Notification

×

Iklan

Iklan

Hukum Menitipkan Orang Tua di Panti Jompo Menurut Islam

Jumat | September 19, 2025 WIB | 0 Views
Hukum Menitipkan Orang Tua di Panti Jompo Menurut Islam

Fikroh.com - Berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban yang sangat agung dalam ajaran Islam. Ketaatan seorang anak kepada kedua orang tuanya merupakan bentuk penghambaan kepada Allah SWT, karena keridaan Allah sangat erat kaitannya dengan keridaan orang tua. Al-Qur’an dengan tegas menegaskan hal ini dalam berbagai ayat.

Allah SWT berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah kamu membentak mereka, serta ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra: 23).

Ayat ini menegaskan bahwa setelah perintah tauhid, kewajiban terbesar seorang muslim adalah berbakti kepada kedua orang tuanya. Bahkan, Allah SWT menyandingkan larangan syirik dengan perintah berbuat baik kepada orang tua, sebagaimana dalam firman-Nya:

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Katakanlah: ‘Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, dan berbuat baiklah terhadap kedua orang tua.’” (QS. Al-An’am: 151).
 

Keutamaan Berbakti kepada Orang Tua


Berbakti kepada orang tua adalah amal yang sangat dicintai Allah setelah kewajiban shalat. Bahkan Rasulullah SAW menyebutkan bahwa kesempatan berbakti kepada orang tua yang sudah lanjut usia merupakan jalan besar menuju surga.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh hina, sungguh hina, sungguh hina seseorang yang mendapati kedua orang tuanya atau salah satunya masih hidup dalam keadaan tua, namun ia tidak masuk surga (dengan berbakti kepada keduanya).” (HR. Muslim).

Sebaliknya, durhaka kepada orang tua termasuk dalam dosa besar. Hanya sekadar ucapan yang menyakiti hati mereka saja sudah tergolong dosa, apalagi jika sampai menelantarkan atau tidak mengurusnya.
 

Menitipkan Orang Tua di Panti Jompo: Tinjauan Hukum


Lantas bagaimana hukum menitipkan orang tua di panti jompo dalam perspektif Islam?

Rasulullah SAW pernah menegaskan:

“Maukah aku beritahukan kepada kalian dosa-dosa besar yang paling besar?” Beliau mengulanginya tiga kali. Para sahabat menjawab: “Iya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan dalil-dalil tersebut, mayoritas ulama berpendapat bahwa pada dasarnya menitipkan orang tua ke panti jompo tidak dibenarkan. Hal itu dipandang sebagai bentuk pengabaian tanggung jawab anak terhadap orang tuanya. Namun, ada pengecualian apabila:
 
  • Orang tua sendiri yang menghendaki atau merelakannya.
  • Kondisi sangat terpaksa, misalnya karena keterbatasan fisik atau kemampuan anak dalam merawatnya.
  • Tidak ada unsur paksaan ataupun pengusiran dari pihak anak.

Di luar kondisi tersebut, menitipkan orang tua di panti jompo dapat dianggap sebagai bentuk kedurhakaan, bahkan menyerupai “pengusiran halus” karena tidak ingin direpotkan dengan kewajiban merawat mereka.
 

Perspektif Sosial dan Budaya Islam


Dalam tradisi Islam, konsep keluarga dibangun atas dasar ‘a’ilah (keluarga besar/extended family), di mana tiga generasi bisa hidup dalam satu rumah atau lingkungan dekat. Sistem ini menjaga kehangatan, kasih sayang, dan keberlangsungan nilai-nilai agama dalam keluarga.

Sebaliknya, menitipkan orang tua di panti jompo lebih dikenal dalam budaya Barat yang individualistik, bukan dalam budaya Islam yang menekankan ikatan kekeluargaan. Karena itu, umat Islam semestinya menolak pola pikir yang menjadikan orang tua sebagai beban ketika mereka sudah lanjut usia.

Allah SWT kembali mengingatkan:

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا

“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya.” (QS. Al-‘Ankabut: 8).

Ancaman Keras Bagi Anak yang Durhaka kepada Kedua Orang Tuanya


Durhaka kepada orang tua merupakan salah satu dosa besar yang mendapatkan ancaman keras dalam Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan hal ini dalam banyak hadits.

Dalam hadits dari Abu Bakrah, beliau bersabda:

 أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ

“Maukah kalian aku beritahukan dosa yang paling besar?” Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “(Yaitu) berbuat syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua.” (HR. Bukhari no. 5975)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan peringatan bahwa dosa durhaka kepada orang tua mendapatkan balasan langsung di dunia:

 كلُّ ذنوبٍ يؤخِرُ اللهُ منها ما شاءَ إلى يومِ القيامةِ إلَّا البَغيَ وعقوقَ الوالدَينِ ، أو قطيعةَ الرَّحمِ ، يُعجِلُ لصاحبِها في الدُّنيا قبلَ المَوتِ

“Setiap dosa, Allah akan menunda (hukumannya) sesuai dengan kehendak-Nya hingga hari Kiamat, kecuali kedzaliman, durhaka kepada orang tua, dan memutuskan silaturrahim. Sesungguhnya dosa-dosa tersebut akan disegerakan balasannya di dunia sebelum kematian.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad no. 459)

Bahkan, membuat orang tua menangis termasuk bentuk kedurhakaan. Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata:

 بُكَاءُ الْوَالِدَيْنِ مِنَ الْعُقُوقِ وَالْكَبَائِرِ

“Tangisan kedua orang tua termasuk kedurhakaan dan tergolong dosa besar.” (HR. Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, hlm. 31. Lihat Ash-Shahihah, 2898)

Hal ini dipertegas dalam Al-Qur’an. Allah melarang keras anak bersikap kasar, bahkan sekadar mengucapkan kata “ah” kepada orang tua:

 اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

“Jika salah seorang di antara keduanya atau keduanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’, dan janganlah engkau membentak mereka. Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra` [17]: 23)

Ibnu Katsir menjelaskan, larangan mengucapkan “ah” menunjukkan bahwa menyakiti orang tua dalam bentuk sekecil apapun tetap terhitung dosa. Bahkan, jika ada sikap yang lebih ringan dari kata “ah”, niscaya Allah pun akan melarangnya.

Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegaskan bahwa orang yang durhaka kepada orang tua tidak akan masuk surga, sementara anak yang berbakti kepada orang tuanya tidak akan masuk neraka.

Syaikh As-Sa’di menjelaskan, bentuk kedurhakaan terbagi menjadi dua:

1. Sengaja bersikap buruk kepada orang tua. Ini termasuk dosa besar dan kedurhakaannya lebih berat.
2. Tidak berbuat baik kepada orang tua meski tanpa menyakiti. Sikap ini tetap haram, meskipun tingkatannya lebih ringan dibanding yang pertama.

Kesimpulan


Dengan demikian, hukum menitipkan orang tua di panti jompo adalah haram, kecuali dalam kondisi darurat atau atas kerelaan orang tua itu sendiri. Kewajiban seorang anak adalah merawat, melayani, dan menjaga orang tua hingga akhir hayat mereka.

Bahkan, ucapan yang menyakitkan saja dilarang keras, apalagi sampai menelantarkan. Orang tua telah merawat kita sejak kecil dengan penuh pengorbanan. Maka kewajiban kita adalah membalasnya dengan bakti, doa, dan pelayanan terbaik di masa senja mereka.

Buya Yahya pernah berpesan: “Rawatlah ibumu sebagaimana kondisinya. Sebab satu hari berbakti, banyak keberkahan yang akan datang kepadamu.”
×
Berita Terbaru Update