Fikroh.com - Beda antara mahar dan mas kawin dalam Pernikahan Islam. Istilah mahar dan mas kawin sejatinya memiliki arti yang serupa.
Banyak orang masih bertanya-tanya tentang perbedaan antara mahar dan mas kawin dalam pernikahan Islam. Pernikahan seharusnya menjadi momen paling suci bagi sepasang insan. Salah satu elemen penting dalam pernikahan adalah keberadaan mahar dan mas kawin.
Namun, apakah benar ada perbedaan antara mahar dan mas kawin dalam pernikahan Islam? Dalam ajaran Islam, perkawinan dikenal sebagai akad atau transaksi yang mengesahkan hubungan suami-istri antara seorang pria dan wanita yang bukan mahramnya. Menikah ibarat menggapai kebahagiaan yang melimpah. Lalu, adakah perbedaan antara mahar dan mas kawin? Mari kita ulas jawabannya di bawah ini.
Beda Antara Mahar dan Mas Kawin
Salah satu syarat wajib dalam pernikahan adalah adanya mahar atau mas kawin. Namun, apa beda antara mahar dan mas kawin? Jawabannya, tidak ada perbedaan antara keduanya. (secara etimologi sama dengan mas kawin. Secara terminologi, ini adalah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai wujud ketulusan untuk membangun rasa cinta dan kasih sayang. Atau, pemberian yang diwajibkan dari calon suami kepada calon istri, baik berupa barang maupun jasa (seperti memerdekakan atau mengajar).
Mahar berasal dari istilah bahasa Arab.
Dalam bahasa Arab, mahar bisa disebut dengan enam istilah lain, seperti nihlah, shadaq, ‘alaiq, hibah, dan faridhah. Mahar diartikan sebagai harta yang diberikan suami kepada istri saat akad nikah. Mahar hanya diberikan kepada calon istri, bukan kepada orang lain, meskipun sangat dekat hubungannya. Tidak ada pihak lain yang boleh mengambilnya, termasuk suami, kecuali dengan izin istri. Jika istri mengizinkan, suami boleh menggunakannya tanpa larangan.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surah An-Nisa ayat 4:
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian wajib. Jika mereka menyerahkan sebagian mahar itu dengan rela, maka ambillah pemberian itu dengan baik dan halal.” (QS. An-Nisa: 4)
Ayat ini menegaskan bahwa mahar adalah syarat sah pernikahan. Pernikahan tanpa mahar dianggap tidak sah, meskipun pihak wanita rela tidak menerima mahar. Perlu ditegaskan, mahar atau mas kawin adalah hak penuh istri, dan suami tidak berhak meminta atau menguasainya. Begitu pula orang tua istri, mereka tidak memiliki hak atas mahar kecuali atas kerelaan istri.
Berbeda dengan zaman jahiliyah, di mana hak mahar istri sering disia-siakan oleh wali dan tidak diberikan kepadanya. Menurut [Rumayso](https://rumaysho.com/10520-seperangkat-alat-shalat-mahar-nikah-sahkah.html), nilai mahar tidak ditentukan secara pasti oleh syariat. Mahar boleh bernilai rendah atau tinggi, asalkan kedua pihak saling ridha.
An-Nawawi menjelaskan:
Hadits ini menunjukkan bahwa mahar boleh sedikit atau banyak, asalkan kedua pihak setuju. Cincin besi menunjukkan mahar bernilai rendah. Ini sesuai mazhab Syafi’i dan pendapat mayoritas ulama salaf dan khalaf.” (Syarh Shahih Muslim 9/190)
Namun, mahar sebaiknya sederhana agar pernikahan penuh berkah. Berkah berarti kebahagiaan dunia-akhirat, baik dalam keadaan kaya maupun miskin. Jadi, mahar dan mas kawin dalam Islam adalah sama.
Hal yang Perlu Diketahui tentang Mahar atau Mas Kawin
Setelah memahami bahwa mahar dan mas kawin tidak berbeda dalam Islam, berikut adalah hal-hal penting terkait mahar atau mas kawin:
1. Mas Kawin adalah Hak Pribadi Istri
Meskipun mahar dan mas kawin sama, keduanya tidak boleh dijadikan alat untuk memperkaya keluarga. Mas kawin adalah hak mutlak mempelai wanita. Oleh karena itu, keluarga sebaiknya tidak ikut campur menentukan jumlahnya. Sering kali, pihak keluarga, terutama ibu mempelai, meminta mahar yang besar, sehingga membebani calon suami. Hukum Islam di Indonesia mengatur bahwa penentuan mahar harus berdasarkan kesepakatan kedua mempelai, dengan mengutamakan kesederhanaan dan kemudahan.
2. Tidak Terlalu Mahal, Tidak Terlalu Murah
Meskipun mahar dan mas kawin sama dalam Islam, besarnya sebaiknya tidak terlalu mahal atau murah, melainkan seimbang. Tidak ada standar wajib untuk nilai mahar. Idealnya, mahar bisa lebih besar untuk wanita muslimah di Indonesia. Namun, sering kali biaya besar justru dialokasikan untuk pesta, musik, atau hal-hal non-primer.
3. Mas Kawin Bukan Sekadar Bingkisan
Di Indonesia, ada tradisi menjadikan mahar sebagai bingkisan uang yang dihias dalam figura bermotif emas.
Tradisi ini kreatif, tetapi perlu dipertimbangkan kembali. Terkadang, jumlah uang disesuaikan dengan tanggal, bulan, atau tahun akad nikah. Ini sah-sah saja, asalkan esensi mahar tetap terjaga. Esensi mahar adalah pemberian berupa harta yang bernilai dan menjadi milik istri. Bingkisan uang sering kali lebih dihargai karena estetika atau [dekorasi pernikahan](, sehingga nilai intrinsiknya berkurang. Mahar seperti ini lebih cocok disebut kenang-kenangan, bukan harta fisik. Namun, jika bingkisan hanya sebagai wadah untuk uang atau emas (misalnya Rp15 juta dalam kotak figura), maka itu lebih tepat.
4. Pinjaman dari Mahar Bukan Utang Mahar
Ada anggapan keliru tentang utang mahar. Dalam rumah tangga, suami kadang meminjam uang atau barang berharga dari istri yang berasal dari mahar. Saat bercerai, ada tuntutan agar suami mengembalikan “utang mahar.” Ini tidak tepat. Utang mahar adalah mahar yang disebutkan dalam akad nikah, tetapi belum dibayar. Jika mahar sudah diberikan setelah akad, maka itu menjadi hak penuh istri. Jika dipinjam suami, itu dianggap utang biasa, bukan utang mahar.
5. Waktu Pemberian Mahar
Dalam hukum Islam, mahar dapat diberikan sebelum atau sesudah akad nikah. Mahar yang diberikan sebelum akad disebut mahar muqaddam, bisa tunai atau dihutang. Jika tunai, mahar menjadi hak penuh istri. Mahar yang diberikan setelah akad disebut mahar mu’akhkhar, bisa tunai, dihutang, atau ditangguhkan. Jika tunai, mahar menjadi hak penuh istri.
6. Fleksibilitas dalam Bentuk
Mahar dan mas kawin fleksibel dalam bentuknya, tidak selalu berupa uang atau perhiasan. Dalam beberapa tradisi, mahar bisa berupa properti, kendaraan, atau benda dengan nilai sentimental. Misalnya, tanah atau rumah, yang menjadi aset masa depan keluarga. Selain materi, mahar juga bisa non-materi, seperti membaca ayat Al-Qur’an.
7. Penentuan Mahar dan Mas Kawin
Penentuan mahar dan mas kawin adalah proses penting dalam [persiapan pernikahan. Pasangan harus berdiskusi secara terbuka untuk memahami harapan dan kemampuan masing-masing, serta menyepakati nilai yang sesuai. Mahar tidak harus mahal, tetapi harus mencerminkan komitmen suami. Tradisi dan adat setempat juga perlu dipertimbangkan agar pemberian diterima dengan baik.
Itulah penjelasan tentang perbedaan mahar dan mas kawin. Intinya, keduanya sama. Namun, mahar sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan calon mempelai agar pernikahan penuh kebahagiaan dan cinta tulus.
Posting Komentar untuk "Adakah Perbedaan Mahar dan Mas Kawin Dalam Islam"