Fikroh.com - Langkah-langkah Rasulullah dalam memimpin masyarakat setelah hijrahnya ke Madinah, juga beberapa kejadian sebelumnya, menegaskan bahwa Rasulullah adalah kepala sebuah masyarakat dalam apa yang disebut sekarang sebagai negara.
Bai’at aqabah merupakan batu pertama bangunan negara Islam. Bai’at tersebut merupakan janji setia beberapa penduduk Yathrib kepada Rasulullah, yang merupakan bukti pengakuan atas Muhammad sebagai pemimpin, bukan hanya sebagai Rasul, sebab pengakuan sebagai Rasulullah tidak melalui bai’at melainkan melalui syahadat .
Dengan dua bai’at ini Rasulullah telah memiliki pendukung yang terbukti sangat berperan dalam tegaknya negara Islam yang pertama di Madinah. Atas dasar bai’at ini pula Rasulullah meminta para sahabat untuk hijrah ke Yathrib, dan beberapa waktu kemudian Rasulullah sendiri ikut Hijrah bergabung dengan mereka.
Umat Islam memulai hidup bernegara setelah Rasulullah hijrah ke Yathrib, yang kemudian berubah menjadi Madinah. Di Madinahlah untuk pertama kali lahir satu komunitas Islam yang bebas dan merdeka di bawah pimpinan Nabi Muhammad.
Penduduk Madinah ada tiga golongan. Pertama kaum muslimin yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar, dan ini adalah kelompok mayoritas. Kedua, kaum musyrikin, yaitu orang-orang suku Aus dan Kharaj yang belum masuk Islam, kelompok ini minoritas. Ketiga, kaum Yahudi yang terdiri dari empat kelompok. Satu kelompok tinggal di dalam kota Madinah, yaitu Banu Qunaiqa. Tiga kelompok lainnya tinggal di luar kota Madinah, yaitu Banu Nadlir, Banu Quaraizhah, dan Yahudi Khibar.
Jadi Madinah adalah masyarakat majemuk. Setelah sekitar dua tahun berhijrah Rasulullah memaklumkan satu piagam yang mengatur hubungan antar komunitas yang ada di Madinah, yang dikenal dengan Piagam (Watsiqah) Madinah . Inilah yang dianggap sebagai konstitusi negara tertulis pertama di dunia. Piagam Madinah ini adalah konstitusi negara yang berasaskan Islam dan disusun sesuai dengan syariat Islam.
Piagam Madinah dibuat dengan asas Islam serta syariat Islam sebagai tolok ukur perbuatan yang sekaligus juga merupakan konstitusi dari negara tersebut yang berlaku bagi kaum muslimin dan segenap penduduk Madinah tanpa menbeda-bedakan suku dan agamanya.
Secara umum, Konstitusi Negara Islam Madinah adalah piagam yang mengatur hubungan antar warga masyarakat. Piagam tersebut menjelaskan hak dan kewajiban warga negara, baik yang beragama Islam maupun Non Islam. Disamping itu disebutkan pula didalamnya bahwa warga Yahudi, harta mereka, dan jiwa mereka mempunyai hak dan kewajiban dalam piagam tersebut.
Mereka mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan dan pengayoman. Dan dijelaskan pula bahwa bilamana terjadi perselisihan, undang-undang Islam-lah yang harus diikuti.
Konstitusi tersebut bisa dianggap sebagai tanda diletakkannya asas dasar Negara Islam. Dan orang Islam merupakan penanggung jawab dari Negara Islam yang berpenduduk dari berbagai ras dan suku bangsa.
Dengan demikian, ummat Islam (kaum Muslimin) mempunyai negara dan pemerintahan yang bebas merdeka dan berdaulat penuh dalam mengurusi kepentingan-kepentingannya.
Dengan demikian, timbullah suatu masyarakat Islam yang aman sejahtera berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam yang kemudian disusul dengan mendirikan suatu Negara dan Pemerintahan Islam yang pertama yang merdeka dan berdaulat penuh.
Negara Islam di Madinah ini didirikan bertujuan untuk mempertahankan dan melindungi para penduduknya, menegakkan keadilan diatara sesama manusia, mengembangkan ilmu pengetahuan, memanfaatkan harta kekayaan, mengikat tali perdamaian dan persahabatan di antara sesama manusia. Pada masa itu Nabi Saw. di samping sebagai rasul dan pemimpin agama maka beliau juga sekaligus sebagai kepala negara.
Daulah Islamiyyah di Madinah ini dipimpin Rasulullah Saw. selama kurang lebih 10 tahun. Pada masa kepemimpinannya telah diletakkan prinsip-prinsip dasar bagi pemerintahan Negara Islam sehingga dapat berkembang dengan sangat pesat dan maju, *karena beliau selalu melaksanakan segala perbuatan sesuai dengan apa yang telah diucapkannya.
Hal ini sebagai suri tauladan bagi ummatnya.
Dengan itupun Rasulullah Saw. telah menjadikan dirinya sebagai seorang pemimpin yang berwibawa dan bijaksana sehingga para penduduk Madinah pun telah dapat mengangkat beliau sebagai seorang pemimpin dan penguasa tunggal bagi negaranya, disamping mereka tunduk dan patuh terhadap perintah-perintahnya, sehingga mereka pun tidak merasa takut terhadap musuh-musuhnya.
Kepemimpinan Rasul Saw dilakukan dengan penuh bijak, sehingga dapat terjalin persatuan dan kesatuan diantara kaum muslimin atas dasar kesamaan agama yang lebih berbobot ketimbang berdasarkan tali ikatan kekeluargaan dan kekerabatan (keturunan). Dengan demikian agama Islam bukan saja hanya sekedar merupakan norma-norma dan peraturan keagamaan, tetapi juga sekaligus merupakan norma-norma sistem kenegaraan yang teratur.
Sebagai Kepala Negara, Rasulullah sadar betul akan arti pengembangan sumber daya manusia, dan yang utama sehingga didapatkan manusia yang tangguh adalah penanaman aqidah dan ketaatan kepada Syariat Islam. Di sinilah Rasulullah, sesuai dengan misi kerasulannya memberikan perhatiaan utama. Melanjutkan apa yang telah beliau ajarkan kepada para sahabat di Makkah, di Madinah Rasul terus melakukan pembinaan seiring dengan turunnya wahyu.
Rasul membangun masjid yang dijadikan sebagai sentra pembinaan umat. Di berbagai bidang kehidupan Rasulullah melakukan pengaturan sesuai dengan petunjuk dari Allah SWT. Di bidang pemerintahan, sebagai kepala pemerintahan Rasulullah mengangkat beberapa sahabat untuk menjalankan beberapa fungsi yang diperlukan agar manajemen pengaturan masyarakat berjalan dengan baik. Rasul mengangkat Abu Bakar dan Umar bin Khattab sebagai wazir. Juga mengangkat beberapa sahabat yang lain sebagai pemimpin wilayah Islam, diantaranya Muadz Bin Jabal sebagai wali sekaligus qadhi di Yaman. Sebagai Kepala Negara, Rasulullah melaksanakan hubungan dengan negara-negara lain.
Menurut Tahir Azhari (Negara Hukum, 1992) Rasulullah mengirimkan sekitar 30 buah surat kepada kepala negara lain, diantaranya kepada Al Muqauqis Penguasa Mesir, Kisra Penguasa Persia dan Kaisar Heraclius, Penguasa Tinggi Romawi di Palestina. Nabi mengajak mereka masuk Islam, sehingga politik luar negeri negara Islam adalah dakwah semata, bila mereka tidak bersedia masuk Islam maka diminta untuk tunduk, dan bila tidak mau juga maka barulah negara tersebut diperangi.
Sumber: Munawir Sadjali (Islam dan Tata Negara, 1993)
Posting Komentar