Fikroh.com - Beberapa hari terakhir, jagat maya dihebohkan dengan kabar mengejutkan: Arab Saudi dan Kuwait disebut-sebut telah melarang secara resmi pemegang paspor Israel masuk ke wilayah mereka. Tidak hanya itu, kabar viral tersebut juga menyebut ancaman penangkapan bagi warga Israel yang nekat berkunjung. Berita ini sontak menyulut diskusi hangat, baik di media sosial maupun ruang-ruang publik, apalagi di tengah memanasnya situasi Timur Tengah.
Namun, benarkah kebijakan itu memang baru dikeluarkan? Atau jangan-jangan hanya sebuah klaim yang dibesar-besarkan?
Klaim Viral di Media Sosial
Sejumlah akun di X (dulu Twitter), Instagram, dan kanal berita alternatif mengunggah narasi bahwa Saudi dan Kuwait telah resmi melarang paspor Israel. Visual bergaya “breaking news” membuat klaim ini kian meyakinkan bagi publik awam. Sebagian netizen menyambut kabar ini dengan euforia, menyebut langkah itu sebagai bukti solidaritas nyata terhadap perjuangan Palestina.
Namun dalam era informasi serba cepat, kabar yang viral tidak selalu berbanding lurus dengan fakta di lapangan. Untuk itu, perlu penelusuran lebih jauh.
Faktanya: Tidak Ada Pengumuman Resmi
Hasil pengecekan dari lembaga pemeriksa fakta Misbar membantah adanya pengumuman baru dari kedua negara. Hingga saat ini, tidak ada pernyataan resmi dari pemerintah Arab Saudi maupun Kuwait yang menyebutkan larangan universal bagi pemegang paspor Israel.
Dengan kata lain, klaim viral tersebut belum bisa dikategorikan sebagai keputusan diplomatik atau hukum yang sah. Ia lebih tepat disebut sebagai penyederhanaan berlebihan, bahkan bisa masuk kategori disinformasi.
Kebijakan Lama Kuwait: Boikot Israel
Meski begitu, tidak berarti kabar itu sepenuhnya tanpa dasar. Kuwait sejak lama punya sikap keras terhadap Israel. Negara Teluk ini memiliki Undang-Undang No. 21 Tahun 1964 tentang Boikot Israel. Aturan tersebut menegaskan larangan bagi warga maupun entitas di Kuwait untuk menjalin hubungan dengan Israel, baik langsung maupun tidak langsung.
Dalam praktiknya, kebijakan ini sering diterapkan di bandara atau imigrasi. Pemegang paspor yang memiliki cap atau bukti perjalanan ke Israel bisa saja ditolak masuk ke Kuwait. Jadi, meski tidak ada pengumuman baru, aturan yang membatasi akses warga Israel memang sudah mengakar dalam sistem hukum Kuwait.
Arab Saudi: Antara Sikap Resmi dan Realitas Praktis
Arab Saudi pun punya rekam jejak panjang terkait isu ini. Sebagai negara yang hingga kini belum memiliki hubungan diplomatik penuh dengan Israel, Riyadh sejak lama tidak menerima kunjungan rutin dari pemegang paspor Israel.
Namun ada pengecualian. Untuk keperluan ibadah haji dan umrah, Saudi memberikan izin khusus, bahkan kepada Muslim yang berkewarganegaraan Israel. Selain itu, ada pula kasus terbatas terkait bisnis atau pertemuan internasional, di mana pemegang dokumen Israel bisa masuk dengan izin tertentu.
Pernyataan resmi terakhir yang cukup jelas datang pada 2020, saat Menteri Luar Negeri Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, mengatakan bahwa “pemegang paspor Israel untuk saat ini tidak bisa berkunjung ke Saudi.” Pernyataan itu menegaskan larangan sudah berlaku, tetapi bukan berarti ada kebijakan baru di tahun 2025 ini.
Implikasi Jika Larangan Resmi Diberlakukan
Meski sejauh ini belum ada aturan baru, bayangan dampak dari kebijakan larangan total menarik untuk dibahas.
Diplomasi
Larangan resmi akan memicu ketegangan antara Saudi-Kuwait dengan Israel, serta negara-negara sekutu Israel. Posisi politik regional pun akan makin panas.
Mobilitas Warga
Warga Israel akan menghadapi hambatan besar dalam bepergian, terutama untuk urusan ibadah, transit, atau konferensi internasional.
Solidaritas Regional
Jika diberlakukan, kebijakan ini bisa dipandang sebagai langkah simbolik penting dalam memperkuat posisi negara Arab terhadap isu Palestina.
Hukum Internasional
Akan muncul perdebatan apakah larangan berdasarkan paspor melanggar prinsip kebebasan bergerak atau justru sah sebagai bagian dari kebijakan luar negeri.
Antara Fakta, Rumor, dan Harapan Publik
Di satu sisi, kabar larangan ini mencerminkan harapan publik dunia Arab agar negara-negara Teluk bersikap lebih tegas terhadap Israel. Di sisi lain, fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini tidak ada dokumen resmi yang memperbarui status larangan masuk.
Kuwait memang konsisten dalam kebijakan boikot. Saudi pun berhati-hati, menjaga keseimbangan antara komitmen tradisional pada Palestina dengan upaya diplomasi global. Situasi yang kompleks ini memberi ruang bagi rumor, yang kemudian viral dengan cepat.
Kesimpulan
Jadi, apakah Arab Saudi dan Kuwait benar-benar baru saja mengumumkan larangan paspor Israel? Jawabannya: tidak. Yang ada adalah kebijakan lama, aturan boikot, dan praktik imigrasi yang memang sudah sejak dulu membatasi akses warga Israel.
Bagi publik, pelajaran pentingnya jelas: jangan mudah percaya klaim viral tanpa memeriksa sumber resmi. Dalam isu geopolitik yang sensitif seperti ini, akurasi jauh lebih penting ketimbang sensasi.