Notification

×

Iklan

Iklan

Ribuan Mahasiswa Desak Copot Gus Yahya Staquf dari MWA UI

Jumat | September 19, 2025 WIB | 0 Views
Ribuan Mahasiswa Desak Copot Gus Yahya Staquf dari MWA UI

Fikroh.com - Jakarta – Gelombang desakan publik terhadap Ketua Umum PBNU sekaligus anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Indonesia, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, semakin menguat. Ribuan orang telah menandatangani petisi online yang menuntut pencopotannya dari MWA UI, buntut dari polemik undangan tokoh Amerika, Peter Berkowitz, ke forum yang digelar Program Studi Arab dan Islam (PSAU) UI pada 23 Agustus 2025 lalu.
 

Awal Kontroversi: Undangan Peter Berkowitz


Kontroversi bermula ketika PSAU UI menghadirkan Peter Berkowitz sebagai pembicara dalam sebuah seminar internasional. Kehadiran akademisi asal Amerika Serikat itu segera memicu kritik lantaran sebagian kalangan menilai Berkowitz memiliki pandangan pro-Zionis dan keterkaitan dengan lembaga yang dianggap mendukung kebijakan Israel di Palestina.

Isu ini cepat menyebar di media sosial dan ruang publik. Banyak pihak menilai kehadiran Berkowitz sebagai bentuk kelalaian, terlebih acara tersebut diselenggarakan di salah satu universitas paling bergengsi di Indonesia. Kecaman diarahkan kepada panitia acara, jajaran pengelola program, hingga ke tingkat MWA UI yang dinilai lalai dalam pengawasan.
 

Petisi Online Mencuat


Pada 12 September 2025, sekelompok mahasiswa UI yang tergabung dalam UI SJP meluncurkan sebuah petisi online di platform change.org dengan judul desakan pencopotan Gus Yahya dari keanggotaan MWA UI. Mereka menilai Gus Yahya, yang menjabat sebagai Ketua MWA, turut bertanggung jawab atas kelalaian tersebut.

Hanya dalam hitungan hari, dukungan publik mengalir deras. Laporan awal media menyebutkan lebih dari 2.800 orang telah menandatangani petisi tersebut. Data terbaru yang beredar pada 19 September 2025 menunjukkan angka hampir menyentuh 3.000 tanda tangan. Jumlah itu diperkirakan terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya sorotan publik.
 

Desakan dan Aksi Mahasiswa


Selain lewat petisi, sejumlah mahasiswa juga menggelar aksi protes di lingkungan kampus UI. Mereka menuntut transparansi, akuntabilitas, serta mekanisme seleksi narasumber yang lebih ketat di kemudian hari.

Dalam pernyataannya, kelompok mahasiswa menilai kasus ini tidak bisa dipandang sebagai persoalan administratif semata, melainkan menyangkut sensitivitas publik, khususnya terkait isu Palestina yang selama ini mendapat simpati luas dari masyarakat Indonesia.
 

Permintaan Maaf Gus Yahya


Menanggapi desakan itu, Gus Yahya telah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Ia mengakui adanya kelalaian dalam proses undangan pembicara dan menegaskan bahwa tidak ada niat untuk melukai perasaan publik, khususnya umat Islam yang sangat peduli dengan perjuangan rakyat Palestina.

“Ini adalah kelalaian kami dalam melakukan pengecekan mendalam atas latar belakang narasumber. Saya menyesal dan meminta maaf atas kejadian ini,” ungkapnya dalam pernyataan resmi.

Gus Yahya juga berjanji akan memperketat mekanisme evaluasi dan seleksi narasumber agar kejadian serupa tidak terulang. Namun, permintaan maaf itu tampaknya belum meredam kekecewaan sejumlah pihak yang tetap mendesak pencopotan dirinya dari MWA UI.
 

Sikap Universitas Indonesia


Pihak Universitas Indonesia sendiri hingga kini belum secara terbuka menyatakan langkah konkret terkait tuntutan petisi tersebut. Beberapa pengamat pendidikan menilai bahwa MWA UI sebagai lembaga pengambil kebijakan strategis perlu merespons secara serius aspirasi publik agar kepercayaan masyarakat terhadap UI tidak luntur.

Sejumlah pihak internal UI menekankan pentingnya menjaga marwah kampus dengan mengedepankan nilai inklusivitas sekaligus sensitif terhadap isu-isu global yang menyentuh aspek kemanusiaan dan keadilan.
 

Respons Publik dan Pengamat


Isu ini menarik perhatian luas tidak hanya dari kalangan akademisi, tetapi juga masyarakat umum. Publik menilai peristiwa ini menjadi ujian bagi transparansi tata kelola universitas di Indonesia.

Pengamat politik dan hubungan internasional menilai kasus ini bisa menjadi momentum perbaikan prosedur di perguruan tinggi, khususnya dalam mengundang narasumber asing. “Universitas tidak boleh abai terhadap rekam jejak dan kontroversi tokoh yang diundang, apalagi bila berkaitan dengan isu sensitif seperti Palestina,” ujar salah seorang analis.
 

Jalan Panjang Penyelesaian


Meski petisi online bukan instrumen formal dalam tata kelola universitas, namun gelombang dukungan ribuan tanda tangan menunjukkan adanya tekanan moral yang cukup kuat. Pencopotan seorang anggota MWA bukanlah hal sederhana, sebab mekanismenya diatur dalam statuta dan peraturan internal UI.

Namun, sorotan publik yang begitu besar bisa saja memengaruhi dinamika internal dan mendorong adanya evaluasi. Banyak pihak kini menunggu apakah UI akan mengambil langkah administratif atau sekadar memperkuat mekanisme pengawasan untuk mencegah kejadian serupa.
 

Penutup


Kontroversi undangan Peter Berkowitz dan desakan pencopotan Gus Yahya Staquf menjadi cermin sensitifnya isu Palestina di mata publik Indonesia. Ribuan tanda tangan dalam petisi online menunjukkan adanya gelombang protes yang tidak bisa diabaikan.

Ke depan, bagaimana UI merespons tuntutan tersebut akan menjadi penentu apakah kepercayaan masyarakat terhadap salah satu kampus terbesar di tanah air tetap terjaga, atau justru tergerus akibat dianggap mengabaikan suara publik.
×
Berita Terbaru Update