Aksi yang Mengguncang Rezim
Dua tahun sebelum eksekusinya, tepat pada 2 Agustus 2005, Majid Kawousifar melakukan aksi berani yang mengguncang jantung kekuasaan yudisial Iran. Di Jalan Bucharest, Teheran, ia menembak mati Hasan Ahmadi Moghaddas—Wakil Jaksa Agung sekaligus Kepala Kompleks Bimbingan Yudisial.
Nama Moghaddas bukanlah sosok biasa. Ia dikenal luas sebagai figur kunci yang bertanggung jawab atas pemenjaraan, penyiksaan, dan eksekusi para aktivis politik maupun sosial. Baginya, pengadilan bukanlah arena keadilan, melainkan alat penindasan bagi siapa saja yang berseberangan dengan garis politik rezim. Maka, ketika suara tembakan menggema di pusat kota Teheran sore itu, berita kematiannya menyebar cepat, menandai sebuah perlawanan langsung terhadap aparat penegak kekuasaan mullah.
Hossein Kawousifar dan Perlawanan Kecil
Majid tidak sendirian. Pamannya, Hossein Kawousifar, juga dikenal terlibat dalam berbagai aksi melawan rezim. Meski kekuatan mereka terbatas, aksi-aksi kecil ini dianggap ancaman serius oleh otoritas. Dalam kondisi ketidaksetaraan kekuatan yang sangat timpang, Hossein dan keponakannya tetap memilih jalur perlawanan.
Setelah penembakan itu, Hossein berusaha melarikan diri ke Uni Emirat Arab untuk menyelamatkan diri. Namun nasib berkata lain. Kepolisian UEA justru menyerahkannya kembali kepada Iran, sebuah tindakan yang menuai kritik keras dari kelompok pembela hak asasi manusia. Penyerahan itu menjadi awal dari jalan panjang menuju tiang gantung.
Dari Penjara ke Tiang Gantung
Setelah keduanya ditangkap, pengadilan Iran bergerak cepat. Tanpa proses peradilan yang transparan, keduanya dijatuhi hukuman mati. Pada 2 Agustus 2007, tepat dua tahun setelah aksi penembakan, eksekusi dilakukan di hadapan publik.
Majid digiring ke tiang gantung bersama Hossein. Namun momen itulah yang membuat dunia berhenti sejenak. Alih-alih menunjukkan ketakutan, Majid berdiri tegak. Senyum terukir di wajahnya, matanya memancarkan ketenangan, dan tangannya melambai kepada kerumunan. Gambar itu dengan cepat beredar ke seluruh dunia, mengubah eksekusi menjadi simbol perlawanan abadi.
Reuters dan “Foto Dekade”
Kantor berita Reuters, salah satu media internasional terkemuka, menjadikan foto eksekusi Majid dan Hossein sebagai “Foto Dekade”. Fotografernya berhasil menangkap momen ketika kedua pemuda Iran itu digantung serentak pada tiang besi di Teheran.
Dalam keterangan fotonya, Reuters menulis: “Rezim mullah menggantung Majid dan Hossein pada hari Kamis di hadapan ratusan orang, karena keduanya membunuh seorang hakim yang telah memenjarakan banyak oposisi.”
Bagi masyarakat internasional, foto itu bukan sekadar dokumentasi eksekusi. Ia menjadi ikon keberanian seorang pemuda yang menghadapi kematian dengan senyum, seolah menegaskan bahwa tubuhnya mungkin bisa dimatikan, tetapi semangat perlawanan tak akan pernah padam.
Simbol Perlawanan yang Hidup
Kini, 18 tahun setelah eksekusi, nama Majid Kawousifar masih disebut dalam lingkaran aktivis perlawanan Iran. Senyumnya dikenang sebagai simbol bahwa bahkan dalam kondisi paling gelap, manusia masih mampu menunjukkan cahaya keberanian.
Bagi rezim, eksekusi publik itu dimaksudkan untuk menimbulkan ketakutan. Namun yang terjadi justru sebaliknya. Senyum Majid menelanjangi ketakutan mereka yang berkuasa—bahwa generasi muda tidak bisa dikekang selamanya dengan tali gantung dan jeruji besi.
Sejumlah analis politik menilai, aksi Majid menjadi salah satu titik balik dalam sejarah perlawanan modern Iran. Meski tindakannya kontroversial karena melibatkan kekerasan, fakta bahwa ia berani menantang figur kunci rezim telah menjadikannya simbol keberanian.
Senyum Terakhir Majid Kavousifar di Tiang Gantung
“Aku tidak pernah menunggu seorang pun di dunia ini untuk memberiku hakku... Aku tidak pernah rela terhadap kezaliman. Saat eksekusiku besok, aku akan tersenyum, karena aku tahu bahwa senyum kecil di saat itu akan menjadi pesan harapan besar bagi setiap manusia yang tertindas di muka bumi.”
Hingga kini, potret Majid Kawousifar di tiang gantung terus menghantui rezim Iran. Di mata rakyat, ia bukan sekadar terpidana mati, melainkan ikon yang berhasil menyingkap wajah asli kekuasaan yang brutal.
Tiga belas tahun berlalu, dan senyumnya tetap hidup dalam ingatan. Di setiap peringatan, cerita tentang keberaniannya kembali dibicarakan. Ia seakan berpesan bahwa meski tubuh bisa dipasung, jiwa yang merdeka tak akan pernah bisa dikalahkan.
Posting Komentar untuk "Aksi Berani Majid Kavousifar yang Berujung di Tiang Gantungan"