Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Maulid Nabi dan Dimensi Jihad

Kamis | September 04, 2025 WIB | 0 Views
Maulid Nabi dan Dimensi Jihad

Fikroh.com - Perayaan Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa menghadirkan diskursus panjang dalam khazanah pemikiran Islam. Sebagian kalangan menekankan aspek tradisi, ekspresi cinta, dan syiar keagamaan, sementara yang lain mempertanyakan legitimasi hukumnya. Namun, perbedaan itu menemukan dimensi baru ketika kita menyaksikan bagaimana para mujahidin Gaza memaknai Maulid di tengah pertempuran Thufanul Aqsha.

Bagi mereka, Maulid bukanlah sekadar peringatan seremonial, melainkan manifestasi cinta sejati yang diwujudkan dalam jihad. Di tengah hujan bom dan desingan peluru, para pejuang Gaza melantunkan qasidah singkat “إلا رسول الله” (illa Rasul Allah – Kecuali Rasulullah!). Seruan ini bukanlah sekadar syair, melainkan semboyan yang sarat makna: bahwa segala sesuatu dapat digadaikan, kecuali kehormatan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Makna Historis Seruan “إلا رسول الله”

Ungkapan “إلا رسول الله” telah menjadi simbol perlawanan umat Islam terhadap segala bentuk penghinaan kepada Rasulullah. Kampanye global dengan slogan ini mencuat pada tahun 2020 sebagai reaksi atas penerbitan ulang karikatur yang melecehkan Nabi di Prancis. Sejak saat itu, kalimat ini bukan hanya slogan verbal, tetapi juga ekspresi kolektif cinta dan pembelaan terhadap Rasulullah.

Di Gaza, kalimat tersebut memperoleh makna yang lebih substansial. Jika di tempat lain ia sekadar dikumandangkan dalam unjuk rasa, maka di bumi para syuhada ia dihidupkan dengan darah, pengorbanan, dan perlawanan. Dengan demikian, Gaza menghadirkan wajah Maulid yang berbeda: jihad sebagai qasidah, dan syahid sebagai persembahan cinta tertinggi.

Perbandingan Simbolik: Mahallul Qiyam dan Mahallul Qital

Dalam tradisi Maulid di banyak negeri Muslim, terdapat momen mahallul qiyam, di mana hadirin berdiri penuh haru sebagai bentuk penghormatan atas kelahiran Nabi. Air mata mengalir, doa-doa dipanjatkan, dan hati larut dalam cinta kepada Rasulullah. Namun, bagi mujahidin Gaza, momen itu berubah menjadi mahallul qital. Mereka berdiri bukan sekadar dengan doa, melainkan dengan senjata. Jika di negeri lain kembang api mewarnai langit perayaan, maka di Gaza dentuman roket dan cahaya perlawanan menjadi “kembang api” yang menggetarkan.

Doa dan Harapan bagi Gaza

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا وحبيبنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

“Ya Allah, Engkau saksikan para mujahidin Gaza menolong agama-Mu dengan darah mereka, membela tanah Isra’ Nabi-Mu dengan nyawa mereka, dan menjaga kehormatan Rasul-Mu dengan segenap pengorbanan. Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Maha Mulia.

Ya Allah, muliakan para syuhada mereka, angkat derajatnya di sisi-Mu, ampuni dosa-dosanya, sembuhkan yang terluka, lindungi yang tertindas, beri makan yang lapar, pakaikan yang telanjang, dan mudahkan jalan kemenangan bagi mereka.

Ya Allah, jadikanlah jihad, kesabaran, dan keteguhan rakyat Gaza sebagai pintu menuju kejayaan Islam dan kemuliaan umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Cinta Rasulullah dan Solidaritas Umat

Dari refleksi ini dapat disimpulkan bahwa cinta sejati kepada Rasulullah tidak berhenti pada ritual seremonial, melainkan terwujud dalam pembelaan nyata terhadap agama, risalah, dan umatnya. Gaza memberikan teladan bahwa jihad adalah bentuk tertinggi dari mahabbah Rasul. Maka, mencintai para mujahidin Gaza dan mendukung perjuangan mereka adalah bagian dari ekspresi cinta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

×
Berita Terbaru Update