Fikroh.com - Paspor bukan sekadar dokumen perjalanan. Bagi sebagian negara, paspor Israel adalah simbol konflik yang tak bisa diabaikan. Seiring perang dan ketegangan yang terus berlangsung di Gaza dan wilayah Palestina lainnya, sejumlah negara mengambil sikap tegas: tidak mengizinkan pemegang paspor Israel masuk sesuai kebijakan imigrasi mereka. Artikel ini menyajikan laporan mendalam mengenai 15 negara tersebut, mengapa kebijakan itu diterapkan, dan bagaimana efek nyata dari larangan tersebut.
Berdasarkan berita “15 Negara yang Menolak Paspor Israel” (SindoNews, 28 Agustus 2024) yang mengutip sumber seperti Newsweek dan laporan diplomatik terkini, berikut adalah negara-negara yang secara resmi atau dalam praktik menolak paspor Israel — beserta kebijakan spesifiknya bila diketahui:
Larangan paspor Israel bukan semata keputusan administratif. Ada beberapa akar penyebab yang umumnya muncul:
Banyak negara dalam daftar secara resmi tidak mengakui keberadaan Negara Israel sebagai entitas berdaulat. Tanpa pengakuan, paspor Israel dianggap dokumen yang tidak sah di mata hukum atau diplomasi mereka.
Banyak pemerintah merespons tekanan publik dan kondisi kemanusiaan terkini di Gaza atau wilayah pendudukan lainnya dengan mengambil langkah nyata melalui kebijakan imigrasi. Larangan masuk menjadi simbol solidaritas.
Negara-negara seperti Lebanon, Suriah, Iran, Yaman — semua memiliki pengalaman konflik langsung atau ancaman keamanan terkait Israel. Larangan masuk dipandang bagian dari pertahanan identitas nasional dan keamanan internal.
Di negara-mayoritas Muslim, terutama, rakyat menuntut sikap tegas terhadap Israel. Pemerintah sering kali merespons tekanan ini agar mempertahankan dukungan politik domestik.
Beberapa negara melihat kelanjutan normalisasi hubungan dengan Israel sebagai ancaman terhadap identitas nasional/agama mereka. Larangan paspor Israel menjadi cara menahan pengaruh budaya/politik yang dianggap menyimpang.
Dari jajaran negara-negara di atas, Maldives (Maladewa) adalah salah satu kasus paling kontemporer dan paling menarik perhatian media internasional:
Tidak semua negara dalam daftar menerapkan larangan secara mutlak. Ada variasi dan pengecualian, tergantung konteks:
Irak (Kurdistan): wilayah otonom seperti Kurdistan menunjukkan fleksibilitas dalam menyediakan izin atau tidak menolak persis seperti seluruh negara.
Larangan paspor bukan sekadar deklarasi politik; ia memiliki efek langsung pada orang, ekonomi, dan diplomasi:
Wisatawan Israel yang berencana mengunjungi negara-negara tersebut harus membatalkan rencana, mendapatkan visa dari pihak ketiga, atau menggunakan dokumen alternatif jika memiliki kewarganegaraan ganda.
Dampak ekonomi, terutama di negara seperti Maldives, yang sangat bergantung pada sektor pariwisata. Kerugian mungkin muncul karena pembatalan kunjungan dan ketidakpastian peraturan.
Diplomasi: negara-negara yang menerapkan larangan seringkali mendapat pujian dari negara-negara pendukung Palestina, tetapi juga kemarahan atau kritik dari Israel dan dari negara Barat yang memiliki hubungan diplomatik atau kepentingan mereka sendiri.
Kesulitan administrasi: kadang warga Israel atau pemegang paspor Israel yang transit atau memiliki izin khusus menghadapi ketidakjelasan pelaksanaan kebijakan. Bisa juga terjadi diskusi hukum/pengadilan terkait kebebasan bergerak dan diskriminasi.
Dari daftar 15 negara, dua adalah tetangga Indonesia di wilayah Asia Tenggara:
Malaysia: larangan hampir menyeluruh terhadap pemegang paspor Israel; izin sangat terbatas dan hanya melalui mekanisme pemerintah pusat. Kebijakan ini sangat didasarkan pada prinsip negara dan dukungan publik terhadap Palestina.
Brunei Darussalam: larangan penuh tanpa pengecualian yang diketahui secara publik. Brunei tetap menjaga sikap bahwa tidak ada izin masuk bagi pemegang paspor Israel.
Kedua negara ini menunjukkan bahwa dukungan terhadap Palestina dan penolakan terhadap Israel bukan hanya isu Timur Tengah atau negara Arab, tapi juga menjadi bagian dari kebijakan luar negeri di Asia Tenggara, dipengaruhi nilai agama dan perspektif publik.
15 negara yang menolak paspor Israel, setiap satu dengan caranya sendiri — ada yang larangan mutlak, ada yang dengan pengecualian terbatas. Kebijakan-kebijakan tersebut bukanlah reaksi spontan; mereka dibangun atas dasar sejarah, solidaritas, keamanan, dan persepsi publik yang kuat.
Bagi Indonesia dan publik internasional, daftar ini mengingatkan bahwa konflik bukan hanya soal peperangan, tetapi juga soal visa, paspor, dokumen perjalanan — simbol identitas dan legalitas. Dan bahwa dalam diplomasi global, negara kecil pun bisa membuat kebijakan yang berdampak besar terhadap individu.
Di ujung cerita, kita diajak bertanya: kapan dan bagaimana ketegangan dihentikan? Apakah normalisasi bisa terjadi jika bukan hanya diplomasi, tetapi keadilan dan rasa kemanusiaan dikedepankan?
Daftar Negara dan Kebijakan Spesifik
Berdasarkan berita “15 Negara yang Menolak Paspor Israel” (SindoNews, 28 Agustus 2024) yang mengutip sumber seperti Newsweek dan laporan diplomatik terkini, berikut adalah negara-negara yang secara resmi atau dalam praktik menolak paspor Israel — beserta kebijakan spesifiknya bila diketahui:
| No | Negara | Kebijakan Paspor Israel / Ketentuan Masuk | Catatan Khas |
|---|---|---|---|
| 1. Aljazair (Algeria) | Menolak seluruh pemegang paspor Israel; tidak ada pengakuan diplomatik. | Bagian dari kebijakan lama yang sangat konsisten. | |
| 2. Bangladesh | Tidak mengizinkan paspor Israel masuk. | Tidak ada hubungan diplomatik; dukungan terhadap Palestina kuat. | |
| 3. Brunei Darussalam | Larangan penuh terhadap pemegang paspor Israel. | Tidak ada pengecualian yang diketahui secara publik. | |
| 4. Iran | Pemegang paspor Israel dilarang masuk. | Kebijakan ideologis dan keamanan; penolakan diplomatik telah lama. | |
| 5. Kuwait | Menolak pemegang paspor Israel masuk tanpa pengecualian umum. | Beberapa kebijakan menyebut “kecuali dalam keadaan khusus” belum jelas. | |
| 6. Lebanon | Larangan penuh terhadap pemegang paspor Israel. | Konflik berkepanjangan dan status hubungan sebagai “negara musuh”. | |
| 7. Libya | Menolak masuk bagi pemegang paspor Israel. | Politik domestik dan posisi anti-Israel sudah lama bagian dari kebijakan luar negeri. | |
| 8. Pakistan | Paspor Israel tidak diakui; pemegangnya tidak dapat masuk. | Dukungan rakyat dan pemerintah terhadap Palestina tinggi. | |
| 9. Suriah | Larangan mutlak; tidak mengizinkan paspor Israel. | Konflik diplomatik, perang, dan sejarah panjang permusuhan. | |
| 10. Yaman | Larangan penuh terhadap pemegang paspor Israel. | Yaman dalam kondisi perang dan krisis → kebijakan keras di soal ini. | |
| 11. Irak | Umumnya menolak, kecuali di wilayah otonom Kurdistan. | Di Kurdistan, ada fleksibilitas untuk izin tertentu atau pengecualian. | |
| 12. Oman | Tidak mengizinkan kecuali untuk transit. | Transit mungkin diperbolehkan dalam kondisi tertentu. | |
| 13. Arab Saudi | Larangan kecuali untuk alasan keagamaan atau bisnis. | Ada pengecualian jika untuk tujuan umrah/haji, atau urusan bisnis resmi. | |
| 14. Malaysia | Tidak mengizinkan paspor Israel, kecuali dengan izin dari Kementerian Dalam Negeri. | Kebijakan sangat ketat, hampir tidak ada kasus izin khusus kecuali residu diplomatik atau acara internasional. | |
| 15. Maldives | Pemerintah mengubah Undang-Undang Imigrasi; paspor Israel tidak diperbolehkan masuk. | Larangan ini baru, sebagai respons terhadap perang Gaza; ada nasihat dari Kementerian Luar Negeri Israel agar warganya menghindari Maldives. |
Mengapa Negara-Negara Ini Mengambil Sikap Sedemikian
Larangan paspor Israel bukan semata keputusan administratif. Ada beberapa akar penyebab yang umumnya muncul:
Non-pengakuan Israel
Banyak negara dalam daftar secara resmi tidak mengakui keberadaan Negara Israel sebagai entitas berdaulat. Tanpa pengakuan, paspor Israel dianggap dokumen yang tidak sah di mata hukum atau diplomasi mereka.
Solidaritas terhadap Palestina
Banyak pemerintah merespons tekanan publik dan kondisi kemanusiaan terkini di Gaza atau wilayah pendudukan lainnya dengan mengambil langkah nyata melalui kebijakan imigrasi. Larangan masuk menjadi simbol solidaritas.
Sejarah konflik dan keamanan
Negara-negara seperti Lebanon, Suriah, Iran, Yaman — semua memiliki pengalaman konflik langsung atau ancaman keamanan terkait Israel. Larangan masuk dipandang bagian dari pertahanan identitas nasional dan keamanan internal.
Tekanan publik dan opini domestik
Di negara-mayoritas Muslim, terutama, rakyat menuntut sikap tegas terhadap Israel. Pemerintah sering kali merespons tekanan ini agar mempertahankan dukungan politik domestik.
Kebijakan hukum dan identitas agama/politik
Beberapa negara melihat kelanjutan normalisasi hubungan dengan Israel sebagai ancaman terhadap identitas nasional/agama mereka. Larangan paspor Israel menjadi cara menahan pengaruh budaya/politik yang dianggap menyimpang.
Kisah Maladewa: Larangan Baru yang Paling Disorot
Dari jajaran negara-negara di atas, Maldives (Maladewa) adalah salah satu kasus paling kontemporer dan paling menarik perhatian media internasional:
- Pemerintah Maladewa mengubah Undang-Undang Imigrasi tahun 2025 untuk melarang masuk pemegang paspor Israel sebagai aksi protes terhadap perang di Gaza.
- Keputusan ini datang bersamaan dengan peringatan dari Kementerian Luar Negeri Israel yang menyarankan warganya menghindari perjalanan ke Maldives. Sebab jika berada di sana, bantuan diplomatik akan sulit diberikan jika terjadi masalah.
- Bagi Maladewa, ini adalah pilihan dengan biaya. Turisme adalah sektor ekonomi vital mereka. Namun pemerintah menunjukkan bahwa solidaritas politik dan pertimbangan moral bisa lebih penting daripada keuntungan ekonomi semata.
Pengecualian & Variasi di Antara Negara
Tidak semua negara dalam daftar menerapkan larangan secara mutlak. Ada variasi dan pengecualian, tergantung konteks:
Irak (Kurdistan): wilayah otonom seperti Kurdistan menunjukkan fleksibilitas dalam menyediakan izin atau tidak menolak persis seperti seluruh negara.
- Oman: meskipun memiliki larangan, memungkinkan transit dalam kondisi tertentu.
- Arab Saudi: larangan umum, tetapi ada pengecualian untuk urusan keagamaan (umroh/haji) atau bisnis resmi antarnegara.
- Malaysia: secara dasar larangan berlaku, tetapi izin dari pemerintah pusat memungkinkan kondisi khusus seperti acara internasional atau kegiatan diplomatik.
Dampak Nyata dari Kebijakan Ini
Larangan paspor bukan sekadar deklarasi politik; ia memiliki efek langsung pada orang, ekonomi, dan diplomasi:
Wisatawan Israel yang berencana mengunjungi negara-negara tersebut harus membatalkan rencana, mendapatkan visa dari pihak ketiga, atau menggunakan dokumen alternatif jika memiliki kewarganegaraan ganda.
Dampak ekonomi, terutama di negara seperti Maldives, yang sangat bergantung pada sektor pariwisata. Kerugian mungkin muncul karena pembatalan kunjungan dan ketidakpastian peraturan.
Diplomasi: negara-negara yang menerapkan larangan seringkali mendapat pujian dari negara-negara pendukung Palestina, tetapi juga kemarahan atau kritik dari Israel dan dari negara Barat yang memiliki hubungan diplomatik atau kepentingan mereka sendiri.
Kesulitan administrasi: kadang warga Israel atau pemegang paspor Israel yang transit atau memiliki izin khusus menghadapi ketidakjelasan pelaksanaan kebijakan. Bisa juga terjadi diskusi hukum/pengadilan terkait kebebasan bergerak dan diskriminasi.
Tetangga Dekat Indonesia: Malaysia & Brunei
Dari daftar 15 negara, dua adalah tetangga Indonesia di wilayah Asia Tenggara:
Malaysia: larangan hampir menyeluruh terhadap pemegang paspor Israel; izin sangat terbatas dan hanya melalui mekanisme pemerintah pusat. Kebijakan ini sangat didasarkan pada prinsip negara dan dukungan publik terhadap Palestina.
Brunei Darussalam: larangan penuh tanpa pengecualian yang diketahui secara publik. Brunei tetap menjaga sikap bahwa tidak ada izin masuk bagi pemegang paspor Israel.
Kedua negara ini menunjukkan bahwa dukungan terhadap Palestina dan penolakan terhadap Israel bukan hanya isu Timur Tengah atau negara Arab, tapi juga menjadi bagian dari kebijakan luar negeri di Asia Tenggara, dipengaruhi nilai agama dan perspektif publik.
Kesimpulan
15 negara yang menolak paspor Israel, setiap satu dengan caranya sendiri — ada yang larangan mutlak, ada yang dengan pengecualian terbatas. Kebijakan-kebijakan tersebut bukanlah reaksi spontan; mereka dibangun atas dasar sejarah, solidaritas, keamanan, dan persepsi publik yang kuat.
Bagi Indonesia dan publik internasional, daftar ini mengingatkan bahwa konflik bukan hanya soal peperangan, tetapi juga soal visa, paspor, dokumen perjalanan — simbol identitas dan legalitas. Dan bahwa dalam diplomasi global, negara kecil pun bisa membuat kebijakan yang berdampak besar terhadap individu.
Di ujung cerita, kita diajak bertanya: kapan dan bagaimana ketegangan dihentikan? Apakah normalisasi bisa terjadi jika bukan hanya diplomasi, tetapi keadilan dan rasa kemanusiaan dikedepankan?
