Notification

×

Iklan

Iklan

Perbedaan antara Salafi Sejati dan Madkhali yang Mengaku Salafi

Sabtu | September 20, 2025 WIB | 0 Views
Perbedaan antara Salafi Sejati dan Madkhali yang Mengaku Salafi

Fikroh.com - Dalam khazanah pemikiran Islam kontemporer, istilah Salafi sering menjadi perbincangan. Sayangnya, tidak jarang ada pihak-pihak yang mengaku sebagai pembawa bendera Salaf, namun perilakunya justru bertolak belakang dengan nilai-nilai ajaran Salaf yang sesungguhnya. Di antara kelompok yang sering dikritisi adalah kalangan Madkhali—sebuah aliran yang mengklaim sebagai Salafi, tetapi banyak sikap dan pendekatannya yang dianggap menyimpang dari prinsip dasar Salafiyyah.

Artikel ini mencoba membedah perbedaan antara Salafi sejati dengan Madkhali yang hanya mengaku Salafi, sebagaimana tercermin dalam sejumlah sikap dan karakteristik berikut.

1. Orientasi Keimanan

 
Salafi Sejati: fokus memperbaiki iman dirinya, meningkatkan ketakwaan, dan memperbanyak kedekatan dengan Allah SWT. Ia sibuk dengan muhasabah diri, karena sadar bahwa keselamatan akhirat bergantung pada amal pribadi yang ikhlas.
 
Madkhali: lebih sibuk mengomentari iman orang lain, lalu menjadikannya bahan kebanggaan di hadapan publik. Perhatiannya teralihkan pada menilai dan menghakimi, bukan memperbaiki hati sendiri.
 

2. Pandangan tentang Surga dan Neraka

 
Salafi Sejati: berjuang keras untuk memasukkan dirinya dan orang lain ke dalam surga, serta menjauhkan diri dan sesamanya dari api neraka. Sikapnya penuh kasih sayang, berharap kebaikan bagi seluruh Muslim.
 
Madkhali: justru berupaya membuktikan bahwa kelompok lain adalah penghuni neraka, sementara mereka sendiri mengklaim sebagai satu-satunya golongan yang selamat dan akan masuk surga.
 

3. Sikap terhadap Kesalahan Sesama Muslim

 
Salafi Sejati: mencari seribu alasan untuk memaafkan, menutupi aib, dan memohonkan ampun bagi saudara Muslim yang tergelincir dalam dosa atau kesalahan.
 
Madkhali: gemar menelusuri kekeliruan orang lain, mengorek aib, lalu menjadikannya bahan tuduhan, fitnah, dan kampanye hitam. Lisan mereka mudah menebar ghibah dan tajassus (mencari-cari kesalahan).
 

4. Sikap terhadap Penguasa

 
Salafi Sejati: berani mengingatkan dan menegur penguasa yang zalim, serta mengingkari setiap kebijakan yang merugikan agama dan umat. Ia meneladani para ulama terdahulu yang menjaga izzah agama di hadapan penguasa.
 
Madkhali: cenderung tunduk patuh kepada penguasa, bahkan dalam perkara maksiat. Bagi mereka, ketaatan kepada pemimpin bersifat mutlak, meskipun harus mengorbankan prinsip agama.
 

Menimbang Dua Jalan


Perbedaan mencolok antara keduanya diibaratkan seperti bumi dan langit (wa syattāna baina ats-tsarā wa ats-tsurayyā). Maka setiap Muslim sebaiknya bercermin: berada di barisan yang mana? Apakah termasuk golongan yang sibuk memperbaiki diri sambil menyeru kebaikan, ataukah hanya menjadi pengklaim Salafiyyah yang sibuk mencela orang lain?

Pendapat Para Ulama Tentang Aliran Madkhalisme 


Berikut adalah sejumlah pernyataan ulama besar mengenai sosok Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dan pengikutnya. Pendapat-pendapat ini menunjukkan bagaimana posisi beliau dinilai dalam dunia keilmuan Islam, khususnya terkait manhaj dan metode kritiknya.

Syaikh al-Albani رحمه الله:


“Seorang yang dangkal (سطحي).”
Dan pada kesempatan lain beliau berkata: “Dalam seluruh kitab-kitabnya terdapat sikap keras.”

Syaikh Abdullah bin Jibrin رحمه الله:


“Dia tidak diterima dalam bidang al-jarh wa at-ta’dil (kritik dan validasi perawi), karena ucapannya menunjukkan kebodohannya atau sikap pura-pura tidak tahu.”

Syaikh Falih bin Nafi’ al-Harbi حفظه الله:


“Seorang yang jahil, dikenal dengan kebodohan, dikenal dengan kedangkalan. Dakwahnya selalu seperti itu.”

Syaikh Abdul Karim bin Khudhair حفظه الله:


“Orang yang tidak dikenal (nobody). Ia berkata: fulan begini, fulan begitu, lalu mencela para imam Islam, ulama kaum Muslimin. Kalau ia berani mencela ulama besar, siapa lagi yang tersisa bagi kita?”

Syaikh Shalih al-Fauzan حفظه الله:


“Ilmu al-jarh wa at-ta’dil dalam hadis maksudnya adalah pada riwayat dan para perawi.”

Lalu ada yang berkata kepada beliau: “Wahai Syaikh, ada orang yang berdalil dengan perkataan al-Albani yang menyebut bahwa Syaikh Rabi’ adalah pembawa panji al-jarh wa at-ta’dil.”

Beliau menjawab: “Kita tidak terikat dengan al-Albani atau selain al-Albani.”
Kemudian orang itu berkata: “Wahai Syaikh, ada orang-orang yang berdalil dengan ucapan Syaikh Rabi’. Jika beliau tidak men-tahdzir atau menyesatkan seseorang, maka mereka sendiri akan menyesatkan atau mengusirnya.”
Beliau menjawab: “Jangan hiraukan mereka, anggap saja mereka tidak ada. Sibukkanlah diri kalian dengan berdakwah kepada Allah dan ajarkanlah kebaikan kepada manusia.”

Al-‘Allamah Abdul Qadir Syaibah رحمه الله:


“Rabi’ al-Madkhali adalah seorang pendusta.”

Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi حفظه الله:


“Rabi’ al-Madkhali tidak mewakili Ahlus Sunnah.”

Syaikh Shalih as-Sadlan (anggota Hai’ah Kibarul Ulama, Arab Saudi):


“Rabi’ al-Madkhali adalah seorang Murji’, dan yang saya ketahui, ia memang seorang Murji’.

Syaikh Abdullah al-Ghudayyan رحمه الله:


Beliau pernah ditanya: “Wahai Syaikh, apakah benar ada ulama jarh wa ta’dil di zaman sekarang?”
Beliau menjawab: “Demi Allah, wahai saudaraku, ilmu jarh wa ta’dil itu adanya dalam kitab-kitab.”
Penanya berkata lagi: “Apakah pada masa kita sekarang ini ada?”
Beliau menjawab: “Tidak. Ilmu jarh wa ta’dil adalah milik ulama hadis yang meriwayatkan kepada kita dengan sanad, dan itu ada di dalam kitab-kitab jarh wa ta’dil. Kita sekarang tidak membutuhkan seseorang pun.”
Penanya bertanya lagi: “Wahai Syaikh, ada yang mengatakan bahwa Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhali adalah pembawa panji jarh wa ta’dil.”
Beliau menjawab: “Tidak. Seandainya aku berpapasan dengannya di jalan, aku bahkan tidak mengenalnya. Aku tidak peduli siapa pun dia.”

Syaikh Shalih as-Suhaimi حفظه الله:


“Pengikut Rabi’ al-Madkhali lebih bodoh daripada sapi.”

Syaikh Mustafa bin al-‘Adawi حفظه الله:


“Dalam hal jarh wa ta’dil, terhadap dirinya perlu kehati-hatian (tidak bisa diterima begitu saja).”

Syaikh Abdurrahman Dimasyqiyyah حفظه الله:


“Al-Madkhali itu fasik dalam berdebat. Celakalah mereka dengan jarh wa ta’dil mereka.”

Penutup


Salafiyyah sejati bukanlah sekadar klaim atau identitas kelompok. Ia adalah manhaj hidup yang menekankan keikhlasan, kasih sayang, dan komitmen terhadap kebenaran, baik dalam memperbaiki diri, menasehati sesama, maupun bersikap tegas terhadap kezhaliman.

Sementara itu, sikap eksklusif, gemar menyesatkan, serta loyal buta kepada penguasa adalah penyimpangan dari ruh Salafiyyah yang sesungguhnya. Maka penting bagi umat Islam untuk lebih cermat membedakan antara Salafi yang benar dengan Madkhali yang hanya mengaku Salafi, agar tidak terjebak pada klaim semata dan meninggalkan esensi ajaran Islam yang penuh rahmat.
×
Berita Terbaru Update