Notification

×

Iklan

Iklan

Ada Empat Potensi Keburukan dari Keberadaan Anak bagi Orangtua Menurut Nabi

Selasa | September 30, 2025 WIB | 0 Views
Ada Empat Potensi Keburukan dari Keberadaan Anak bagi Orangtua

Fikroh.com - Anak pada hakikatnya adalah anugerah sekaligus amanah dari Allah ﷻ. Kehadirannya bisa menjadi penyejuk hati dan ladang pahala bagi orangtua, namun pada saat yang sama juga berpotensi menghadirkan ujian yang besar. Tidak sedikit orangtua yang justru tergelincir karena keberadaan anak—baik dalam bentuk kecintaan yang berlebihan, kelalaian dalam mendidik, maupun terjerumus pada dosa akibat tuntutan anak. Al-Qur’an bahkan memperingatkan bahwa harta dan anak dapat melalaikan manusia dari mengingat Allah, sehingga yang seharusnya menjadi jalan menuju kebaikan justru bisa berubah menjadi sebab kerugian. Dari sini, para ulama mengingatkan adanya empat potensi keburukan dari keberadaan anak bagi orangtua yang patut diwaspadai agar amanah ini tidak berubah menjadi fitnah yang menjerumuskan.

Hadits Tentang Keberadaan Anak


قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن الولد مبخلة مجبنة مجهلة محزنة» رواه الحاكم والطبراني، وصححه الألباني في صحيح الجامع (ح/1990)


Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya anak menjadi penyebab sifat pelit, pengecut, bodoh, dan sedih.” (HR. Hakim dan Thabrani, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami‘, hadis no. 1990)

 

Pelajaran dari Hadis


Hadis ini memberi peringatan agar orang tua berhati-hati dalam menyikapi keberadaan anak, karena meskipun mereka adalah nikmat besar, ada potensi yang bisa menyeret orang tua pada keburukan. Setidaknya terdapat empat potensi keburukan yang perlu diwaspadai:
 

1. Anak sebagai penyebab sifat pelit (مبخلة)


Makna hadis:

Orangtua bisa menjadi pelit karena merasa terbebani dengan amanah biaya hidup, pendidikan, dan kebutuhan anak-anak. Akhirnya, ia menahan hartanya, bahkan terhadap orang lain yang berhak.

Tips parenting:
 
  1. Ingatlah bahwa harta bukan hanya amanah untuk anak, tetapi juga ada hak orang miskin, kerabat, dan umat.
  2. Ajarkan anak untuk melihat orang tuanya dermawan, bukan kikir. Dengan itu mereka akan tumbuh menjadi pribadi yang suka berbagi.
  3. Buat pos keuangan khusus untuk sedekah, agar walaupun kebutuhan anak besar, semangat berbagi tetap terjaga.
 

2. Anak sebagai penyebab sifat pengecut (مجبنة)


Makna hadis:

Karena cintanya pada anak, orang tua bisa menjadi pengecut: takut mati, takut kehilangan, atau takut mengambil risiko hidup. Hal ini bisa membuatnya enggan menunaikan kewajiban atau melangkah dengan berani.

Tips parenting:
 
  • Ajarkan diri dan anak untuk selalu bersandar kepada Allah. Keyakinan bahwa Allah menjaga titipan-Nya akan membuat hati lebih berani.
  • Jangan jadikan anak alasan untuk tidak berjuang di jalan kebaikan.
  • Latih anak menghadapi tantangan hidup, bukan justru menjadikan mereka alasan untuk hidup penuh ketakutan.
 

3. Anak sebagai penyebab kebodohan (مجهلة)


Makna hadis:

Kesibukan orang tua dalam mengurus anak bisa menjadi alasan hilangnya semangat menuntut ilmu. Akibatnya, orang tua tidak lagi menambah ilmu agama maupun pengetahuan dunia yang bermanfaat.

Tips parenting:
 
  • Jadwalkan waktu belajar meskipun singkat. Orang tua yang berilmu akan lebih baik dalam mendidik anaknya.
  • Gunakan momentum bersama anak sebagai sarana belajar bersama, misalnya membaca buku Islami atau menghadiri kajian keluarga.
  • Ingatlah bahwa anak justru membutuhkan orang tua yang cerdas, berilmu, dan berwawasan luas.
 

4. Anak sebagai penyebab kesedihan (محزنة)


Makna hadis:

Anak sering menjadi sebab kesedihan orang tua: saat sakit, saat meminta sesuatu yang tak bisa dipenuhi, atau saat berbuat salah. Kesedihan itu bisa menguras energi orang tua hingga melalaikan amal kebaikan.

Tips parenting:
 
  • Jaga kestabilan jiwa, jangan sampai kesedihan karena anak menguasai seluruh hidup.
  • Hadapi masalah anak dengan sabar dan doa, bukan hanya kepanikan.
  • Gunakan setiap ujian anak sebagai peluang untuk meningkatkan doa, tawakal, dan kesabaran orang tua.
 

Keterkaitan dengan Al-Qur’an


Allah ﷻ telah memperingatkan:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun: 9)

Berikut adalah kutipan dan ringkasan Tafsir As-Sa’dī untuk surat Al-Munafiqun ayat 9, dari Taisīrul Karīmirrahmān fī Tafsīri Kalāmil Mannān oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nashīr As-Sa’dī:
 

Kutipan Tafsir As-Sa’dī (Tafsir Al-Munafiqun ayat 9)


“Selanjutnya Allah memerintahkan hamba-hambaNya yang beriman agar banyak-banyak mengingatNya karena di dalam dzikir itu terdapat keberuntungan, laba dan kebaikan yang banyak. Allah جَلَّ جَلالُهُ juga melarang hamba-hambaNya yang beriman agar tidak dipersibuk oleh harta dan anak sehingga lalai untuk mengingat Allah جَلَّ جَلالُهُ, karena kebanyakan jiwa manusia itu terbentuk untuk mencintai harta dan anak sehingga lebih dikedepankan daripada mengingat Allah جَلَّ جَلالُهُ yang akan menimbulkan kerugian besar. Karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, ‘Barangsiapa yang berbuat demikian,’ yakni, dilalaikan oleh harta dan anaknya dari mengingat Allah جَلَّ جَلالُهُ fَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ ‘maka mereka itulah orang-orang yang rugi.’ Untuk kebahagiaan abadi dan nikmat yang kekal, karena mereka lebih mengedepankan kefanaan daripada keabadian.”
 

Penjelasan Aspek-Utama Tafsirnya oleh As-Sa’dī


Berdasarkan kutipan tersebut, pukulan pokok dari tafsir As-Sa’dī meliputi:

Perintah untuk berdzikir: Allah memerintahkan orang-beriman agar sering mengingat Allah (berdzikir), karena dzikir itu membawa banyak keberuntungan, manfaat, dan kebaikan.

Larang untuk terlalai karena harta dan anak: As-Sa’dī menekankan bahwa harta dan anak adalah dua hal yang sangat dicintai oleh manusia secara fitrah, dan sangat mudah menjadi sebab kealpaan dari mengingat Allah — sehingga harus dijaga agar tidak menjadi penghalang ibadah dan penghambaan.

Kerugian besar di akhirat: Bila seseorang membiarkan dirinya dilalaikan oleh harta dan anak hingga lalai dari dzikir kepada Allah, maka dia termasuk orang yang merugi — karena mengutamakan yang fana atas yang kekal.

Mengutamakan keabadian di atas kefanaan: As-Sa’dī menegaskan bahwa kehidupan duniawi (termasuk harta dan anak) bersifat fana (sementara), sedangkan mengingat Allah dan amal-ibadah mendekatkan kepada kebahagiaan yang kekal. Orang yang salah menempatkan prioritas adalah yang mengedepankan kefanaan atas keabadian.

Penutup


Hadis ini bukanlah celaan terhadap keberadaan anak, tetapi peringatan agar orang tua tidak terjerumus dalam empat keburukan yang bisa muncul karena cinta berlebihan dan kelalaian. Dengan ilmu, tawakal, serta keseimbangan antara hak anak dan kewajiban kepada Allah, maka anak justru akan menjadi sumber kebaikan, pahala, dan penyejuk hati bagi orang tuanya.
×
Berita Terbaru Update