Fikroh.com - Berbuat zalim terhadap orang lain begitu mudah dilakukan oleh sebahagian orang, perlu kita ketahui bahwa pelaku kezaliman yang paling berdosa adalah kezaliman yang dilakukan oleh para penguasa terhadap rakyatnya. Di tengah kesulitan dan himpitan hidup yang di alamai oleh rakyat para penguasa mengambil kebijakan yang merugikan dan memberatkan hidup rakyatnya. Lebih dari itu kezaliman orang tua terhadap anaknya, orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan agama anak.
Pimpinan dalam sebuah lembaga yang kurang memperhatikan kepentingan para pegawai dan stafnya. Kelakuan-kelakuan tersebut merupakan bentuk kezaliman yang oleh Allah Swt memurkai para pelakunya. Allah Swt mengancam para pelaku kezaliman tersebut dengan firmannya QS. Asy-syura: 42
إِنَّمَا ٱلسَّبِيلُ عَلَى ٱلَّذِينَ يَظْلِمُونَ ٱلنَّاسَ وَيَبْغُونَ فِى ٱلْأَرْضِ بِغَيْرِ ٱلْحَقِّ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: "sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang menzalimi manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa mengindahkan kebenaran. Mereka itu bakal merasakan azab yang amat pedih."
Para pelaku kezaliman seolah lupa bahwa Allah SWT selalu mengawasi perilaku mereka. Lalu mengapa Allah SWT seolah membiarkan kezaliman mereka?. jawabnya adalah tidak lain karena Allah SWT menunda siksa atas mereka di hari akhirat kelak nanti sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT: QS. Ibrahim: 42
وَلَا تَحْسَبَنَّ ٱللَّهَ غَٰفِلًا عَمَّا يَعْمَلُ ٱلظَّٰلِمُونَ ۚ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍۢ تَشْخَصُ فِيهِ ٱلْأَبْصَٰرُ
Artinya: janganlah engkau mengira bahwa lengah terhadap apa yang dilakukan oleh orang-orang yang zalim, sesungguhnya Allah hanya menangguhkan sisksaan atas mereka hingga tibanya hari yang pada waktu itu mata-mata mereka terbelalak, saat itu mereka datang tergesa-gesa dengan mengangkat kepala mereka, sementara mata mereka tidak berkedip dan kalbu mereka kosong.
Saat ini para pelaku kezaliman mungkin masih bisa selamat dari azab Allah SWT dan merasa bebas melakukan berbagai kezaliman, namun mereka harus sadar bahwa di akhirat mereka baru akan merasakan siksaan yang amat mengerikan. Sebagaiman firman Allah SWT QS. Ash-shu’araa: 227
وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنقَلَبٍ يَنقَلِبُونَ
Artinya: kelak orang-orang zalim itu akan tahu kemana mereka akan dikembalikan.
Rasul SAW bersabda: ”siapa saja yang menipu kami bukanlah termasuk golongan kami” (HR. Muslim, Ibnu Majah dan Ahmad).
Rasul juga memberikan ancaman bagi orang-orang yang zalim dengan Sabdanya : “Kezaliman akan berubah menjadi kegelapan pada hari kiamat nanti (HR. Bukhari - Muslim Tirmidzi dan Ahmad).
Dalam hadits yang lain Rasul juga mengingatkan bahwa:
“setiap kalian adalah peminpin dan setiap pemimpin pasti akan dimintai pertangngungjawaban atas yang dia pimpin.(HR. Bukhari-Musli. Abu daud, Tirmidzi dan Ahmad).
Bahkan Rasul menyampaikan ancaman berupa azab neraka bagi pemimpin mana saja yang melakukan kezaliman
”Pemimpin mana saja yang dimintai mengurus rakyat, sementara dia menipu rakyatnya maka kelak dia dimasukkan ke dalam neraka” (HR. Ahmad).
Pelaku kezaliman jelas tidak akan masuk surga, Rasul SAW bersabda : ”siapa saja yang telah Allah jadikan pemimpin, lalu dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, maka surga Allah haram atas dirinya”. (HR. Ahmad).
Dalam sabda yang lain juga beliau mengatakan:
”Tidaklah sepuluh orang penguasa melainkan mereka akan datang pada hari kiamat nanti dalam keadaan tangan mereka dibelenggu ke lehernya. Boleh jadi keadilan mereka (di dunia) membebaskan diri mereka. Dan boleh jadi pula kezaliman mereka (di Dunia) menjadikan mereka tetap dalam keadaan seperti itu.” (HR. Ahmad).
Tidak kalah mengerikannya lagi Rasulullah secara Khusus mendo’akan keburukan atas para penguasa yang zalim. Do’a Rasul SAW tersebut tentu saja pasti akan dikabulkan oleh Allah SWT. Beliau bersabda:
“Ya Allah, siapa saja yang mengelola urusan apapun dari urusan ummat ini, lalu dia bersikap lembut kepada mereka, maka perlakukanlah dia dengan lembut. Tetapi jika dia bersikap membebani mereka, maka bebanilah dia.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Beliau juga memberi ancaman:
“Siapa saja yang mengurusi satu urusan kaum Muslim, lalu dia tidak memenuhi kebutuhan hajat dan keperluan mereka, maka Allah pun tidak akan memenuhi kebutuhan, hajat dan keperluan dia di Akhirat kelak.” (HR. Abu Daud, Al-Hakim dan Ath-Thabrani).
Dalam kitab Al-Kabair, Adz-Dzahabi juga menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
”ada dua golongan manusia dari kalangan ummatku yang tidak akan pernah mendapatkan syafaatku, yakni penguasa yang zalim yang menipu (rakyatnya) dan terlebih-lebih dalam agama.”.
Rasul pun bersabda:
“manusia yang akan mendapatkan azab yang paling keras pada hari kiamat adalah penguasa yang zalim.” (Adz-Dzahabi, Al-Kabair, I/25).
Lalu bagaimanakah sikap yang harus kita amnbil sebagai ummat Islam ? jelas kita tidak boleh membiarkan para penguasa zalim seperti ini. Jika kita membiarkan mereka maka kitapun akan diancam Oleh Rasul SAW sebagaimana sabdanya:
“akan ada penguasa yang fasik dan zalim, siapa saja yang membiarkan kedustaan mereka dan membantu kezaliman mereka, dia bukanlah termasuk golonganku dan akupun bukan termasuk golongan dia.” (HR. An-Nasa’i dan Ahmad).
Pemimpin dan Pengikutnya yang Tidak Masuk Golongan Rasulullah
Rosulullah SAW bersabda:
عَنْ كَعْبٍ بْنِ عُجْرَةَ قاَلَ: خَرَجَ إِلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ خَمْسَةٌ وَ أَرْبَعَةٌ أَحَدُ الْعَدَدَيْنِ مِنَ الْعَرَبِ وَاْلآخَرُ مِنَ اْلعَجَمِ فَقَالَ إِسْمَعُوْا هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُوْنُ بَعْدِيْ أُمَرَاءُ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَلَم يُعِنْهمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw menghampiri kami, kami berjumlah sembilan, lima, dan empat. Salah satu bilangan (kelompok) dari Arab sementara yang lain dari ‘Ajam. Beliau bersabda: Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin-pemimpin, barangsiapa yang memasuki (berpihak kepada) mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. Barangsiapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia akan mendatangi telagaku.
Hadis diatas mengandung peringatan kepada umat Islam agar tidak menjadi bagian dari kelompok yang mencintai dan mendukung pemimpin yang zalim (Al-Baghawi, Syarh al-Sunnah, Vol. 8, hlm. 8). Nabi Muhammad mengancam kelompok yang seperti ini dengan tidak menganggap mereka sebagai golongannya. Oleh karena itu yang seharusnya dilakukan oleh umat Islam ketika melihat pemimpin yang berlaku zalim adalah menasehati, menegur atau memberi peringatan kepadanya, bukan malah membela mati-matian dan membenarkan segala hal yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Namun demikian yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa dalam rangka nahi munkar kepada pemimpin yang zalim itu juga harus dengan cara yang ma’ruf (baik, bijaksana, adil, proporsional dan tidak melanggar ketentuan, baik agama maupun negara). Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ » أَوْ « أَمِيرٍ جَائِرٍ » [رواه أبو داود والترمذى وابن ماجه وأحمد].
Dari Abu Sa’id al-Khudri (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda, jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zalim [HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad].
Mungkin tidak semua umat Islam dapat atau berani menegur dan menasehati pemimpin yang zalim secara langsung. Namun bukan berarti kemudian umat Islam pasrah atau malah membenarkan kezaliman yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Dalam hal ini, Rasulullah memberikan arahan bahwa ketika melihat suatu kemunkaran terjadi umat Islam hendaknya berusaha mengubahnya sesuai kemampuan. Hadis Nabi saw,
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ: مَنْ رَأَى مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ [رواه النسآئى ومسلم وابن ماجه والترمذى وغيرهم].
Dari Abu Saʻid (diriwayatkan) ia berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang melihat kemunkaran, maka ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya. Dan yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. [HR. al-Nasa’i, Muslim, Ibnu Majah, al-Tirmidzi, dan lain-lain].
Bagi umat Islam yang sedang diamanahi untuk menjadi pemimpin, maka sudah seyogyanya mereka menjadi pemimpin yang adil, jujur, amanah dan berpihak kepada kemaslahatan rakyat. Pemimpin yang demikian akan dijanjikan oleh Allah balasan pahala yang melimpah, sebagaimana yang diterangkan dalam hadis berikut ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ فِي خَلَاءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي أَخَافُ اللهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ [رواه البخاري].
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw (diriwayatkan) beliau bersabda, ada tujuh golongan yang Allah melindungi mereka dalam lindungan-Nya pada hari kiamat, di hari ketika tiada perlindungan selain perlindungan-Nya, yaitu; imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, seseorang yang senantiasa mengingat Allah saat sendiri sehingga matanya berlinang, seseorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, seseorang yang diajak berkencan oleh wanita bangsawan dan rupawan, namun ia menjawab; ‘Saya takut kepada Allah’, serta seseorang yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak tahu menahu terhadap amalan tangan kanannya [HR. al-Bukhari].
Tags:
Hadits