Notification

×

Iklan

Iklan

Ternyata Disinilah Posisi Imam di Masjidil Haram

Jumat | September 19, 2025 WIB | 0 Views
Ternyata Disinilah Posisi Imam di Masjidil Haram


Fikroh.com - Posisi Imam di Masjidil Haram dan Aturan Shaf Makmum. Masjidil haram memiliki karakteristik khusus dari segi arsitektur dan bangunan. Tidak sama dengan masjid-masjid pada umumnya. Disinilah perlu adanya kajian khusus mengenai seperti apa posisi shalat berjamaah yang dilakukan. Apakah posisi imam dan makmum sama seperti shalat di masjid-masjid biasa? Temukan jawabannya pada artikel ini. Baca terus hingga selesai.

Pendahuluan


Masjidil Haram di Makkah adalah masjid yang paling mulia di muka bumi, pusat arah kiblat umat Islam, sekaligus tempat jutaan orang berkumpul untuk melaksanakan ibadah shalat, thawaf, dan doa. Karena menjadi tujuan umat Islam dari seluruh dunia, tata cara pelaksanaan shalat di Masjidil Haram memiliki kekhasan tersendiri yang tidak ditemukan di masjid-masjid lain.

Salah satu hal yang sering menimbulkan pertanyaan di kalangan jamaah adalah mengenai posisi imam ketika memimpin shalat. Sebagian jamaah mendapati imam berada persis di depan Ka’bah, sementara pada kesempatan lain, imam terlihat memimpin dari posisi yang agak jauh dari Ka’bah, di area khusus di dalam masjid. Hal ini sering menimbulkan kebingungan: jika posisi imam tidak tepat di depan Ka’bah, lalu di manakah sebenarnya shaf pertama? Dan apakah boleh ada makmum yang berdiri lebih dekat ke Ka’bah dibanding imam?
 

Posisi Imam di Masjidil Haram


Secara umum, imam Masjidil Haram memiliki dua lokasi utama untuk memimpin shalat:
 
Tepat di depan Ka’bah – posisi ini biasanya digunakan pada shalat tertentu, terutama ketika jumlah jamaah masih memungkinkan untuk tertata rapi menghadap imam.
Di tempat khusus agak jauh dari Ka’bah – lokasi ini dipakai ketika jumlah jamaah sangat banyak, misalnya saat shalat berjamaah di bulan Ramadhan atau musim haji. Dengan posisi tersebut, suara imam dapat menjangkau lebih luas, sementara barisan shaf bisa tetap tersusun dengan rapi tanpa menimbulkan desakan di sekitar Ka’bah.

Pilihan posisi ini bukan tanpa alasan. Selain mempertimbangkan faktor teknis, penempatan imam juga menyesuaikan dengan kondisi jamaah yang sangat beragam dan jumlahnya luar biasa banyak.
 

Pertanyaan Seputar Shaf Pertama


Ketika imam berada agak jauh dari Ka’bah, timbul pertanyaan:
 
Di manakah shaf pertama dimulai?
Bolehkah seorang makmum berdiri lebih dekat dengan Ka’bah dibanding posisi imam?

Pertanyaan ini wajar, sebab secara umum kita memahami bahwa makmum harus berada di belakang imam. Akan tetapi, kondisi Masjidil Haram berbeda dengan masjid biasa, karena bentuknya melingkar mengelilingi Ka’bah dan shaf bisa tersusun melingkari pusat kiblat.
 

Penjelasan Ulama


Pertanyaan ini telah dijawab dengan jelas oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah dalam kitab Majmu’ Fatawa war Rasail (13/40–41). Beliau menyatakan:

الصف الأول هو الذي يلي الإمام من خلفه والدائر حوله. وأما الذي في جهة غير الإمام فلهم أن يتقدموا إلى الكعبة ولا حرج كما نص على هذا أهل العلم لكن جهة الإمام لا يجوز لأحد أن يتقدم عليه فيها”

“Shaf pertama adalah shaf yang berada di belakang imam dan mengelilinginya. Adapun makmum yang berada di sisi selain arah imam, maka mereka boleh lebih maju mendekati Ka’bah, dan hal itu tidak mengapa, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Namun bagi makmum yang berada pada arah yang sama dengan imam, mereka tidak boleh maju melebihi posisi imam.”

1. Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab (4/301):


"Para ulama sepakat bahwa tidak boleh seorang makmum berdiri di depan imam pada arah yang sama. Namun jika ia berada di sisi lain Ka'bah, maka tidak mengapa bila lebih dekat ke Ka'bah daripada imam."

2. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan dalam Fathul Bari (2/207):


"Di Masjidil Haram, bisa saja sebagian makmum lebih dekat ke Ka'bah daripada imam, sebab shaf di sana mengelilingi Ka'bah. Selama tidak berada tepat pada arah imam, maka shalatnya sah dan tidak terlarang."

3. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya tentang hal ini, beliau menjawab:


"Yang terhitung sebagai shaf pertama adalah barisan yang sejajar dengan posisi imam atau di belakangnya. Adapun makmum yang berada di sisi lain Ka'bah, maka tidak mengapa bila lebih maju dari imam, karena kondisi Masjidil Haram berbeda dengan masjid lain." (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 12/163)

Dari penjelasan ini, dapat diambil kesimpulan:
Shaf pertama adalah barisan jamaah yang mengikuti imam langsung dari arah belakang atau di sekelilingnya.
 
Makmum yang berada pada sisi lain Ka’bah, selain arah imam, diperbolehkan berdiri lebih dekat ke Ka’bah. Hal ini tidak dianggap menyalahi aturan shaf karena posisi mereka tidak langsung berhadapan dengan imam.
Namun, makmum yang berada tepat pada arah imam wajib menjaga posisi agar tidak melampaui garis imam. Mereka harus tetap berada di belakang atau sejajar dengan imam, bukan di depannya.
 

Ilustrasi Kasus


Agar lebih mudah dipahami, bayangkan posisi imam berada di belakang, di area antara Rukun Yamani dan Rukun Hajar Aswad. Pada kondisi tersebut, barisan shaf di antara kedua rukun tersebut tidak ditempati makmum, sehingga jamaah berdiri di sisi-sisi lain Ka’bah.

Dengan demikian, jamaah yang berada di sisi lain Ka’bah, misalnya di dekat Hijr Ismail atau Rukun Syami, boleh saja lebih dekat ke Ka’bah dibanding posisi imam. Selama mereka tidak berada tepat di jalur arah imam, maka shalat mereka tetap sah dan sesuai aturan syariat.
 

Hikmah dan Kemudahan Syariat


Penjelasan ini menunjukkan betapa fleksibelnya syariat Islam dalam mengatur shalat berjamaah di Masjidil Haram. Dalam kondisi jamaah yang mencapai jutaan orang, mustahil jika semua orang dipaksa berada di belakang imam secara lurus sebagaimana di masjid biasa. Oleh karena itu, para ulama memberi kemudahan dengan memperbolehkan barisan shaf mengelilingi Ka’bah.

Kemudahan ini juga menegaskan bahwa tujuan utama dari shaf adalah keteraturan jamaah dalam mengikuti imam, bukan sekadar garis lurus fisik. Selama jamaah mengikuti takbir dan gerakan imam, serta tidak mendahului imam pada arah yang sama, maka shalat berjamaah tetap sah.
 

Pengalaman Jamaah Haji dan Umrah


Bagi yang belum pernah menunaikan haji atau umrah, gambaran posisi imam di Masjidil Haram memang bisa terasa membingungkan. Namun bagi jamaah yang pernah hadir langsung, fenomena ini menjadi hal biasa. Mereka dapat menyaksikan sendiri bagaimana ribuan bahkan jutaan orang tetap bisa shalat dengan tertib meski posisi imam tidak selalu berada tepat di depan Ka’bah.

Semoga Allah memberikan kesempatan kepada setiap Muslim untuk menunaikan ibadah haji atau umrah, agar bisa merasakan langsung pengalaman beribadah di Masjidil Haram. Melihat shaf-shaf yang tersusun rapi mengelilingi Ka’bah, mendengar takbir imam yang bergema, dan sujud di hadapan Baitullah adalah kenikmatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
 

Kesimpulan


Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa poin penting:
  • Posisi imam di Masjidil Haram bisa berbeda-beda, terkadang tepat di depan Ka’bah, terkadang di tempat khusus agak jauh dari Ka’bah.
  • Shaf pertama adalah shaf yang berada di belakang imam dan sekelilingnya.
  • Makmum yang berada di sisi selain arah imam boleh lebih maju mendekati Ka’bah.
  • Makmum yang berada tepat pada arah imam tidak boleh melampaui posisi imam.
Syariat Islam memberikan kemudahan dalam kondisi jamaah besar, sehingga shalat tetap sah meskipun shaf tidak lurus seperti di masjid-masjid lain.

Dengan memahami hal ini, kita semakin melihat bahwa syariat Islam begitu sempurna, memudahkan umatnya tanpa mengurangi kekhusyukan ibadah. Semoga Allah memberi kita kesempatan untuk beribadah di Masjidil Haram, merasakan kedekatan dengan Ka’bah, dan memperbanyak amal di tempat yang penuh berkah itu.
×
Berita Terbaru Update