Fikroh.com - Aceh, yang dikenal sebagai Serambi Mekkah, memiliki sejarah panjang dan kaya sebagai salah satu wilayah pertama di Nusantara yang menerima ajaran Islam. Sejarah masuknya Islam ke Aceh tidak hanya menjadi tonggak penting dalam perkembangan agama di Indonesia, tetapi juga membentuk identitas budaya dan politik yang kuat di wilayah ini. Artikel ini akan mengupas tuntas bagaimana Islam pertama kali masuk ke Aceh, peran pedagang, ulama, dan kesultanan, serta warisan budaya yang masih terasa hingga kini.
Awal Mula Islam di Aceh: Kedatangan Pedagang dan Ulama
Menurut catatan sejarah, Islam mulai masuk ke Aceh sekitar abad ke-7 hingga ke-8 Masehi melalui jalur perdagangan maritim. Aceh, yang terletak di ujung barat Pulau Sumatera, menjadi titik strategis di Selat Malaka, jalur perdagangan internasional yang ramai. Para pedagang dari Arab, Persia, dan Gujarat membawa tidak hanya barang dagangan, tetapi juga ajaran Islam.
Peran Pedagang Arab dan Persia
Pedagang dari Timur Tengah, terutama dari Hadramaut (Yaman), memperkenalkan Islam melalui interaksi dagang dan perkawinan dengan penduduk lokal. Bukti awal kehadiran Islam ditemukan dari batu nisan bertulisan Arab di Lamreh, Aceh Besar, yang berasal dari abad ke-9.
Pengaruh Gujarat dan India
Pedagang dari Gujarat membawa tradisi Islam Sufi yang mudah diterima oleh masyarakat lokal. Mereka juga memperkenalkan seni kaligrafi dan budaya Islam yang berpadu dengan tradisi lokal.
Fakta Unik
Salah satu bukti tertua kehadiran Islam di Aceh adalah batu nisan Sultan Malikussaleh, pendiri Kesultanan Samudera Pasai, yang wafat pada 1297. Samudera Pasai, yang berlokasi di wilayah Aceh modern, dianggap sebagai kerajaan Islam pertama di Nusantara.
Berdirinya Kesultanan Aceh: Pusat Peradaban Islam
Pada abad ke-13, Islam semakin mengakar di Aceh dengan berdirinya Kesultanan Samudera Pasai, yang menjadi cikal bakal Kesultanan Aceh. Kesultanan ini tidak hanya menjadi pusat perdagangan, tetapi juga penyebaran ajaran Islam ke wilayah lain di Nusantara.
Sultan Malikussaleh (wafat 1297): Sebagai pendiri Samudera Pasai, ia memainkan peran besar dalam memformalkan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Ia juga menjalin hubungan diplomatik dengan kekhalifahan di Timur Tengah.
Kesultanan Aceh Darussalam (abad ke-16): Pada masa kejayaannya di bawah Sultan Iskandar Muda (1607–1636), Kesultanan Aceh menjadi pusat perdagangan dan pendidikan Islam. Aceh menjalin hubungan dengan kekaisaran Ottoman dan menarik ulama dari berbagai belahan dunia.
Catatan Sejarah: Marco Polo, pelancong Venesia, mencatat pada 1292 bahwa banyak penduduk di wilayah Perlak (sekarang bagian Aceh) telah memeluk Islam, menunjukkan betapa cepatnya penyebaran agama ini.
Peran Ulama dan Budaya Sufi dalam Penyebaran Islam
Islam di Aceh tidak hanya disebarkan melalui perdagangan, tetapi juga melalui dakwah ulama dan pengaruh tasawuf. Beberapa tokoh penting meliputi:
- Syeikh Abdullah Kan’an: Ulama Sufi yang diyakini menyebarkan ajaran Islam di Aceh pada abad ke-9.
- Hamzah Fansuri: Sufi dan penyair terkenal dari Aceh yang hidup pada abad ke-16. Karyanya, seperti syair-syair tasawuf, memadukan ajaran Islam dengan budaya Melayu.
- Nuruddin ar-Raniri: Ulama asal Gujarat yang menjadi penasehat Kesultanan Aceh pada abad ke-17. Ia menulis Bustanussalatin, sebuah kitab sejarah dan agama yang berpengaruh.
- Pengaruh Sufi: Pendekatan tasawuf yang lembut membuat Islam mudah diterima oleh masyarakat Aceh yang sebelumnya menganut animisme dan Hindu-Buddha. Tradisi seperti zikir dan maulid menjadi bagian penting dari budaya lokal.
Warisan Islam di Aceh: Dari Masjid hingga Hukum Syariat
Islam telah membentuk identitas Aceh hingga saat ini. Beberapa warisan penting meliputi:
- Masjid Raya Baiturrahman: Dibangun pada masa Kesultanan Aceh, masjid ini menjadi simbol kejayaan Islam di Aceh dan masih berdiri kokoh hingga kini.
- Hukum Syariat: Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum syariat secara formal, sebuah warisan dari kuatnya pengaruh Islam sejak masa kesultanan.
- Budaya dan Tradisi: Tradisi seperti peusijuek (upacara selamatan) dan seni tari Islami seperti seudati mencerminkan perpaduan Islam dengan budaya lokal.
Mengapa Aceh Disebut Serambi Mekkah?
Julukan Serambi Mekkah diberikan karena Aceh menjadi pintu masuk utama Islam ke Nusantara dan pusat penyebaran agama ke wilayah lain seperti Jawa, Maluku, dan Kalimantan. Selain itu, Aceh dikenal sebagai wilayah yang kuat memegang nilai-nilai Islam, baik dalam politik, budaya, maupun pendidikan.
Fakta Menarik: Pada abad ke-16, Aceh menjadi salah satu pusat pengiriman jamaah haji dari Nusantara ke Mekkah, memperkuat hubungan spiritual dengan dunia Islam global.
Tantangan dan Perkembangan Islam di Aceh
Meski Islam telah mengakar kuat, Aceh juga menghadapi tant personallyangan dalam sejarahnya, seperti kolonialisme Belanda dan Portugis yang berusaha menguasai Selat Malaka. Namun, semangat jihad masyarakat Aceh, seperti yang dipimpin oleh Teungku Chik di Tiro, berhasil mempertahankan identitas Islam di wilayah ini.
Di era modern, Aceh tetap menjadi pusat studi Islam dengan berdirinya universitas seperti UIN Ar-Raniry dan berbagai pesantren. Namun, tantangan seperti modernisasi dan globalisasi juga memengaruhi cara masyarakat Aceh mempraktikkan ajaran Islam.
Kesimpulan
Sejarah masuknya Islam ke Aceh adalah kisah tentang perdagangan, dakwah, dan kejayaan kesultanan yang membentuk identitas Serambi Mekkah. Dari pedagang Arab hingga ulama Sufi, Aceh menjadi pusat penyebaran Islam di Nusantara sejak abad ke-7. Warisan budaya, seperti Masjid Raya Baiturrahman dan hukum syariat, terus memperkuat posisi Aceh sebagai salah satu benteng Islam di Indonesia.
