lainnya luka-luka, termasuk anak-anak. Ambulans dan tim penyelamat dikerahkan untuk mencari korban di bawah reruntuhan.
Hamas menuduh Israel telah melakukan “pembunuhan brutal” terhadap warga sipil. Menurut klaim mereka, korban jiwa bisa mencapai puluhan orang. Beberapa media bahkan melaporkan bahwa jenazah Abu Ubaidah ditemukan bersama istri dan anak-anaknya di bawah puing gedung yang hancur. Jika benar, hal ini akan menambah dimensi emosional yang besar dalam konflik, karena menyangkut hilangnya satu keluarga sekaligus tokoh penting Hamas.
Namun, sebagaimana banyak klaim dalam perang, kebenaran sulit dipastikan. Situasi di Gaza membuat verifikasi independen hampir mustahil dilakukan.
Hingga sepekan setelah serangan, Hamas belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kabar kematian Abu Ubaidah. Diamnya Hamas menimbulkan spekulasi beragam. Sebagian pengamat menilai bahwa mereka sengaja menunda konfirmasi demi alasan strategi, misalnya menjaga moral pasukan dan pendukung.
Meski demikian, sebuah akun di platform X yang dikaitkan dengan Hamas membantah kabar kematian tersebut. Dalam unggahannya, disebutkan bahwa Abu Ubaidah tidak berada di lokasi serangan dan masih hidup. Klaim Israel dituduh sebagai bagian dari “perang psikologi” untuk melemahkan semangat perlawanan.
Menariknya, beberapa sumber Palestina justru menyebut bahwa Abu Ubaidah memang telah gugur, dengan pemimpin Brigade al-Qassam disebut-sebut sudah mengonfirmasi hal itu secara internal. Laporan media Al Arabiya juga mendukung klaim Israel, meski sekali lagi tanpa bukti visual atau konfirmasi terbuka dari Hamas.
Nama asli Abu Ubaidah adalah Hudhayfa Samir Abdallah al-Kahlout. Ia mulai dikenal publik sejak awal 2000-an sebagai juru bicara resmi Brigade Izz ad-Din al-Qassam. Hampir dua dekade ia menjadi wajah propaganda militer Hamas, meski wajahnya sendiri nyaris tak pernah diperlihatkan.
Ciri khas Abu Ubaidah adalah penampilannya dengan seragam militer, keffiyeh merah yang menutupi wajah, dan suara lantang saat menyampaikan pesan video. Ia dipandang sebagai “suara perlawanan” Hamas, mengumumkan klaim serangan, memperingatkan Israel, hingga membakar semangat pendukung di Gaza maupun dunia Arab.
Perannya semakin menonjol sejak 7 Oktober 2023, saat Hamas melancarkan serangan terbesar ke Israel dalam beberapa dekade terakhir. Serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 warga Israel. Dalam pernyataan publiknya sehari sebelum serangan, Abu Ubaidah menegaskan bahwa para sandera Israel berada di zona perang dan menghadapi risiko yang sama dengan pejuang Hamas.
Sejak saat itu, setiap kemunculan Abu Ubaidah di layar televisi atau media sosial menjadi sorotan global. Ia dianggap bukan sekadar juru bicara, melainkan juga simbol kekuatan ideologis dan moral bagi Hamas.
Jika benar Abu Ubaidah telah tewas, dampaknya akan signifikan, baik secara simbolis maupun operasional. Dari sisi simbol, Hamas kehilangan sosok yang selama ini menjadi wajah perlawanan. Abu Ubaidah bukan sekadar komunikator, melainkan juga figur yang mampu memobilisasi opini publik melalui retorika.
Secara operasional, kehilangan juru bicara utama bisa menimbulkan kesulitan koordinasi informasi, apalagi di tengah gempuran militer Israel. Namun, sebagian analis menilai bahwa Hamas kemungkinan telah menyiapkan pengganti. Struktur organisasi mereka dikenal relatif disiplin dan sering kali menutup celah kepemimpinan yang kosong dengan cepat.
Bagi Israel, jika klaim ini terbukti benar, maka serangan di Al-Rimal akan dianggap sebagai salah satu keberhasilan besar sejak 2023. Menghabisi Abu Ubaidah akan dipandang sebagai pukulan moral yang dapat melemahkan perlawanan Hamas, sekaligus menunjukkan kapasitas intelijen Israel dalam melacak tokoh kunci.
Serangan yang menargetkan Abu Ubaidah terjadi di tengah meningkatnya eskalasi konflik. Israel sejak awal Agustus 2025 memperluas operasi militer di Gaza, dengan menyebut Kota Gaza sebagai “zona pertempuran.” Kabinet keamanan Israel pun dikabarkan tengah membahas opsi memperpanjang operasi, tanpa agenda gencatan senjata.
Israel beralasan bahwa operasi ini bertujuan untuk mencegah serangan besar berikutnya seperti tragedi Oktober 2023. Namun, komunitas internasional terus mendesak agar kedua pihak menghentikan kekerasan dan mencari jalur diplomatik.
Kasus ini kembali menegaskan betapa informasi menjadi senjata dalam perang modern. Israel sering mengumumkan keberhasilan menewaskan tokoh penting Hamas, tetapi pihak Hamas kerap menyangkal atau menunda konfirmasi. Tujuannya jelas: menjaga moral masing-masing pihak sekaligus memengaruhi opini publik internasional.
Ketidakpastian tentang kematian Abu Ubaidah membuat publik terjebak di antara klaim dan bantahan. Tanpa bukti visual atau verifikasi independen, sulit menentukan kebenaran. Situasi ini memunculkan spekulasi bahwa perang informasi sama sengitnya dengan perang fisik di lapangan.
Hingga 7 September 2025, kabar kematian Abu Ubaidah masih menyisakan tanda tanya besar. Israel bersikeras bahwa serangan di Al-Rimal berhasil menewaskan juru bicara utama Hamas, sementara Hamas memilih diam seribu bahasa, hanya sesekali membantah melalui saluran tak resmi.
Apakah Abu Ubaidah benar telah gugur, atau masih memimpin dari balik bayangan, menjadi pertanyaan yang belum terjawab. Namun satu hal jelas: kebenaran dalam konflik ini kerap menjadi senjata sekaligus korban. Selama perang berlanjut, publik dunia akan terus disuguhi narasi yang saling bertentangan, di mana kabar tentang tokoh seperti Abu Ubaidah hanya bisa dipastikan melalui waktu dan bukti nyata.
Klaim Israel
Pada Sabtu, 30 Agustus 2025, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengumumkan bahwa Abu Ubaidah tewas dalam sebuah operasi militer yang disebut sebagai “eksekusi sempurna.” Serangan udara dilancarkan ke kawasan Al-Rimal, salah satu distrik padat penduduk di Kota Gaza.
Menurut pernyataan resmi Pasukan Pertahanan Israel (IDF), serangan dilakukan berdasarkan informasi intelijen yang dikumpulkan bersama badan keamanan Shin Bet. Target utama adalah sebuah apartemen yang diyakini menjadi tempat persembunyian Abu Ubaidah. Bangunan tersebut sebelumnya berfungsi sebagai klinik dokter gigi, namun diduga dialihfungsikan sebagai lokasi aman bagi para petinggi Hamas.
Lima rudal diluncurkan secara beruntun, menghantam lantai dua dan tiga gedung tersebut. Ledakan menimbulkan kerusakan parah, merobohkan sebagian besar struktur dan mengubur siapa pun yang ada di dalamnya.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, turut mengomentari operasi tersebut. Namun ia bersikap lebih berhati-hati, dengan menyatakan bahwa meski Abu Ubaidah menjadi target utama, kepastian kematiannya masih menunggu verifikasi lebih lanjut. “Jam dan hari mendatang akan memberikan jawaban,” katanya.
Korban Sipil dan Dampak Kemanusiaan
Seperti serangan udara Israel sebelumnya, korban sipil kembali berjatuhan. Laporan dari wartawan lokal menyebut sedikitnya tujuh orang tewas dan lebih dari 20 lainnya luka-luka, termasuk anak-anak. Ambulans dan tim penyelamat dikerahkan untuk mencari korban di bawah reruntuhan.
Hamas menuduh Israel telah melakukan “pembunuhan brutal” terhadap warga sipil. Menurut klaim mereka, korban jiwa bisa mencapai puluhan orang. Beberapa media bahkan melaporkan bahwa jenazah Abu Ubaidah ditemukan bersama istri dan anak-anaknya di bawah puing gedung yang hancur. Jika benar, hal ini akan menambah dimensi emosional yang besar dalam konflik, karena menyangkut hilangnya satu keluarga sekaligus tokoh penting Hamas.
Namun, sebagaimana banyak klaim dalam perang, kebenaran sulit dipastikan. Situasi di Gaza membuat verifikasi independen hampir mustahil dilakukan.
Sikap Hamas
Hingga sepekan setelah serangan, Hamas belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait kabar kematian Abu Ubaidah. Diamnya Hamas menimbulkan spekulasi beragam. Sebagian pengamat menilai bahwa mereka sengaja menunda konfirmasi demi alasan strategi, misalnya menjaga moral pasukan dan pendukung.
Meski demikian, sebuah akun di platform X yang dikaitkan dengan Hamas membantah kabar kematian tersebut. Dalam unggahannya, disebutkan bahwa Abu Ubaidah tidak berada di lokasi serangan dan masih hidup. Klaim Israel dituduh sebagai bagian dari “perang psikologi” untuk melemahkan semangat perlawanan.
Menariknya, beberapa sumber Palestina justru menyebut bahwa Abu Ubaidah memang telah gugur, dengan pemimpin Brigade al-Qassam disebut-sebut sudah mengonfirmasi hal itu secara internal. Laporan media Al Arabiya juga mendukung klaim Israel, meski sekali lagi tanpa bukti visual atau konfirmasi terbuka dari Hamas.
Siapa Abu Ubaidah?
Nama asli Abu Ubaidah adalah Hudhayfa Samir Abdallah al-Kahlout. Ia mulai dikenal publik sejak awal 2000-an sebagai juru bicara resmi Brigade Izz ad-Din al-Qassam. Hampir dua dekade ia menjadi wajah propaganda militer Hamas, meski wajahnya sendiri nyaris tak pernah diperlihatkan.
Ciri khas Abu Ubaidah adalah penampilannya dengan seragam militer, keffiyeh merah yang menutupi wajah, dan suara lantang saat menyampaikan pesan video. Ia dipandang sebagai “suara perlawanan” Hamas, mengumumkan klaim serangan, memperingatkan Israel, hingga membakar semangat pendukung di Gaza maupun dunia Arab.
Perannya semakin menonjol sejak 7 Oktober 2023, saat Hamas melancarkan serangan terbesar ke Israel dalam beberapa dekade terakhir. Serangan itu menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 251 warga Israel. Dalam pernyataan publiknya sehari sebelum serangan, Abu Ubaidah menegaskan bahwa para sandera Israel berada di zona perang dan menghadapi risiko yang sama dengan pejuang Hamas.
Sejak saat itu, setiap kemunculan Abu Ubaidah di layar televisi atau media sosial menjadi sorotan global. Ia dianggap bukan sekadar juru bicara, melainkan juga simbol kekuatan ideologis dan moral bagi Hamas.
Dampak Strategis Jika Benar Tewas
Jika benar Abu Ubaidah telah tewas, dampaknya akan signifikan, baik secara simbolis maupun operasional. Dari sisi simbol, Hamas kehilangan sosok yang selama ini menjadi wajah perlawanan. Abu Ubaidah bukan sekadar komunikator, melainkan juga figur yang mampu memobilisasi opini publik melalui retorika.
Secara operasional, kehilangan juru bicara utama bisa menimbulkan kesulitan koordinasi informasi, apalagi di tengah gempuran militer Israel. Namun, sebagian analis menilai bahwa Hamas kemungkinan telah menyiapkan pengganti. Struktur organisasi mereka dikenal relatif disiplin dan sering kali menutup celah kepemimpinan yang kosong dengan cepat.
Bagi Israel, jika klaim ini terbukti benar, maka serangan di Al-Rimal akan dianggap sebagai salah satu keberhasilan besar sejak 2023. Menghabisi Abu Ubaidah akan dipandang sebagai pukulan moral yang dapat melemahkan perlawanan Hamas, sekaligus menunjukkan kapasitas intelijen Israel dalam melacak tokoh kunci.
Konteks Eskalasi di Gaza
Serangan yang menargetkan Abu Ubaidah terjadi di tengah meningkatnya eskalasi konflik. Israel sejak awal Agustus 2025 memperluas operasi militer di Gaza, dengan menyebut Kota Gaza sebagai “zona pertempuran.” Kabinet keamanan Israel pun dikabarkan tengah membahas opsi memperpanjang operasi, tanpa agenda gencatan senjata.
Israel beralasan bahwa operasi ini bertujuan untuk mencegah serangan besar berikutnya seperti tragedi Oktober 2023. Namun, komunitas internasional terus mendesak agar kedua pihak menghentikan kekerasan dan mencari jalur diplomatik.
Perang Informasi
Kasus ini kembali menegaskan betapa informasi menjadi senjata dalam perang modern. Israel sering mengumumkan keberhasilan menewaskan tokoh penting Hamas, tetapi pihak Hamas kerap menyangkal atau menunda konfirmasi. Tujuannya jelas: menjaga moral masing-masing pihak sekaligus memengaruhi opini publik internasional.
Ketidakpastian tentang kematian Abu Ubaidah membuat publik terjebak di antara klaim dan bantahan. Tanpa bukti visual atau verifikasi independen, sulit menentukan kebenaran. Situasi ini memunculkan spekulasi bahwa perang informasi sama sengitnya dengan perang fisik di lapangan.
Kesimpulan
Hingga 7 September 2025, kabar kematian Abu Ubaidah masih menyisakan tanda tanya besar. Israel bersikeras bahwa serangan di Al-Rimal berhasil menewaskan juru bicara utama Hamas, sementara Hamas memilih diam seribu bahasa, hanya sesekali membantah melalui saluran tak resmi.
Apakah Abu Ubaidah benar telah gugur, atau masih memimpin dari balik bayangan, menjadi pertanyaan yang belum terjawab. Namun satu hal jelas: kebenaran dalam konflik ini kerap menjadi senjata sekaligus korban. Selama perang berlanjut, publik dunia akan terus disuguhi narasi yang saling bertentangan, di mana kabar tentang tokoh seperti Abu Ubaidah hanya bisa dipastikan melalui waktu dan bukti nyata.
Timeline Eksistensi Abu Ubaidah
- Awal 2000-an – Hudhayfa Samir Abdallah al-Kahlout mulai dikenal sebagai juru bicara Brigade al-Qassam. Ia muncul pertama kali dalam video propaganda dengan wajah tertutup keffiyeh merah.
- 2006 – Namanya semakin populer setelah Hamas memenangkan pemilu legislatif Palestina. Ia kerap tampil mengumumkan klaim serangan terhadap Israel.
- 2008–2014 – Dalam serangkaian perang Gaza, Abu Ubaidah menjadi figur sentral propaganda militer Hamas, menyampaikan pesan ancaman kepada Israel dan klaim perlawanan di berbagai front.
- 2018–2022 – Abu Ubaidah tetap konsisten tampil sebagai suara resmi al-Qassam, sering muncul dalam konflik kecil maupun eskalasi sporadis dengan Israel.
- 7 Oktober 2023 – Puncak perannya. Ia muncul sehari sebelum serangan besar Hamas ke Israel, memberi pernyataan bahwa sandera Israel berada di zona perang. Setelah serangan, namanya mendunia.
- 2023–2025 – Hampir setiap pernyataan resmi Hamas mengenai operasi militer, sandera, atau perlawanan disampaikan melalui Abu Ubaidah. Ia menjadi ikon global perlawanan Hamas, baik dipuji maupun dibenci.
- 30 Agustus 2025 – Israel mengklaim Abu Ubaidah tewas dalam serangan udara di Al-Rimal, Kota Gaza. Namun hingga kini, klaim itu belum terkonfirmasi secara resmi dari pihak Hamas.