Fikroh.com - Apa Itu 'Darurat Seblak'? Istilah 'Darurat Seblak' menjadi viral baru-baru ini setelah seorang dokter umum di Bandung Barat, dr. Mariska Haris, membagikan pengalaman menangani pasien yang mengalami masalah kesehatan akibat konsumsi seblak berlebihan. Pada awal September 2025, dr. Mariska menceritakan kasus seorang wanita berusia 21 tahun yang rutin makan seblak setiap hari, bahkan dua kali sehari, sambil jarang mengonsumsi makanan pokok seperti nasi.
Pasien ini akhirnya didiagnosis mengalami gastritis erosif, yaitu peradangan pada lapisan lambung yang menyebabkan erosi atau pengikisan mukosa lambung. Gejala yang dialami termasuk demam, batuk, mual, muntah, sakit perut, kehilangan nafsu makan, hingga tubuh lemas hingga tak bisa bangun dari tempat tidur. Kasus serupa juga terjadi pada pasien remaja 17 tahun yang makan seblak super pedas selama dua minggu, menyebabkan kolik abdomen dan perdarahan lambung ringan.
Menurut dr. Aru Ariadno, SpPD, spesialis penyakit dalam, seruan ini muncul karena tren konsumsi seblak yang ekstrem, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda, sering kali mengabaikan keseimbangan gizi. Seblak, makanan khas Sunda berbahan kerupuk basah yang direbus dengan bumbu pedas (cabai, kencur, bawang), topping seperti sosis, bakso, atau telur, memang lezat dan populer. Namun, kandungannya yang tinggi kalori, lemak, garam, MSG, dan capsaicin (dari cabai) bisa berbahaya jika dikonsumsi berlebihan, terutama tanpa asupan nutrisi seimbang.
Risiko Kesehatan Makan Seblak Berlebihan
Konsumsi seblak secara rutin (misalnya setiap hari atau dalam porsi besar) dapat memicu berbagai masalah kesehatan, terutama pada sistem pencernaan, jantung, dan metabolisme. Berikut adalah risiko utama berdasarkan penjelasan dokter dan studi terkait:
1. Gangguan Pencernaan dan Radang Lambung (Gastritis Erosif)
Bumbu pedas dan berminyak dalam seblak dapat mengiritasi lapisan lambung, terutama jika dimakan saat perut kosong atau dalam kondisi lambung yang sudah sensitif. Capsaicin dari cabai merangsang produksi asam lambung berlebih, menyebabkan erosi mukosa lambung. Gejala: Sakit perut, mual, muntah, kembung, diare, atau bahkan perdarahan lambung (tinja hitam). Pada kasus ekstrem seperti pasien dr. Mariska, ini bisa berujung pada maag kronis, GERD (refluks asam), atau tukak lambung. Risiko lebih tinggi bagi penderita maag atau stres.
2. Hipertensi dan Masalah Jantung
Seblak kaya natrium (dari garam, kerupuk, dan MSG), yang bisa melebihi batas harian (kurang dari 2.000 mg/hari). Asupan berlebih meningkatkan tekanan darah, membebani pembuluh darah, dan berisiko menyebabkan penyakit jantung koroner atau stroke. Lemak jenuh dari topping gorengan juga menaikkan kolesterol LDL (jahat), memperburuk kondisi kardiovaskular.
3. Obesitas dan Diabetes Tipe 2
Satu porsi seblak bisa mengandung 200-300 kkal, sebagian besar dari karbohidrat (kerupuk, mie) dan lemak, tapi minim serat dan protein seimbang. Konsumsi harian bisa menyebabkan penumpukan kalori, kenaikan berat badan, resistensi insulin, dan gangguan gula darah. Studi menunjukkan pola makan tinggi kalori dan natrium seperti ini berkontribusi pada obesitas, yang memicu diabetes.
4. Dehidrasi dan Gangguan Ginjal
Rasa pedas membuat tubuh berkeringat lebih banyak, kehilangan cairan, dan rentan dehidrasi. Natrium tinggi juga membebani ginjal, meningkatkan risiko batu ginjal atau kerusakan jangka panjang. Jika dikonsumsi malam hari, efek ini bisa mengganggu tidur karena sering buang air kecil atau mulas.
5. Malnutrisi dan Masalah Lainnya
Jika seblak jadi makanan utama (seperti kasus pasien dr. Mariska), ini bisa menyebabkan kekurangan nutrisi, anemia, atau bahkan stunting pada remaja (karena minim vitamin dan mineral). Bagi perempuan, konsumsi berlebih berisiko mengganggu hormon (misalnya PCOS), siklus menstruasi, atau kesuburan karena ketidakseimbangan gizi. Ada juga risiko infeksi usus (seperti radang usus buntu) jika higiene pengolahan buruk, meski ini lebih jarang.
Risiko ini lebih tinggi pada anak muda, ibu hamil (bisa picu preeklamsia atau obesitas), atau orang dengan riwayat penyakit kronis. Kemenkes RI juga mengingatkan bahwa tren jajan tidak sehat seperti seblak bisa berkontribusi pada anemia massal, seperti kasus 8.000 remaja di Karawang pada 2025.
Tips Mengonsumsi Seblak dengan Aman
Seblak bukan makanan terlarang, tapi harus bijak. Berikut saran dari dokter:
- Batasi frekuensi, Maksimal 1-2 kali seminggu, porsi kecil (hindari setiap hari).
- Pilih versi sehat, Tambah sayur (kolplay, sawi), protein rendah lemak (telur rebus, ayam), kurangi topping gorengan dan level pedas. Hindari saat perut kosong.
- Perhatikan bahan, Pilih kerupuk segar, hindari yang mengandung pengawet berlebih atau MSG tinggi. Pastikan higiene pengolahan untuk cegah infeksi.
- Imbangi nutrisi, Minum air putih banyak (2-3 liter/hari) untuk cegah dehidrasi. Kombinasikan dengan makanan bergizi seperti buah, sayur, dan nasi.
- Konsultasi dokter, Jika punya riwayat maag, hipertensi, atau hamil, tanyakan dulu. Segera periksa jika gejala seperti muntah darah, tinja hitam, atau nyeri hebat muncul.
Dengan kesadaran ini, kita bisa menikmati kuliner Indonesia tanpa mengorbankan kesehatan. Jika Anda sering makan seblak, perhatikan pola makan secara keseluruhan untuk jaga keseimbangan.
