Notification

×

Iklan

Iklan

Jejak Sejarah Nepal: Agama, Budaya, dan Kehidupan Masyarakat di Tanah Himalaya

Rabu | September 10, 2025 WIB | 0 Views
Jejak Sejarah Nepal: Agama, Budaya, dan Kehidupan Masyarakat di Tanah Himalaya

Fikroh.com - Di antara pegunungan Himalaya yang menjulang bagai benteng alamiah, Nepal berdiri sebagai negeri yang menyimpan lapisan-lapisan sejarah kuno, di mana sungai-sungai suci mengalir dan kuil-kuil kuno berdiri tegak menantang waktu. Sejak zaman prasejarah, ketika manusia modern pertama kali tiba sekitar 55.000 tahun lalu, hingga era modern di mana republik federal ini berdiri pada 2008, Nepal telah menjadi persimpangan agama, budaya, dan kehidupan sosial yang kaya. Negeri ini, yang pernah menjadi kerajaan Hindu satu-satunya di dunia hingga penghapusan monarki, kini menjadi rumah bagi lebih dari 29 juta jiwa yang hidup dalam harmoni multietnis. Melalui lensa sejarah, mari kita telusuri agama, budaya, dan seluk-beluk Nepal, yang membentuk identitas bangsa ini seperti pahatan tangan para seniman Newar di kuil-kuil Kathmandu.

Sejarah Nepal dimulai dari era prasejarah, dengan bukti pemukiman manusia sejak 30.000 tahun silam dan domestikasi tanaman sekitar 6500 SM, terkait dengan Peradaban Lembah Indus. Periode Veda akhir menyebut Nepal dalam teks suci seperti Atharvaveda, sementara Dinasti Gopal Bansa menjadi penguasa pertama, diikuti oleh Kirata yang memerintah selama 16 abad. Kelahiran Siddhartha Gautama, yang kelak menjadi Buddha, di Lumbini sekitar 563 SM, menandai tonggak penting, menjadikan Nepal sebagai pusat spiritual Buddha. Pengaruh Kekaisaran Maurya di bawah Ashoka pada 250 SM membawa pilar-pilar batu di Lumbini, sementara Dinasti Licchavi (abad ke-4 M) meninggalkan prasasti-prasasti yang membangun monumen-monumen megah. Masa kegelapan pasca-Licchavi digantikan oleh Kekaisaran Khas pada abad ke-11, yang menyebarkan bahasa Nepal, dan Dinasti Malla di Lembah Kathmandu pada abad ke-14, yang memperkenalkan sistem kasta oleh Jayasthiti Malla. Unifikasi oleh Prithvi Narayan Shah pada 1769 menciptakan kerajaan modern, yang berkembang hingga Perang Anglo-Nepal (1815–1816) dan era Rana yang otoriter (1846–1951). Revolusi 1951 membawa demokrasi, diikuti Perang Saudara Maois (1996–2006) yang mengakhiri monarki Hindu pada 2008, dan Konstitusi 2015 yang menetapkan republik federal sekuler dengan tujuh provinsi. Hingga 2025, Nepal terus bergulat dengan instabilitas politik, tetapi akar sejarahnya tetap menjadi pondasi identitas nasional.

Agama di Nepal adalah tapestri yang ditenun dari benang-benang kuno, di mana Hinduisme mendominasi sebagai agama utama sejak awal sejarah tercatat. Menurut sensus 2021, 81,19% penduduk menganut Hindu, menjadikan Nepal sebagai negara dengan populasi Hindu terbesar di dunia secara proporsional. Dewa Siwa dianggap sebagai pelindung nasional, dan sapi dihormati sebagai hewan suci, dengan pembunuhannya dilarang secara hukum. Kuil Pashupatinath, situs Warisan Dunia UNESCO, menjadi pusat ziarah Hindu sejak zaman kuno, mencerminkan pengaruh Kashmir Shaivism dan tradisi tantra. Buddhisme, yang lahir di sini, dianut oleh 8,21% penduduk, terutama di kalangan etnis Tibet-Nepal seperti Tamang dan Sherpa. Lumbini tetap sebagai situs suci, dengan stupa-stupa Ashoka yang berusia 2.000 tahun. Islam tiba pada abad ke-11, dianut oleh 5,09% populasi, terutama di Terai, sementara Kirat Mundhum—agama asli etnis Kirati—dianut oleh 3,17%. Kristen tumbuh pesat, dari 0,45% pada 2001 menjadi 1,76% pada 2021, sering melalui konversi di kalangan marginal. Agama minor seperti Bon, Sikhisme, Jainisme, dan Bahá'í melengkapi mozaik ini. Meski sekuler sejak 2008, Nepal mempertahankan toleransi religius, meskipun undang-undang anti-konversi 2017 membatasi penyebaran agama. Praktik ganda Hindu-Buddha umum, di mana banyak orang merayakan festival keduanya, mencerminkan sinkretisme sejarah yang telah bertahan ribuan tahun.

Budaya Nepal adalah perpaduan 142 suku dan etnis, di mana nilai-nilai keluarga patriarkal dan hierarki sosial—meski kasta untouchable dilarang sejak 1963—masih membentuk kehidupan sehari-hari. Pernikahan diatur umum, dengan tingkat perceraian rendah, meski pernikahan anak masih marak di pedesaan. Seni dan arsitektur mencapai puncak di era Malla, dengan Lapangan Durbar di Kathmandu, Patan, dan Bhaktapur yang menampilkan pahatan kayu, logam, dan batu selama lebih dari satu milenium. Jendela ankhijhyal yang unik memungkinkan pandangan satu arah, sementara lukisan thangka dan paubha dari tradisi Buddha Tibet dibuat oleh biarawan dan pengrajin Newar. Musik dan tari kuno, terinspirasi dari tarian tandava Siwa, bervariasi menurut etnis: tarian Dishka untuk pernikahan, tarian tongkat Tharu, dan tarian merak. Instrumen musik mengiringi tema panen, perang, dan cinta desa. Sastra Nepal dimulai dari teks bahasa Nepal tertua abad ke-13, dengan Bhanubhakta Acharya (1814–1868) menerjemahkan Ramayana, dan era pasca-demokrasi 1951 membawa pengaruh global.

Festival menjadi denyut nadi budaya, di mana Dashain—festival Hindu terbesar—dirayakan selama 15 hari pada September-Oktober, melibatkan pengorbanan hewan untuk Dewi Durga, meski dikritik karena kekerasan terhadap hewan. Tihar, festival cahaya, menghormati hewan seperti sapi dan anjing; Holi dengan warna-warni; dan Buddha Purnima memperingati kelahiran Buddha. Festival etnis seperti Mani Rimdu Sherpa dan Ubhauli Kirati menambah keragaman. Masakan Nepal beragam, dengan dal-bhat (nasi dan lentil) sebagai makanan pokok, dipengaruhi pertukaran Kolombia yang membawa kentang, tomat, dan cabai. Ritual Sagan menyajikan telur rebus, ikan asap, daging, kue lentil, dan anggur beras untuk keberuntungan tantra. Pakaian tradisional seperti daura-suruwal untuk pria dan sari untuk wanita bervariasi per etnis, sementara arsitektur pagoda seperti Nyatapola di Bhaktapur berasal dari stupa Buddha awal abad ke-3 SM.

Seluk-beluk masyarakat Nepal mencakup keberagaman bahasa—dengan Nepali sebagai lingua franca di antara 123 bahasa—dan demografi di mana 40% populasi di bawah 24 tahun, menghadapi pengangguran tinggi hingga 40%. Ekonomi bergantung pada remitansi, pariwisata, dan pertanian, dengan 25% hidup di bawah garis kemiskinan. Masyarakat multietnis ini harmonis, meski isu seperti perburuan penyihir terhadap perempuan miskin masih ada hingga abad ke-21. Simbol nasional seperti bendera non-persegi panjang berwarna merah dan biru, rhododendron sebagai bunga, dan voli sebagai olahraga mencerminkan identitas. Hingga 2025, Nepal menghadapi tantangan seperti pemulihan artefak budaya yang dicuri, dengan kampanye seperti Nepal Heritage Recovery pada 2022–2023. Namun, semangat toleransi—di mana Hindu dan Buddha saling menyatu—tetap menjadi warisan abadi.

Dalam jejak sejarah ini, Nepal bukan sekadar negeri pegunungan, melainkan kanvas hidup di mana agama membentuk jiwa, budaya mewarnai hari-hari, dan masyarakat menjalin benang kehidupan. Dari stupa kuno hingga festival modern, Nepal mengajarkan pelajaran tentang harmoni di tengah keragaman, sebuah cerita yang terus ditulis oleh waktu.
×
Berita Terbaru Update