Fikroh.com - Narasi basi yang terus diulang-ulang berbunyi: “Kalau pemimpin rusak, itu karena rakyatnya rusak sebab pemimpin itu hanya cerminan rakyatnya.”
Kalimat itu sekilas terdengar bijak, namun sejatinya adalah logika terbalik yang sengaja dimainkan untuk menutupi kejahatan para élite.
Faktanya, rakyat justru meniru para pemimpin dan élite, bukan sebaliknya.
Pemimpin adalah yang memberi contoh, sebab rakyat tidak memiliki kuasa membuat aturan, menegakkan hukum, atau menampilkan teladan. Yang rakyat lihat setiap hari adalah bagaimana pemimpin hidup, bagaimana pemimpin mengelola amanah, dan bagaimana para ulama bersikap di hadapan penguasa.
Jika pemimpin amanah, jujur, transparan, dan adil, maka rakyat pun akan belajar jujur. Sebaliknya, jika pemimpin rakus, culas, dan memperlakukan jabatan sebagai ladang merampok, jangan salahkan rakyat bila ikut meniru.
Kerusakan itu turunnya dari atas.
Sabda Nabi ﷺ:
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي إِذَا صَلَحَا صَلَحَ ٱلنَّاسُ ، وَإِذَا فَسَدَا فَسَدَ ٱلنَّاسُ: ٱلأُمَرَاءُ وَٱلْعُلَمَاءُ
Kata Nabi: Dua golongan dari umatku apabila keduanya baik, maka manusia akan baik. Jika keduanya rusak, maka manusia akan rusak: para pemimpin dan para ulama). (HR. Al-Baihaqi, Syu’abul-Iman - dinilai hasan oleh Al-Albani, Shahih al-Jami’ no. 3730).
Narasi hadits ini sangat jelas: rusaknya umat tidak dimulai dari rakyat kecil, melainkan dari élite politik dan ulama suu’ yang menyesatkan.
Firman Allah ﷻ:
وَقَالُواْ رَبَّنَآ إِنَّآ أَطَعۡنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَآءَنَا فَأَضَلُّونَا ٱلسَّبِيلَا۠ رَبَّنَآ ءَاتِهِمۡ ضِعۡفَيۡنِ مِنَ ٱلۡعَذَابِ وَٱلۡعَنۡهُمۡ لَعۡنًا كَبِيرًا
Artinya: Dan mereka berkata: “Wahai Rabb kami, sungguh kami telah menaati para pemimpin besar dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar. Wahai Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.”) (QS. Al-Ahzab: 67–68).
Sādah adalah élite politik, sedangkan kubarā’ adalah élite spiritual. Jelas, ayat ini menegaskan: rakyat hanyalah pengekor, sedangkan para élite politik dan spiritual-lah yang menyeret rakyat pada kesesatan. Tidak heran, rakyat kelak berdoa agar pemimpin zalim mendapat azab berlipat.
Perkataan Para Ulama:
1. Imam Al-Ghazali رحمه الله:
ففساد الرعية بفساد الملوك ، وفساد الملوك بفساد العلماء
Kerusakan rakyat karena kerusakan para pemimpin, dan kerusakan para pemimpin karena kerusakan para ulama). (Ihya’ Ulumuddin I/11).
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله:
إن في صلاح الولاة صلاح العباد والبلاد ، وفي فسادهم فسادهم
Dalam kebaikan para pemimpin terdapat kebaikan rakyat dan negeri, dan dalam kerusakan mereka terdapat pula kerusakan rakyat dan negeri). (Majmu’ al-Fatawa 28/170).
3. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah رحمه الله:
وإنما يفسد الرعية ويصلحها الولاة
Yang merusak rakyat atau memperbaikinya adalah para penguasa). (I’lam al-Muwaqqi’in IV/171).
Kesimpulan:
Jika Al-Qur’an, Al-Hadits, dan para ulama telah sepakat bahwa rusaknya rakyat karena pemimpin rusak, maka dari mana datangnya kaidah rusak bahwa “rakyat rusak menghasilkan pemimpin rusak”?
Bahkan ikan busuk pun busuknya dimulai dari kepalanya dulu, bukan dari ekornya.
Menyalahkan rakyat hanyalah propaganda murahan, dimainkan oleh para penjilat untuk menutupi kejahatan sesembahan mereka, yaitu para penguasa yang zalim.
Posting Komentar untuk "Pemimpin Bukan Cermin Rakyat, Justru Rakyat Cerminan Pemimpin"