Fikroh.com - Jakarta – Drama politik pemilu 2025 berlangsung cepat dan penuh dinamika. Hanya dalam waktu sehari, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membatalkan Keputusan Nomor 731 Tahun 2025 yang sebelumnya menetapkan 16 dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden sebagai informasi tertutup dari publik. Kini, KPU memastikan bahwa dokumen-dokumen tersebut dapat kembali diakses secara terbuka, sebuah langkah yang dinilai sebagai kemenangan transparansi di tengah sorotan publik.
Latar Belakang Aturan 731/2025
Keputusan Nomor 731/2025 awalnya dikeluarkan oleh KPU pada 15 September 2025. Dalam beleid tersebut, KPU menetapkan bahwa 16 dokumen persyaratan capres-cawapres termasuk kategori informasi yang dikecualikan. Beberapa di antaranya mencakup:
- Profil singkat capres-cawapres
- Laporan harta kekayaan
- Surat keterangan pajak
- Dokumen riwayat pendidikan
- Surat keterangan tidak pernah dipidana
- Surat keterangan kesehatan
Keputusan itu segera menuai reaksi keras dari publik, akademisi, lembaga pemantau pemilu, hingga anggota legislatif. Banyak pihak menilai, langkah KPU bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik, khususnya dalam kontestasi demokrasi yang seharusnya transparan.
Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, menjadi salah satu tokoh yang lantang mengkritik. Menurutnya, pemilu bukan hanya soal prosedur, melainkan juga soal kepercayaan rakyat terhadap proses dan figur yang akan dipilih. “Bagaimana rakyat bisa percaya kalau dokumen penting seperti riwayat pendidikan atau laporan harta kekayaan disembunyikan? Itu justru menimbulkan kecurigaan,” ujarnya.
Gelombang Kritik dari Publik
Sejak aturan diumumkan, gelombang kritik langsung bermunculan. Sejumlah pakar hukum tata negara menilai, kebijakan itu bisa menciptakan preseden buruk bagi keterbukaan demokrasi di Indonesia.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Aditya Prasetyo, menilai bahwa keputusan tersebut seolah memberi jarak antara kandidat dengan rakyat. “Pemilih berhak tahu siapa calon yang akan mereka pilih, apa latar belakangnya, bagaimana integritasnya. Dengan menutup dokumen, KPU seperti melucuti hak publik,” tegasnya.
Selain itu, lembaga pemantau pemilu seperti Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) juga mengeluarkan pernyataan resmi. Mereka menekankan bahwa dokumen persyaratan calon bukanlah data privat yang harus dirahasiakan, melainkan bagian dari informasi publik yang wajib diumumkan demi memastikan pemilu berlangsung jujur dan adil.
Di media sosial, tagar #BukaDokumenCapres sempat menjadi tren. Banyak warganet menyoroti keanehan aturan tersebut dan mendesak agar KPU segera mencabut keputusan yang dianggap tidak masuk akal.
KPU Cepat Ubah Sikap
Tak sampai 24 jam sejak aturan itu berlaku, KPU menggelar konferensi pers pada 16 September 2025. Ketua KPU menyatakan bahwa keputusan 731/2025 resmi dibatalkan.
“Setelah mendengar masukan dari publik, pakar, dan pemangku kepentingan, KPU memutuskan mencabut Keputusan Nomor 731/2025. KPU berkomitmen penuh untuk menjaga prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemilu 2025,” tegasnya.
Lebih lanjut, KPU menjelaskan bahwa niat awal aturan tersebut sebenarnya untuk melindungi data pribadi kandidat. Namun, setelah menimbang dampak dan persepsi publik, KPU menilai transparansi harus tetap menjadi prioritas. “Kami akan membuka akses dokumen sesuai aturan, dengan tetap memperhatikan perlindungan data pribadi agar tidak disalahgunakan,” tambahnya.
Reaksi Legislatif dan Pemantau Pemilu
Keputusan cepat KPU menuai apresiasi. Wakil Ketua Komisi II DPR, Dede Yusuf, yang sehari sebelumnya mengecam aturan itu, kini memberi pujian. “Kami mengapresiasi keberanian KPU untuk mengoreksi diri. Ini bukti bahwa suara rakyat dan tekanan moral masih berfungsi dalam demokrasi kita,” ujarnya.
Sementara itu, Perludem menyambut baik pencabutan aturan tersebut. Menurut mereka, KPU telah menunjukkan sikap responsif meski awalnya salah langkah. “Yang terpenting sekarang adalah memastikan mekanisme keterbukaan berjalan dengan jelas dan publik bisa mengakses dokumen tersebut tanpa hambatan,” ungkap Titi Anggraini, pengamat pemilu dari Perludem.
Dampak bagi Kepercayaan Publik
Pencabutan aturan 731/2025 dinilai penting untuk mengembalikan kepercayaan publik menjelang Pemilu 2025. Dalam situasi politik yang penuh dinamika, transparansi menjadi salah satu faktor kunci agar masyarakat tidak merasa dijauhkan dari proses demokrasi.
Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Siti Rahmah, menilai bahwa keputusan KPU untuk mencabut aturan tersebut adalah langkah strategis. “KPU bisa kehilangan legitimasi jika bersikeras mempertahankan aturan itu. Sekarang, dengan membuka dokumen kembali, KPU memperlihatkan bahwa mereka mau mendengar suara rakyat,” katanya.
Namun, ia mengingatkan bahwa KPU harus lebih hati-hati dalam membuat keputusan ke depan. “Sebaiknya setiap kebijakan diuji publik terlebih dahulu, jangan sampai baru diuji setelah diprotes,” imbuhnya.
Dokumen yang Kini Bisa Diakses Publik
Dengan dicabutnya aturan 731/2025, masyarakat kembali dapat mengakses berbagai dokumen penting capres-cawapres. Beberapa di antaranya adalah:
- Profil dan riwayat hidup singkat calon presiden dan wakil presiden.
- Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
- Riwayat pendidikan, termasuk ijazah dan transkrip akademik.
- Surat keterangan kesehatan dari rumah sakit yang ditunjuk.
- Surat keterangan pajak.
- Surat keterangan tidak pernah dipidana.
Meski begitu, KPU tetap menegaskan bahwa informasi yang bersifat sangat personal, seperti alamat lengkap atau data keluarga, akan tetap dilindungi sesuai prinsip perlindungan data pribadi.
Transparansi sebagai Pilar Demokrasi
Kasus aturan 731/2025 ini menjadi pengingat bahwa keterbukaan informasi adalah pilar utama demokrasi. Pemilih berhak mengetahui siapa yang akan mereka pilih, apa rekam jejaknya, dan bagaimana integritasnya. Tanpa transparansi, kepercayaan publik terhadap pemilu bisa runtuh.
Kejadian ini juga membuktikan bahwa masyarakat Indonesia semakin kritis terhadap kebijakan politik. Gelombang protes yang muncul hanya dalam hitungan jam menunjukkan tingginya perhatian publik terhadap kualitas demokrasi.
Penutup
Dalam hitungan sehari, KPU mengambil langkah besar: dari menutup akses dokumen capres-cawapres, hingga akhirnya kembali membukanya. Keputusan ini bukan sekadar teknis administratif, tetapi juga simbol penting bahwa suara rakyat tidak bisa diabaikan.
Dengan terbukanya kembali dokumen persyaratan capres-cawapres, publik kini memiliki kesempatan lebih luas untuk menilai calon pemimpin bangsa. Transparansi bukan hanya soal keterbukaan data, melainkan juga pondasi kepercayaan yang akan menentukan legitimasi Pemilu 2025.
