Fikroh.com - Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud, yang lebih dikenal dengan inisial MBS, adalah salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia Arab kontemporer. Ia lahir di Riyadh, ibu kota Arab Saudi, pada 31 Agustus 1985. Posisinya sebagai anak ketujuh Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud dari istri ketiganya, Fahda binti Falah bin Sultan Al Hithlain, menjadikan dirinya bagian dari cabang keluarga kerajaan yang memiliki legitimasi kuat. Sejak kecil, Mohammed bin Salman tumbuh di dalam lingkungan istana yang sarat dengan dinamika politik dan administrasi kerajaan.
Berbeda dengan beberapa pangeran lain yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri, Mohammed bin Salman menghabiskan masa mudanya di Arab Saudi. Ia dididik dengan pola disiplin yang ketat, bahkan sejak dini memperlihatkan minat pada urusan kenegaraan, bisnis, dan strategi. Sumber-sumber keluarga menyebutkan bahwa MBS tumbuh sebagai anak yang dekat dengan ayahnya, Salman, yang kala itu menjabat sebagai gubernur Riyadh selama beberapa dekade. Pengaruh Salman, yang dikenal tekun dan teliti dalam urusan administrasi, jelas membentuk cara pandang MBS tentang pemerintahan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Riyadh, Mohammed bin Salman melanjutkan kuliahnya di Universitas Raja Saud, salah satu universitas ternama di negara itu. Ia memilih jurusan hukum, bidang yang kelak memberinya pemahaman tentang sistem regulasi dan struktur hukum kerajaan. Lulus dengan predikat peringkat kedua dari angkatannya, ia memperlihatkan kecerdasan akademis yang disertai ambisi besar untuk berkiprah dalam lingkaran kekuasaan.
Perjalanan kariernya dimulai bukan langsung di panggung pemerintahan, melainkan melalui peran sebagai penasihat. Setelah ayahnya naik menjadi Putra Mahkota pada tahun 2012, Mohammed bin Salman ditarik ke lingkar dalam istana sebagai kepala istana dan penasihat pribadi ayahnya. Dari posisi inilah ia mulai belajar seluk-beluk pengelolaan negara. Dengan kecerdasannya, ia berhasil mengonsolidasikan sejumlah kewenangan penting, sekaligus menunjukkan gaya kepemimpinan yang tegas, pragmatis, dan terkadang dianggap keras.
Kenaikan karier MBS berlangsung cepat seiring perubahan politik dalam keluarga kerajaan. Ketika Salman naik takhta pada Januari 2015, Mohammed bin Salman langsung diangkat sebagai Menteri Pertahanan, sebuah jabatan strategis yang sebelumnya selalu dipegang oleh pangeran senior. Pada usia yang baru menginjak 29 tahun, ia menjadi Menteri Pertahanan termuda di dunia. Jabatan ini segera menguji kepemimpinannya. Hanya beberapa bulan setelah menjabat, ia meluncurkan operasi militer besar di Yaman dengan tujuan menghalau gerakan Houthi yang dianggap sebagai proxy Iran. Operasi ini membuat namanya mendunia: di satu sisi dipandang sebagai simbol keberanian Saudi dalam menghadapi Iran, tetapi di sisi lain menuai kritik karena menyebabkan krisis kemanusiaan di Yaman.
Selain jabatan di bidang pertahanan, Mohammed bin Salman juga memimpin Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan, lembaga yang mengendalikan kebijakan ekonomi negara. Dari sinilah ia meluncurkan proyek ambisius bernama Visi 2030, sebuah rencana jangka panjang untuk mentransformasi ekonomi Saudi agar tidak lagi bergantung pada minyak. Dalam visi tersebut, ia merancang privatisasi sebagian aset negara, pengembangan sektor pariwisata, investasi dalam teknologi, serta pembangunan mega-proyek futuristik seperti NEOM, sebuah kota pintar di pesisir Laut Merah.
Visi 2030 membawa angin baru di Arab Saudi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kerajaan mulai membuka diri pada dunia hiburan, memperbolehkan bioskop beroperasi, mengizinkan konser musik internasional, hingga membuka peluang wisatawan asing mengunjungi kerajaan dengan visa turis. Di bawah kepemimpinan MBS, reformasi sosial yang mengejutkan dunia adalah dihapusnya larangan mengemudi bagi perempuan pada 2018. Keputusan ini menjadi simbol kuat dari modernisasi Saudi, meski di sisi lain memunculkan pertanyaan mengenai sejauh mana reformasi tersebut tulus atau sekadar strategi citra internasional.
Kebijakan luar negeri MBS menunjukkan gaya kepemimpinan yang agresif sekaligus kalkulatif. Selain intervensi di Yaman, ia memimpin isolasi diplomatik terhadap Qatar pada 2017, dengan tuduhan mendukung terorisme dan terlalu dekat dengan Iran. Krisis Teluk ini berlangsung bertahun-tahun hingga akhirnya berakhir dengan rekonsiliasi pada 2021. MBS juga memainkan peran penting dalam memelihara hubungan dekat dengan Amerika Serikat, terutama di era Presiden Donald Trump. Hubungan personalnya dengan Jared Kushner, menantu Trump, menjadikannya salah satu tokoh kunci dalam inisiatif perdamaian Timur Tengah yang dikenal sebagai Abraham Accords.
Namun, karier MBS tidak luput dari kontroversi besar. Pada 2018, dunia diguncang oleh kasus pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis asal Saudi yang terbunuh di konsulat kerajaan di Istanbul. Laporan intelijen Amerika Serikat menyebutkan adanya keterlibatan langsung atau tidak langsung MBS dalam peristiwa tersebut, meski ia secara resmi membantah memberikan perintah. Kasus ini sempat mencoreng reputasinya di mata dunia, tetapi seiring berjalannya waktu, hubungan diplomatik Saudi dengan negara-negara Barat tetap kembali normal karena kepentingan ekonomi dan geopolitik.
Selain itu, MBS dikenal melakukan konsolidasi kekuasaan yang drastis. Pada 2017, ia memimpin operasi besar-besaran yang disebut sebagai kampanye antikorupsi, di mana puluhan pangeran, pejabat, dan pengusaha kaya ditahan di hotel Ritz-Carlton Riyadh. Meskipun secara resmi dikatakan sebagai upaya membersihkan praktik korupsi, banyak pengamat menilai langkah itu sebagai cara MBS menyingkirkan saingan politik sekaligus memperkuat kendali atas kerajaan. Hasil dari operasi tersebut adalah miliaran dolar aset yang disita dan dipindahkan ke kas negara.
Meski begitu, daya tarik MBS tidak hanya terletak pada politik dan reformasi. Ia juga aktif dalam sektor teknologi dan energi masa depan. Arab Saudi di bawah kepemimpinannya mengumumkan investasi besar-besaran di bidang energi terbarukan, kecerdasan buatan, dan ekonomi digital. Kehadirannya dalam forum internasional seperti G20 sering mencuri perhatian, memperlihatkan dirinya sebagai representasi Saudi baru yang modern, berdaya saing, dan siap menjadi pusat ekonomi global.
Dalam kehidupan pribadi, Mohammed bin Salman dikenal relatif tertutup. Ia menikah dengan Putri Sara binti Mashour bin Abdulaziz Al Saud, yang masih berasal dari keluarga kerajaan. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai empat anak. MBS sendiri digambarkan sebagai sosok pekerja keras yang kerap tidur hanya beberapa jam sehari, lebih memilih menghabiskan waktunya mengurusi urusan negara ketimbang tampil di acara sosial.
Pengakuan atas kiprahnya datang dari berbagai penjuru. Pada 2017, ia menerima penghargaan Legion of Honour dari Prancis. Pada 2019, Presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi, menganugerahinya tanda kehormatan tertinggi negara itu, Nishan al-Istihqaq al-Tunisi. Sejumlah negara lain juga memberinya medali dan penghargaan atas kontribusi dalam memperkuat hubungan bilateral. Media internasional kerap menempatkannya dalam daftar tokoh paling berpengaruh di dunia, terutama karena keberanian mengambil keputusan besar yang mengguncang tatanan lama.
Dalam kesimpulannya, Mohammed bin Salman adalah figur yang membawa Arab Saudi ke persimpangan sejarah. Di satu sisi, ia adalah reformis muda yang membuka jalan modernisasi melalui Visi 2030, melonggarkan tradisi sosial yang kaku, serta mengundang dunia untuk berinvestasi di kerajaan. Di sisi lain, ia juga pemimpin kontroversial dengan gaya otoriter, tidak segan menggunakan cara keras untuk mengamankan posisinya. Kombinasi antara visi futuristik dan konsolidasi kekuasaan membuatnya menjadi tokoh kompleks yang dikagumi sekaligus dikritik.
Hari ini, Mohammed bin Salman berdiri bukan hanya sebagai Putra Mahkota dan Perdana Menteri Arab Saudi, tetapi juga sebagai simbol perubahan di Timur Tengah. Apakah reformasi yang ia canangkan akan benar-benar mengubah wajah kerajaan atau hanya memperindah citra semata, sejarah yang akan menjawabnya. Namun yang jelas, nama Mohammed bin Salman sudah tercatat sebagai salah satu penguasa paling berpengaruh dan kontroversial di abad ke-21.
Berbeda dengan beberapa pangeran lain yang lebih banyak menghabiskan waktu di luar negeri, Mohammed bin Salman menghabiskan masa mudanya di Arab Saudi. Ia dididik dengan pola disiplin yang ketat, bahkan sejak dini memperlihatkan minat pada urusan kenegaraan, bisnis, dan strategi. Sumber-sumber keluarga menyebutkan bahwa MBS tumbuh sebagai anak yang dekat dengan ayahnya, Salman, yang kala itu menjabat sebagai gubernur Riyadh selama beberapa dekade. Pengaruh Salman, yang dikenal tekun dan teliti dalam urusan administrasi, jelas membentuk cara pandang MBS tentang pemerintahan.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Riyadh, Mohammed bin Salman melanjutkan kuliahnya di Universitas Raja Saud, salah satu universitas ternama di negara itu. Ia memilih jurusan hukum, bidang yang kelak memberinya pemahaman tentang sistem regulasi dan struktur hukum kerajaan. Lulus dengan predikat peringkat kedua dari angkatannya, ia memperlihatkan kecerdasan akademis yang disertai ambisi besar untuk berkiprah dalam lingkaran kekuasaan.
Perjalanan kariernya dimulai bukan langsung di panggung pemerintahan, melainkan melalui peran sebagai penasihat. Setelah ayahnya naik menjadi Putra Mahkota pada tahun 2012, Mohammed bin Salman ditarik ke lingkar dalam istana sebagai kepala istana dan penasihat pribadi ayahnya. Dari posisi inilah ia mulai belajar seluk-beluk pengelolaan negara. Dengan kecerdasannya, ia berhasil mengonsolidasikan sejumlah kewenangan penting, sekaligus menunjukkan gaya kepemimpinan yang tegas, pragmatis, dan terkadang dianggap keras.
Kenaikan karier MBS berlangsung cepat seiring perubahan politik dalam keluarga kerajaan. Ketika Salman naik takhta pada Januari 2015, Mohammed bin Salman langsung diangkat sebagai Menteri Pertahanan, sebuah jabatan strategis yang sebelumnya selalu dipegang oleh pangeran senior. Pada usia yang baru menginjak 29 tahun, ia menjadi Menteri Pertahanan termuda di dunia. Jabatan ini segera menguji kepemimpinannya. Hanya beberapa bulan setelah menjabat, ia meluncurkan operasi militer besar di Yaman dengan tujuan menghalau gerakan Houthi yang dianggap sebagai proxy Iran. Operasi ini membuat namanya mendunia: di satu sisi dipandang sebagai simbol keberanian Saudi dalam menghadapi Iran, tetapi di sisi lain menuai kritik karena menyebabkan krisis kemanusiaan di Yaman.
![]() |
| Mohammed bin Salman bin Abdulaziz Al Saud |
Selain jabatan di bidang pertahanan, Mohammed bin Salman juga memimpin Dewan Urusan Ekonomi dan Pembangunan, lembaga yang mengendalikan kebijakan ekonomi negara. Dari sinilah ia meluncurkan proyek ambisius bernama Visi 2030, sebuah rencana jangka panjang untuk mentransformasi ekonomi Saudi agar tidak lagi bergantung pada minyak. Dalam visi tersebut, ia merancang privatisasi sebagian aset negara, pengembangan sektor pariwisata, investasi dalam teknologi, serta pembangunan mega-proyek futuristik seperti NEOM, sebuah kota pintar di pesisir Laut Merah.
Visi 2030 membawa angin baru di Arab Saudi. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, kerajaan mulai membuka diri pada dunia hiburan, memperbolehkan bioskop beroperasi, mengizinkan konser musik internasional, hingga membuka peluang wisatawan asing mengunjungi kerajaan dengan visa turis. Di bawah kepemimpinan MBS, reformasi sosial yang mengejutkan dunia adalah dihapusnya larangan mengemudi bagi perempuan pada 2018. Keputusan ini menjadi simbol kuat dari modernisasi Saudi, meski di sisi lain memunculkan pertanyaan mengenai sejauh mana reformasi tersebut tulus atau sekadar strategi citra internasional.
Kebijakan luar negeri MBS menunjukkan gaya kepemimpinan yang agresif sekaligus kalkulatif. Selain intervensi di Yaman, ia memimpin isolasi diplomatik terhadap Qatar pada 2017, dengan tuduhan mendukung terorisme dan terlalu dekat dengan Iran. Krisis Teluk ini berlangsung bertahun-tahun hingga akhirnya berakhir dengan rekonsiliasi pada 2021. MBS juga memainkan peran penting dalam memelihara hubungan dekat dengan Amerika Serikat, terutama di era Presiden Donald Trump. Hubungan personalnya dengan Jared Kushner, menantu Trump, menjadikannya salah satu tokoh kunci dalam inisiatif perdamaian Timur Tengah yang dikenal sebagai Abraham Accords.
Namun, karier MBS tidak luput dari kontroversi besar. Pada 2018, dunia diguncang oleh kasus pembunuhan Jamal Khashoggi, jurnalis asal Saudi yang terbunuh di konsulat kerajaan di Istanbul. Laporan intelijen Amerika Serikat menyebutkan adanya keterlibatan langsung atau tidak langsung MBS dalam peristiwa tersebut, meski ia secara resmi membantah memberikan perintah. Kasus ini sempat mencoreng reputasinya di mata dunia, tetapi seiring berjalannya waktu, hubungan diplomatik Saudi dengan negara-negara Barat tetap kembali normal karena kepentingan ekonomi dan geopolitik.
Selain itu, MBS dikenal melakukan konsolidasi kekuasaan yang drastis. Pada 2017, ia memimpin operasi besar-besaran yang disebut sebagai kampanye antikorupsi, di mana puluhan pangeran, pejabat, dan pengusaha kaya ditahan di hotel Ritz-Carlton Riyadh. Meskipun secara resmi dikatakan sebagai upaya membersihkan praktik korupsi, banyak pengamat menilai langkah itu sebagai cara MBS menyingkirkan saingan politik sekaligus memperkuat kendali atas kerajaan. Hasil dari operasi tersebut adalah miliaran dolar aset yang disita dan dipindahkan ke kas negara.
Meski begitu, daya tarik MBS tidak hanya terletak pada politik dan reformasi. Ia juga aktif dalam sektor teknologi dan energi masa depan. Arab Saudi di bawah kepemimpinannya mengumumkan investasi besar-besaran di bidang energi terbarukan, kecerdasan buatan, dan ekonomi digital. Kehadirannya dalam forum internasional seperti G20 sering mencuri perhatian, memperlihatkan dirinya sebagai representasi Saudi baru yang modern, berdaya saing, dan siap menjadi pusat ekonomi global.
Dalam kehidupan pribadi, Mohammed bin Salman dikenal relatif tertutup. Ia menikah dengan Putri Sara binti Mashour bin Abdulaziz Al Saud, yang masih berasal dari keluarga kerajaan. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai empat anak. MBS sendiri digambarkan sebagai sosok pekerja keras yang kerap tidur hanya beberapa jam sehari, lebih memilih menghabiskan waktunya mengurusi urusan negara ketimbang tampil di acara sosial.
Pengakuan atas kiprahnya datang dari berbagai penjuru. Pada 2017, ia menerima penghargaan Legion of Honour dari Prancis. Pada 2019, Presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi, menganugerahinya tanda kehormatan tertinggi negara itu, Nishan al-Istihqaq al-Tunisi. Sejumlah negara lain juga memberinya medali dan penghargaan atas kontribusi dalam memperkuat hubungan bilateral. Media internasional kerap menempatkannya dalam daftar tokoh paling berpengaruh di dunia, terutama karena keberanian mengambil keputusan besar yang mengguncang tatanan lama.
Dalam kesimpulannya, Mohammed bin Salman adalah figur yang membawa Arab Saudi ke persimpangan sejarah. Di satu sisi, ia adalah reformis muda yang membuka jalan modernisasi melalui Visi 2030, melonggarkan tradisi sosial yang kaku, serta mengundang dunia untuk berinvestasi di kerajaan. Di sisi lain, ia juga pemimpin kontroversial dengan gaya otoriter, tidak segan menggunakan cara keras untuk mengamankan posisinya. Kombinasi antara visi futuristik dan konsolidasi kekuasaan membuatnya menjadi tokoh kompleks yang dikagumi sekaligus dikritik.
Hari ini, Mohammed bin Salman berdiri bukan hanya sebagai Putra Mahkota dan Perdana Menteri Arab Saudi, tetapi juga sebagai simbol perubahan di Timur Tengah. Apakah reformasi yang ia canangkan akan benar-benar mengubah wajah kerajaan atau hanya memperindah citra semata, sejarah yang akan menjawabnya. Namun yang jelas, nama Mohammed bin Salman sudah tercatat sebagai salah satu penguasa paling berpengaruh dan kontroversial di abad ke-21.


