Notification

×

Iklan

Iklan

Israel Sudah Kalah

Minggu | Oktober 05, 2025 WIB | 0 Views
Israel Sudah Kalah

Israel belum hancur secara fisik. Tapi secara moral, politik, dan strategis, Israel sudah kalah.

Kekalahan itu tidak selalu datang dalam bentuk bendera putih di medan tempur. Kadang, ia datang dalam bentuk kebusukan yang tak bisa lagi ditutup, dalam bentuk keretakan di jantung kekuasaan, dan dalam bentuk rasa takut yang tak kunjung padam di antara rakyatnya sendiri.

Kekalahan yang Tak Terucap


Lebih dari tujuh ribu tentaranya tewas di Gaza. Dua puluh lima ribu lainnya cacat seumur hidup. Angka yang mungkin coba disembunyikan di balik propaganda kemenangan semu. Tapi tubuh-tubuh yang kembali tanpa nyawa itu berbicara lebih lantang daripada semua siaran pers militer Tel Aviv.

Ratusan tank terbakar. Ratusan drone jatuh. Teknologi yang dulu dielu-elukan kini terbukti rapuh menghadapi keyakinan dan keteguhan tangan-tangan kecil di Gaza yang memegang senjata seadanya.
 

Kekalahan Ekonomi dan Diplomasi


Lebih dari 150 miliar dolar menguap. Sementara itu, hubungan diplomatik yang dulu dibanggakan perlahan runtuh. Proyek normalisasi dengan dunia Arab—yang sempat digadang sebagai “era baru Timur Tengah”—tiba-tiba menjadi debu.

Mesir dan Yordania mulai menjaga jarak. Negara-negara Teluk menahan diri. Bahkan opini publik di Barat mulai bergeser—suara-suara pro-Palestina menggema di jalan-jalan London, Paris, dan New York, membalikkan citra lama yang selama puluhan tahun dibangun dengan mahal oleh mesin propaganda Zionis.
 

Kekalahan Moral dan Psikologis


Israel telah kehilangan citra “tentara yang tak terkalahkan.” Ia kini terlihat rapuh, gugup, dan kehabisan arah. Rakyatnya hidup dalam ketakutan, berlindung di bunker, sementara di Gaza—di tengah reruntuhan dan blokade—anak-anak tetap tersenyum membaca Al-Qur’an.

Netanyahu kehilangan kepercayaan bangsanya sendiri. Para jenderalnya kehilangan arah strategi. Para intelektual Yahudi di luar negeri mulai mempertanyakan moralitas eksistensi negara yang berdiri di atas penderitaan bangsa lain.

Israel, yang dulu menjadi simbol “kekuatan,” kini menjadi simbol keputusasaan.
 

Kekalahan yang Lebih Dalam


Mereka kehilangan reputasi internasional. Mereka kehilangan kepercayaan sekutu. Mereka kehilangan simpati dunia. Bahkan media-media besar yang dulu menutup-nutupi kejahatan mereka kini mulai menyiarkan fakta tentang genosida di Gaza.

Mereka kehilangan generasi mudanya—bukan hanya karena mati di medan perang, tapi karena kehilangan kepercayaan pada narasi negaranya sendiri.

Dan di atas semua itu, Israel telah kehilangan sisa-sisa kemanusiaannya.
 

Gaza: Cermin Keteguhan dan Kehormatan


Sementara itu, Gaza—yang konon hendak dihapus dari peta—tetap ada. Ia tetap bernafas, tetap bertakbir, dan tetap berdiri. Gaza tidak kehilangan apa pun selain penderitaan, sementara Israel kehilangan segalanya kecuali kesombongan.

Gaza menunjukkan bahwa kekalahan bukan soal siapa yang punya senjata lebih besar, tapi siapa yang punya alasan lebih suci untuk bertahan.
 

Akhir dari Mitos


Israel telah kehilangan mitosnya. “Negara yang tak terkalahkan,” “tentara paling kuat di Timur Tengah,” “kecerdasan Mossad yang legendaris”—semua runtuh di hadapan kesabaran orang-orang yang tak memiliki apa-apa kecuali iman.

Dunia kini menyaksikan bahwa yang benar tidak selalu kalah, dan yang kuat tidak selalu menang.

Dan di sinilah makna sejati dari kekalahan Israel: bukan sekadar hilangnya nyawa, uang, atau senjata, tapi hilangnya makna keberadaan mereka sendiri.

Mereka telah kalah.

Dan dengan izin Allah, mereka akan terus kalah—hingga bumi Palestina kembali tersenyum dalam kemerdekaan.
×
Berita Terbaru Update