Notification

×

Iklan

Iklan

Sepak Terjang Uni Emirat Arab Dalam Kekisruhan Dunia Arab

Rabu | Oktober 29, 2025 WIB | 0 Views
Sepak Terjang Uni Emirat Arab Dalam Kekisruhan Dunia Arab

Peran Uni Emirat Arab (UEA) dalam berbagai konflik di Timur Tengah dan Afrika Utara mengungkap pola kebijakan luar negeri yang agresif, didorong oleh kepentingan geopolitik, ekonomi, dan ideologis—khususnya penentangan terhadap gerakan Islam politik seperti Ikhwanul Muslimin. Intervensi UEA tidak hanya sebagai upaya stabilisasi, tetapi sebagai perdagangan perang yang menghasilkan keuntungan politik dan pelabuhan, dengan biaya kemanusiaan yang sangat tinggi.

Garis Besar Keterlibatan Uni Emirat Arab
Data dari berbagai sumber terpercaya, termasuk PBB dan organisasi hak asasi manusia, menunjukkan pola intervensi langsung maupun tidak langsung UEA dalam konflik di lima negara:

1. Mesir: Investasi dalam Penggulingan

Tujuan Utama: Menghapus pengaruh Ikhwanul Muslimin (IM) dari panggung politik, yang dianggap ancaman eksistensial bagi monarki Teluk.

Peran UEA: Menyalurkan miliaran dolar bantuan finansial segera setelah penggulingan Presiden Mohamed Morsi pada 2013, yang secara luas diinterpretasikan sebagai dukungan vital bagi rezim militer Jenderal Abdel Fattah al-Sisi

Dampak Kemanusiaan: Pembantaian Rabea (Agustus 2013) menewaskan setidaknya 817 hingga lebih dari 1.000 demonstran, yang didokumentasikan Human Rights Watch sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan." Ribuan oposisi politik masih mendekam di penjara hingga kini.

2. Libya: Pasukan Bayaran dan Udara

▪︎Tujuan Utama: Mendukung panglima militer Khalifa Haftar untuk menguasai Tripoli dan melawan faksi yang didukung Turki dan Qatar, termasuk kelompok yang berafiliasi dengan IM.
▪︎Peran UEA: Terlibat dalam penyelundupan senjata dan dukungan drone secara ekstensif untuk Haftar. Laporan PBB mengonfirmasi pengiriman amunisi dan operasi udara.
▪︎Dampak Kemanusiaan: Sejak April 2019, UEA dituduh melakukan lebih dari 850 serangan drone/jet yang menyebabkan ratusan korban sipil, termasuk serangan fatal di pabrik biskuit. UEA juga diduga membiayai perekrutan tentara bayaran Sudan.

3. Yaman: Membangun Pengaruh di Wilayah Selatan

▪︎Tujuan Utama: Bagian dari Koalisi Saudi yang memerangi Houthi, sambil secara paralel membangun pengaruh militer dan maritim di Yaman Selatan, terutama di sekitar pelabuhan strategis.
▪︎Peran UEA: Meskipun secara resmi mengumumkan penarikan pada tahun 2019, UEA tetap mempertahankan pengaruhnya melalui dukungan finansial dan pelatihan untuk milisi separatis (STC) di selatan, dan baru-baru ini Brigade Giants.
▪︎Dampak Kemanusiaan: Koalisi Saudi-UEA bertanggung jawab atas puluhan ribu korban sipil akibat serangan udara. Perang ini telah menyebabkan krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dengan hampir 250.000 jiwa tewas (langsung/tidak langsung) dan jutaan terancam kelaparan.


4. Palestina: Normalisasi Dengab Zionis Di Tengah Konflik

▪︎Tujuan Utama: Memprioritaskan keamanan regional dan kepentingan ekonomi dengan Israel (melalui Abraham Accords), sambil tetap menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
▪︎ Peran UEA: Normalisasi diplomatik (2020) membuka kerjasama pertahanan dan ekonomi yang signifikan dengan Israel. Hal ini memicu kritik keras dari publik Arab dan faksi Palestina sebagai pengkhianatan.
▪︎Dampak Kemanusiaan: Meskipun menyalurkan bantuan, kritik tetap fokus pada kerjasama militer UEA dengan Israel (seperti latihan angkatan laut dan udara bersama) yang dianggap bertentangan dengan semangat solidaritas Arab.

5. Sudan: Emas dan Dukungan RSF

▪︎Tujuan Utama: Mendukung Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pimpinan Hemedti—yang memiliki akses ke tambang emas Darfur—melawan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang dipimpin al-Burhan.
▪︎Peran UEA: Diduga mengoperasikan "jembatan udara" ke Chad (November 2024-Februari 2025) dengan ratusan penerbangan yang dicurigai menyalurkan senjata dan tentara bayaran untuk RSF, meskipun UEA secara resmi mengklaim mengirim bantuan kemanusiaan.
▪︎Dampak Kemanusiaan: Perang saudara ini telah menewaskan lebih dari 150.000 jiwa dan menyebabkan 12 juta orang mengungsi. Kota-kota hancur dan Darfur kembali menjadi ladang pembantaian, dengan tujuan utama penguasaan sumber daya emas.

•Prospek dan Risiko: Akankah "Badai" Berbalik?

Narasi yang menyebutkan bahwa "darah tak pernah lupa alamat" mencerminkan pandangan historis bahwa kekuatan besar (atau regional) yang terlibat dalam konflik proksi dan intervensi militer yang merusak sering kali menghadapi konsekuensi jangka panjang:

▪︎Ancaman Balasan (Blowback): Intervensi militer menciptakan musuh dan jaringan ekstremis baru. Ribuan tentara bayaran yang dilatih dan dipersenjatai di Libya, Yaman, atau Sudan berpotensi menjadi faktor destabilisasi di wilayah Teluk itu sendiri di masa depan.

▪︎Kerusakan Reputasi (Soft Power): Kebijakan luar negeri yang ambisius ini merusak citra UEA sebagai pusat toleransi, perdagangan, dan modernitas. Solidaritas publik Arab terhadap Palestina dan dukungan untuk revolusi (Arab Spring) menunjukkan bahwa kebijakan yang bertentangan dengan sentimen rakyat dapat mengarah pada ketidakstabilan internal atau regional.

Biaya Ekonomi: Intervensi jangka panjang membutuhkan biaya besar. Meskipun kaya, perang proksi yang berkelanjutan dapat menguras kas negara dan mengalihkan fokus dari ambisi pembangunan domestik (Visi 2030/2071).

UEA memandang dirinya sebagai "Sparta Kecil" yang harus mengambil risiko strategis untuk mempertahankan stabilitas dan melestarikan rezimnya dari ancaman ideologis. Namun, para kritikus melihatnya sebagai pedagang perang yang menukarkan stabilitas jangka pendek dengan bencana kemanusiaan jangka panjang di negara-negara Arab lainnya.

Saat ini, Uni Emirat Arab berada pada puncak pengaruh regional, tetapi risiko kembalinya dampak buruk dari kebijakan intervensi masif ini—baik dalam bentuk ketidakstabilan regional, pembalasan, maupun kerusakan reputasi—adalah pertanyaan geopolitik yang paling mendesak di kawasan tersebut. (Dari Grok)

Semoga Allah segera mengistirahatkan kaum Muslimin dari kejahatannya.
×
Berita Terbaru Update