Notification

×

Iklan

Iklan

Apakah Juhayman Al-'Utaiby Khawarij? Fatwa Syaikh Al-Albani

Selasa | September 09, 2025 WIB | 0 Views

Apakah Juhayman Al-'Utaiby Khawarij? Fatwa Syaikh Al-Albani

Fikroh.com - Khawarij adalah sebuah kelompok dalam sejarah Islam yang muncul pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Mereka dikenal dengan sikap ekstrim dalam memahami agama, terutama dalam masalah takfir, yaitu mudah mengkafirkan kaum Muslimin yang dianggap berdosa besar atau berbeda pandangan dengan mereka. 

Setiap kelompok yang melakukan pemberontakan dan separatisme terhadap pemerintahan yang sah, pada hakikatnya dapat digolongkan ke dalam kategori Khawarij, karena inti penyimpangannya terletak pada sikap menentang otoritas ulil amri. Penentangan terhadap legitimasi pemerintahan inilah yang melahirkan istilah “Khawarij”, yang secara bahasa berarti “orang-orang yang keluar”. Ibnul Jauzi menegaskan bahwa kaum Khawarij secara berulang kali muncul dengan pola serupa, yaitu keluar dari ketaatan terhadap pemerintah yang sah (Ibnul Jauzi, Talbîs Iblîs, h. 86).

Apakah Juhayman Al-‘Utaybi Khawarij?

Penanya: Mengenai kelompok yang binasa di Masjidil Haram di bawah pimpinan Juhayman al-‘Utaybi, dalam risalah Al-Wala’ wal-Bara’ karya Ustadz Abdurrahman Abdul Khaliq disebutkan bahwa kelompok itu termasuk khawarij. Bagaimana pendapat Anda tentang penyematan istilah tersebut? Apakah mereka benar-benar termasuk khawarij? Karena Ibn Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ al-Fatawa telah menyebutkan syarat yang membedakan antara bughat (pemberontak) dan khawarij. Jika syarat itu diterapkan, tampaknya kelompok ini lebih masuk dalam kategori bughat dan tidak tepat jika disebut khawarij. Wallahu a‘lam.

Jawaban Syaikh: Tidak diragukan lagi bahwa mereka bukan khawarij. Sebab kata khawarij mengandung makna tertentu, yaitu sebuah manhaj (jalan pemikiran) dan metode yang diadopsi kelompok ini, yang menyelisihi syariat, al-Qur’an, dan Sunnah dalam banyak hal. Oleh sebab itu, mereka dinamai khawarij. Bukan semata karena keluar (memberontak) terhadap para imam, tetapi juga keluar dari nash al-Qur’an dan syariat.

Tidak ada kelompok Ahlus Sunnah yang mengadopsi akidah Ahlus Sunnah 100% lalu hanya karena menyimpang dengan memberontak kepada penguasa Muslim, mereka langsung disebut khawarij. Tidak. Karena istilah khawarij memiliki makna khusus yang memuat banyak penyimpangan selain pemberontakan terhadap penguasa dan menimbulkan fitnah di antara penguasa dan kaum Muslimin.

Karena itu, Juhayman tidak bisa kita anggap sebagai khawarij. Benar, dia memberontak (kharaja), tetapi tidak otomatis setiap orang yang keluar (memberontak) disebut khawarij. Dalam bahasa Arab, jika seseorang memutuskan perkara dengan hukum syariat, maka ia berlaku adil. Jika ia memutuskan perkara dengan hukum yang tidak syar’i, maka ia berlaku zalim. Tapi dalam dua keadaan ini, tidak langsung kita sebut dia “hakim adil” hanya karena satu kali adil, atau “hakim zalim” hanya karena satu kali zalim. Yang dilihat adalah apa yang lebih dominan pada diri orang itu.

Kita tahu dari sejarah awal, misalnya al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, ia menjadi perumpamaan dalam hal kezaliman, kebengisan, dan pembunuhan jiwa-jiwa tak bersalah. Cukuplah disebut bahwa ia membunuh Sa‘id bin Jubair, salah seorang ulama besar tabi‘in dan perawi hadits. Apakah mungkin al-Hajjaj ini tidak pernah berlaku adil dalam suatu perkara? Tentu pernah, bahkan banyak. Tapi yang mendominasi dirinya adalah kezaliman, sehingga ia dikenal sebagai zalim.

Demikian juga kelompok yang melakukan pemberontakan dan menimbulkan fitnah di Masjidil Haram itu. Tidak diragukan lagi mereka telah melakukan kesalahan besar. Namun mereka tidak keluar dengan membawa akidah khawarij, misalnya mengkafirkan pelaku dosa besar, atau meyakini bahwa Allah tidak akan dilihat di akhirat. Sedangkan Ahlus Sunnah meyakini bahwa kaum mukmin akan melihat Allah tanpa menyerupakan dan tanpa mempertanyakan “bagaimana.”

Jadi, menamakan mereka khawarij adalah bentuk berlebihan dalam mencela. Cukuplah bahwa mereka adalah pemberontak (bughat) dan telah berbuat zalim dengan pemberontakan itu, yang menyebabkan tertumpahnya darah kaum Muslimin yang tidak berdosa, baik dari pihak penyerang, pembela, maupun yang berada di Masjidil Haram tanpa ikut campur.

Itulah pendapat saya terkait pertanyaan ini. Semoga sudah mencakup jawabannya.

Penanya: Jazakallahu khairan.

Syaikh: Wa iyyak, insya Allah. Subhanakallahumma wabihamdika, asyhadu an la ilaha illa anta, astaghfiruka wa atubu ilaik.
×
Berita Terbaru Update