Notification

×

Iklan

Iklan

Takutlah Menjadi Orang Tua Zalim Terhadap Anak

Minggu | September 14, 2025 WIB | 0 Views
Takutlah Menjadi Orang Tua Zalim Terhadap Anak

Fikroh.com - Buah hati adalah titipan agung yang Allah Tabaraka wa Ta’ala letakkan di pundak kedua orang tua. Ia bukan hanya hiasan dunia namun juga tanggung jawab dan amanah yang kelak akan ditanya saat hari penghisaban tiba. Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an,

يُوصِيكُمُ ٱللَّهُ فِىٓ أَوْلَٰدِكُمْ

“Allah memberikan wasiat kepadamu mengenai putra-putrimu.” (QS. An-Nisa’: 11)

Syekh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Maksudnya, wahai para ayah dan ibu, keturunan kalian adalah titipan. Allah telah berwasiat agar kalian menjaga kemaslahatan mereka, baik dalam urusan agama maupun kehidupan dunia.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 21)

Maka mengabaikan kewajiban membina putra-putri merupakan bentuk kezhaliman yang besar. Apalagi Sang Pemilik amanah itu adalah Allah Rabbul ‘Alamin, dan dampak buruk kelalaian tersebut sangatlah mengkhawatirkan.

Karena itu, setiap orang tua perlu memahami hak-hak buah hatinya serta strategi yang tepat dalam pembinaan mereka.
 

Hadis tentang Tanggung Jawab


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ، وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ...

“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai tanggung jawab atas yang dipimpinnya. Seorang penguasa akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya. Seorang istri bertanggung jawab di rumah suaminya. Seorang pelayan menjaga harta majikannya. Maka setiap kalian adalah pemimpin dan pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ إثما أنْ يُضَيّعَ مَنْ يَقُوتُ

“Cukuplah seseorang berdosa bila ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Dawud no. 1692, An-Nasa’i no. 9132, Ahmad no. 6495)
 

Hak-hak Buah Hati dari Orang Tua


Diriwayatkan bahwa seorang lelaki datang mengadu kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu tentang anaknya yang dianggap durhaka. Umar menasihati sang anak, namun anak itu berkata, “Bukankah seorang anak juga memiliki hak atas ayahnya?” Umar menjawab, “Benar.”

Sang anak bertanya lagi, “Apa saja itu?” Umar berkata, “Memilihkan ibu yang baik, memberi nama yang indah, serta mengajarkan Al-Qur’an.”

Namun anak itu menjawab, “Ayahku tidak melakukan satupun. Ibuku adalah seorang wanita bekas budak Majusi, aku diberi nama buruk, dan tidak pernah diajarkan Al-Qur’an walau satu huruf.”

Maka Umar menoleh kepada ayahnya dan berkata, “Engkau datang mengeluhkan durhaka anakmu, padahal engkau telah berlaku aniaya sebelum ia mendurhakaimu.”
 

Senjata Terkuat dalam Membina Anak


Salah satu metode paling ampuh dalam mendidik keturunan, selain menimba ilmu agama dan memahami pola pengasuhan, adalah dengan senantiasa memanjatkan doa. Angkatlah tangan ke langit, mohonkan kebaikan yang luas bagi putra-putri kita dengan hati yang ikhlas, karena doa adalah senjata orang beriman dan keberhasilan sejati hanya dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Nabi Ibrahim ‘alaihissalam senantiasa memohon kebaikan untuk zuriatnya. Di antaranya, beliau berdoa:

رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ

“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada-Mu, serta dari keturunan kami umat yang berserah diri kepada-Mu.” (QS. Al-Baqarah: 128)

وَٱجْنُبْنِى وَبَنِىَّ أَن نَّعْبُدَ ٱلْأَصْنَامَ

“Dan jauhkanlah aku serta anak cucuku dari menyembah berhala.” (QS. Ibrahim: 35)

رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan keturunanku orang-orang yang tetap mendirikan salat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

Doa-doa Nabi Ibrahim ini membuktikan betapa besar perhatian beliau terhadap masa depan generasi penerus. Dan Allah pun mengabulkannya, karena banyak nabi dan rasul lahir dari garis keturunan beliau, termasuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 

Kisah Fudhail bin ‘Iyadh


Al-Imam Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah dikenal sebagai seorang ulama besar yang zuhud, tekun beribadah, dan memiliki pengaruh besar pada zamannya. Namun meskipun beliau seorang alim, bukan berarti perjalanan dalam mendidik keluarganya selalu mulus. Beliau pernah menghadapi kesulitan serius dalam membina putranya yang bernama ‘Ali.

‘Ali kecil memiliki watak yang cukup keras. Fudhail berusaha mendidiknya dengan nasihat, teguran, bahkan teladan nyata dalam ibadah. Akan tetapi, sang anak tetap sulit diarahkan. Dalam kondisi seperti itu, sebagian orang mungkin akan menyerah atau hanya mengandalkan usaha lahiriah. Tetapi Fudhail memilih jalan yang paling utama: menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan putranya kepada Allah Yang Maha Membolak-balikkan hati.

Beliau berdoa dengan penuh kerendahan hati:

اللَّهُمَّ إِنِّي اجْتَهَدْتُ أَنْ أَؤدِّبَ عَلِيًّا فَلَمْ أَقْدِرْ عَلَى تَأْدِيْبِهِ فَأَدِّبْهُ أَنتَ لِي

“Ya Allah, aku telah berusaha keras untuk mendidik ‘Ali, tetapi aku tak mampu. Maka Engkau sajalah yang mendidiknya untukku.”

Doa itu lahir dari rasa pasrah total. Fudhail sadar bahwa hidayah bukan hasil jerih payah semata, melainkan karunia murni dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Tak lama berselang, Allah benar-benar mengabulkan doa tersebut. ‘Ali tumbuh menjadi seorang ahli ibadah yang sangat khusyu’, hatinya lembut, dan rasa takutnya kepada Allah begitu mendalam. Ia dikenal sebagai orang yang tekun dalam qiyamul lail dan banyak menangis karena takut akan murka Allah. Bahkan sebagian ulama pada masanya kagum dengan ketakwaannya yang luar biasa, padahal ia dahulu sulit diarahkan.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa sebesar apapun upaya orang tua dalam mendidik anak, hasil akhirnya berada di tangan Allah. Tugas kita adalah berusaha sebaik mungkin, memberi teladan yang benar, lalu memperkuat usaha itu dengan doa yang tulus. Sebab doa orang tua adalah salah satu doa yang paling mustajab, yang mampu menembus langit dan mengubah jalan hidup seorang anak.
 

Penutup


Karena itu, wahai para ayah dan bunda, jangan meremehkan pentingnya doa. Panjatkanlah permohonan tulus bagi buah hati kita, terutama di waktu dan tempat yang mustajab. Allah telah berjanji:

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ

“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan untukmu.” (QS. Ghafir: 60)

Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan. Semoga Allah senantiasa menjaga anak-anak kita, membimbing dan mencurahkan rahmat-Nya. Aamiin.
×
Berita Terbaru Update