Fikroh.com - Di era digital saat ini, fenomena hubungan interpersonal semakin beragam, salah satunya adalah Hubungan Tanpa Status (HTS). HTS merujuk pada hubungan antara laki-laki dan perempuan yang melibatkan kedekatan emosional, komunikasi intens, atau bahkan interaksi fisik, tanpa adanya komitmen resmi seperti pacaran atau pernikahan. Istilah ini populer di kalangan remaja dan dewasa muda di Indonesia, sering kali dianggap sebagai bentuk hubungan yang lebih "bebas" daripada pacaran konvensional. Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap HTS? Apakah ini diperbolehkan, atau justru dilarang karena mendekati perbuatan zina?
Islam sebagai agama yang sempurna memberikan panduan lengkap mengenai interaksi antar lawan jenis. Hukum HTS dalam Islam perlu dikaji berdasarkan Al-Quran, Hadis, dan pendapat ulama terpercaya. Artikel ini akan membahas secara mendalam hukum HTS menurut Islam, dengan merujuk pada sumber-sumber kredibel seperti situs NU Online, Rumaysho.com, Muslim.or.id, dan Mondes.co.id. Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang jelas agar umat Muslim dapat menjaga diri dari perbuatan yang dilarang syariat.
Pengertian HTS dalam Konteks Islam
HTS sering digambarkan sebagai hubungan yang ambigu, di mana kedua pihak saling menyukai atau tertarik satu sama lain, tetapi tidak ada label resmi seperti "pacar" atau "tunangan". Ini bisa mencakup chatting harian, bertemu secara diam-diam, atau bahkan berbagi perasaan intim tanpa ikatan. Dalam pandangan Islam, HTS tidak berbeda jauh dari pacaran, karena keduanya melibatkan kedekatan yang berpotensi melanggar batas syariat. Ustadz Riyad Ahmad, seperti dikutip dari NU Online, menyatakan bahwa HTS mirip dengan pacaran karena melibatkan perasaan atau ketertarikan antara laki-laki dan perempuan tanpa status yang mengikat.
Islam tidak secara eksplisit menyebut "HTS" dalam Al-Quran atau Hadis, karena istilah ini muncul di era modern. Namun, syariat Islam mengatur segala bentuk interaksi yang mendekati zina, termasuk HTS. Prinsip dasar adalah asal muamalah (hubungan sosial) adalah mubah (boleh), kecuali jika ada dalil yang melarang. Pacaran atau HTS hanya dibolehkan jika dalam bentuk khitbah (lamaran) untuk menjajaki pernikahan, bukan pergaulan bebas yang bersuka-sukaan.
Dalil Al-Quran yang Melarang HTS
Al-Quran memberikan pedoman tegas mengenai hubungan antar lawan jenis. Ayat utama yang sering dijadikan rujukan adalah Surah Al-Isra' ayat 32: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." Ayat ini tidak hanya melarang zina secara langsung, tetapi juga segala perbuatan yang mendekatinya, termasuk HTS yang bisa menjadi pintu masuk ke perzinahan. Larangan ini lebih keras karena mencakup perantara zina, seperti pandangan haram, sentuhan, atau khalwat (berduaan).
Selain itu, Surah An-Nur ayat 30-31 memerintahkan umat Muslim untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan: "Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya..." serta serupa untuk perempuan. Dalam HTS, sering terjadi pandangan dengan nafsu atau komunikasi yang memicu imajinasi haram, yang dianggap sebagai zina mata atau zina hati. Surah Al-Ahzab ayat 59 juga memerintahkan perempuan untuk menutup aurat agar tidak diganggu, menekankan pentingnya menjaga batas dalam interaksi sosial.
Dalil Hadis Nabi Muhammad SAW
Hadis Rasulullah SAW memperkuat larangan HTS. Hadis dari Ibnu Abbas riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan: "Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya." Khalwat sering terjadi dalam HTS, di mana pasangan berduaan tanpa pengawasan, yang bisa menjadi jalan setan untuk menggoda.
Hadis lain dari Abu Hurairah riwayat Muslim: "Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina... Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh)..." Ini menunjukkan bahwa sentuhan atau bahkan pandangan dalam HTS bisa dianggap sebagai bentuk zina simbolis. Rasulullah juga bersabda: "Barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka menikahlah... Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagaikan kebiri." (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menegaskan bahwa penyaluran cinta bukan melalui HTS, melainkan pernikahan atau puasa untuk menahan nafsu.
Dalam hadis dari Ibnu Abbas, Nabi SAW menyatakan: "Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan." (HR. Ibnu Majah). Ini menolak konsep HTS sebagai cara menyalurkan cinta, karena hanya pernikahan yang sah.
Pendapat Ulama tentang HTS
Ulama kontemporer sepakat bahwa HTS haram karena mirip pacaran yang mendekati zina. Syaikh Shalih Al Fauzan dalam Muslim.or.id menyatakan tidak ada pacaran Islami, karena Islam tidak mengajarkan atau memberikan dasar untuk itu. Segala bentuk, termasuk HTS tanpa sentuhan fisik, tetap haram jika melibatkan pandangan nafsu, komunikasi intim, atau infatuasi berlebih (al-'isyq).
Dari perspektif NU, pacaran hanya boleh dalam khitbah, di mana laki-laki boleh memandang wajah dan telapak tangan perempuan untuk menjajaki pernikahan, seperti dalam kasus Al-Mughirah bin Syu’bah. Namun, jika HTS melampaui itu, seperti mabuk asmara atau khalwat, maka dilarang. Ulama seperti Asy Syaukani dalam Fathul Qadir menekankan bahwa mendekati zina saja sudah haram, apalagi melakukannya.
Di Rumaysho.com, dijelaskan bahwa HTS bukan solusi cinta, karena berpotensi merusak hati dan agama. Mondes.co.id juga menyimpulkan HTS haram karena potensi emosional yang mengarah ke haram, seperti zina hati.
Bahaya HTS menurut Islam
HTS membawa risiko besar, baik secara emosional maupun spiritual. Secara emosional, bisa menyebabkan patah hati, kecemburuan, atau depresi karena tidak ada komitmen. Secara spiritual, HTS membuka pintu setan, seperti dalam hadis: "Syaithan adalah orang ketiga di antara mereka berdua kecuali bersama mahramnya." (HR. Ahmad). Hal ini bisa mengarah ke zina nyata, merusak kehormatan, dan menimbulkan dosa besar.
Selain itu, HTS sering melibatkan al-'isyq, penyakit hati yang berbahaya, seperti dalam hadis: "Tidak ada ujian yang lebih berbahaya bagi laki-laki setelahku selain wanita." (HR. Bukhari). Bahaya ini mencakup obsesi yang bisa menjauhkan dari ibadah dan taat kepada Allah.
Alternatif Islami: Ta'aruf dan Khitbah
Islam tidak melarang cinta, tapi menyalurkannya melalui cara halal. Alternatif HTS adalah ta'aruf (perkenalan) atau khitbah, di mana proses dilakukan dengan niat pernikahan, melibatkan keluarga, dan dibatasi waktu singkat. Dalam khitbah, boleh memandang wajah untuk memastikan kecocokan, tapi tanpa khalwat atau sentuhan.
Bagi yang belum siap nikah, disarankan puasa sunnah untuk menahan nafsu, seperti hadis Rasulullah. Ini lebih mulia daripada HTS yang sia-sia.
Kesimpulan
Hukum HTS menurut Islam adalah haram, karena mendekati zina dan melanggar batas syariat. Dalil Al-Quran seperti Surah Al-Isra' 32 dan hadis tentang khalwat serta zina mata memperkuat larangan ini. Pendapat ulama dari berbagai sumber menegaskan bahwa HTS bukan cara Islami menyalurkan cinta, melainkan potensi kerusakan. Sebagai Muslim, kita wajib menjaga hati dan perbuatan, memilih pernikahan sebagai solusi utama. Dengan memahami ini, semoga kita terhindar dari dosa dan mendapatkan ridha Allah SWT.