Fikroh.com – Dukungan terhadap Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut terus berdatangan, terutama dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) dan para cendekiawan Muslim. Salah satu dukungan paling menonjol datang dari Ulil Abshar Abdalla, intelektual Muslim progresif yang juga pengurus PBNU.
Melalui akun Facebook pribadinya, Ulil menuliskan doa sekaligus pernyataan sikap: “Insyaallah slamet. Semua yg dituduhkan, tidak ada buktinya.” Ungkapan singkat itu disertai poster bergambar Gus Yaqut dengan kalimat besar “We Stand with Gus Yaqut.”
Unggahan ini langsung menuai ribuan tanggapan, ratusan komentar, dan banyak kali dibagikan. Publik menilai, dukungan Ulil bukan sekadar ekspresi personal, melainkan juga sinyal penting dari seorang intelektual NU yang selama ini dikenal memiliki pengaruh di kalangan muda serta memiliki basis pemikiran yang khas.
Dukungan Moral di Tengah Sorotan Publik
Kasus yang menyeret nama Gus Yaqut membuat suasana publik kian ramai. Di tengah situasi itu, pernyataan Ulil dianggap sebagai bentuk solidaritas moral. Baginya, semua tuduhan harus diuji di meja hukum dengan bukti yang jelas, bukan hanya berdasarkan opini atau isu yang berkembang.
Doa “Insyaallah slamet” bukan sekadar ekspresi religius, melainkan juga pernyataan keyakinan bahwa tuduhan yang diarahkan kepada Gus Yaqut tidak memiliki dasar kuat. Ulil dengan jelas ingin menyampaikan pesan bahwa Gus Yaqut perlu didukung, bukan dihakimi sebelum proses hukum berjalan.
Sikap ini menunjukkan hubungan kedekatan emosional dan ideologis Ulil dengan Gus Yaqut. Keduanya sama-sama berasal dari tradisi NU yang berakar kuat, serta sama-sama memperjuangkan Islam yang ramah, inklusif, dan relevan dengan konteks kebangsaan Indonesia.
Jejak Panjang Ulil Abshar Abdalla
Nama Ulil Abshar Abdalla sudah lama dikenal di kalangan pemikir Islam Indonesia. Lahir di Pati, Jawa Tengah, pada 11 Januari 1967, Ulil tumbuh dalam tradisi pesantren yang kuat. Ia mengenyam pendidikan agama sejak kecil, kemudian melanjutkan studi formal di Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Namun, perjalanan intelektualnya tidak berhenti di situ. Ulil juga menempuh pendidikan di luar negeri, termasuk di Boston, Amerika Serikat. Perjumpaannya dengan tradisi intelektual Barat semakin memperkaya pandangannya dalam memahami Islam, terutama dalam hal pluralisme, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Pada awal 2000-an, Ulil bersama sejumlah intelektual muda mendirikan Jaringan Islam Liberal (JIL), sebuah forum yang menyuarakan gagasan kebebasan berpikir, keterbukaan, dan pembaruan dalam Islam. Lewat JIL, Ulil dikenal sebagai salah satu pengusung wacana Islam progresif yang berani keluar dari tafsir konservatif.
Pemikiran Progresif: Islam yang Kontekstual
Pemikiran Ulil kerap menimbulkan kontroversi, terutama di kalangan konservatif. Ia menegaskan bahwa teks agama, termasuk Al-Qur’an dan Hadis, harus dipahami secara kontekstual. Artinya, pesan utama agama adalah nilai moral dan kemanusiaan, sementara tafsir hukum dan aturan sosial bisa berubah sesuai zaman.
Ulil menolak anggapan bahwa Islam harus dipahami secara literal semata. Baginya, Islam adalah agama rahmat yang mampu menjawab tantangan kehidupan modern. Ia sering menekankan pentingnya pluralisme, toleransi, dan penghargaan terhadap perbedaan.
Namun, meskipun terkenal sebagai tokoh progresif, Ulil juga tidak meninggalkan akar tradisi klasik. Dalam beberapa tahun terakhir, ia justru dikenal sebagai pengkaji serius karya monumental Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin. Melalui forum daring yang rutin ia gelar, Ulil membahas kitab klasik itu dengan pendekatan segar yang dapat diterima generasi muda.
Perpaduan antara tradisi klasik (turats) dan pemikiran modern inilah yang membuat Ulil unik. Ia mampu menjadi jembatan antara warisan pesantren dengan tantangan globalisasi, sehingga menghadirkan Islam yang tetap berpijak pada tradisi tetapi terbuka pada pembaruan.
Kiprah di PBNU dan Ranah Politik
Selain sebagai pemikir independen, Ulil juga aktif di organisasi. Ia tercatat sebagai pengurus Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), khususnya di bidang yang berkaitan dengan kajian pemikiran dan pendidikan. Keterlibatannya di PBNU semakin menegaskan posisinya sebagai salah satu intelektual muda NU yang diperhitungkan.
Ulil juga pernah terjun ke politik praktis. Ia sempat menjadi calon legislatif dari Partai Demokrat pada 2009, meski tidak berhasil melenggang ke parlemen. Pengalaman itu menambah warna perjalanan kariernya, sekaligus memperlihatkan bahwa ia tidak hanya aktif di ruang intelektual, tetapi juga mencoba berkiprah di panggung politik.
Hubungan dengan Gus Yaqut
Dukungan Ulil terhadap Gus Yaqut tidak lepas dari persamaan latar belakang. Gus Yaqut adalah kader NU yang kini dipercaya memimpin Kementerian Agama. Di bawah kepemimpinannya, Kemenag mendorong agenda moderasi beragama, yang sejalan dengan gagasan inklusif Ulil.
Keduanya sama-sama ingin menghadirkan Islam yang damai dan menyejukkan di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk. Tidak heran bila Ulil dengan cepat menunjukkan solidaritas ketika Gus Yaqut menghadapi sorotan publik.
Bagi Ulil, mempertahankan nama baik Gus Yaqut juga berarti mempertahankan visi Islam Nusantara yang moderat. Apalagi, Gus Yaqut adalah simbol generasi muda NU yang berani tampil di ruang publik dengan ide-ide progresif.
Reaksi Publik
Unggahan Ulil mendapat lebih dari tiga ribu tanda suka dan ratusan komentar. Banyak yang mengapresiasi sikapnya, menganggapnya sebagai contoh loyalitas sahabat sekaligus pengingat bahwa asas keadilan harus dijunjung tinggi.
Namun, seperti biasa, ada juga yang mengkritik. Beberapa pihak menilai pernyataan Ulil terlalu dini sebelum proses hukum berjalan. Meski begitu, Ulil tetap konsisten dengan sikapnya bahwa dukungan moral penting diberikan agar Gus Yaqut tidak terpuruk oleh opini publik yang belum tentu benar.
Penutup
Doa singkat Ulil Abshar Abdalla, “Insyaallah slamet. Semua yg dituduhkan, tidak ada buktinya”, pada dasarnya adalah doa untuk keadilan dan kebenaran. Ulil meyakini bahwa Gus Yaqut akan mampu melewati ujian ini, sebagaimana NU dan umat Islam Indonesia selalu berhasil bertahan menghadapi tantangan zaman.
Dengan sepak terjang panjangnya sebagai intelektual, aktivis, dan pengkaji tradisi Islam, Ulil kembali menegaskan posisinya: berdiri di sisi kebenaran, mendukung sahabat, sekaligus terus menyuarakan Islam yang inklusif dan progresif bagi Indonesia.