Fikroh.com - Tahukah Anda bahwa penemuan penting dalam dunia kedokteran tentang bagaimana darah mengalir melalui paru-paru pertama kali ditemukan bukan oleh ilmuwan Barat, tetapi oleh seorang cendekiawan Muslim abad ke-13? Dialah Ibnu Al-Nafis, seorang dokter dan ilmuwan luar biasa asal Damaskus yang mengungkapkan teori sirkulasi paru—suatu penemuan yang mengubah arah ilmu kedokteran modern.
Siapa Ibnu Al-Nafis?
Ibnu Al-Nafis, yang memiliki nama lengkap Ala-al-Din Abu al-Hassan Ali Ibn Abi-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi, lahir di Damaskus pada tahun 1213 M. Sejak muda, ia telah menunjukkan ketertarikan besar dalam bidang ilmu kedokteran dan anatomi. Ia belajar di Rumah Sakit Nuri di Damaskus, salah satu pusat pendidikan medis terbesar pada masa itu, sebelum kemudian pindah ke Kairo, Mesir, di mana ia menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk praktik kedokteran dan menulis.
Di kalangan ilmuwan Islam, Ibnu Al-Nafis bukanlah nama asing. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka dalam ilmu kedokteran, filsafat, dan hukum Islam. Namun, dunia baru benar-benar menyadari kejeniusannya ketika hasil kajiannya tentang sistem peredaran darah ditemukan kembali oleh ilmuwan modern pada abad ke-20.
Menantang Galen: Keberanian Seorang Ilmuwan
Selama lebih dari seribu tahun, dunia kedokteran mengikuti teori Galen, seorang dokter Yunani kuno, yang menyatakan bahwa darah mengalir dari bilik kanan ke bilik kiri jantung melalui pori-pori tak terlihat di septum (dinding pemisah antara bilik jantung). Teori ini diterima begitu saja di Eropa hingga abad ke-16.
Namun Ibnu Al-Nafis, setelah mengamati dan mempelajari anatomi tubuh manusia secara teliti, dengan berani menyatakan bahwa teori Galen salah.
Dalam komentarnya terhadap kitab "Canon of Medicine" karya Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Al-Nafis menulis bahwa tidak ada pori-pori di septum jantung, dan bahwa darah harus mengalir dari bilik kanan jantung ke paru-paru melalui arteri pulmonalis, kemudian melewati paru-paru dan kembali ke bilik kiri melalui vena pulmonalis. Penjelasan ini kini dikenal sebagai sirkulasi paru (pulmonary circulation).
Penemuan yang Mendahului Zamannya
Apa yang membuat karya Ibnu Al-Nafis begitu luar biasa adalah bahwa penemuan ini terjadi 300 tahun sebelum ilmuwan Eropa seperti Miguel Servetus dan William Harvey mengungkapkan teori yang serupa.
Ibnu Al-Nafis menuliskan pandangan revolusioner tersebut dalam karyanya Sharh Tashrih al-Qanun—komentar anatomi atas kitab "Canon" milik Ibnu Sina. Dalam tulisannya, ia secara detail menjelaskan:
"Darah dari bilik kanan jantung harus mengalir ke paru-paru untuk bercampur dengan udara, kemudian menuju bilik kiri."
Pandangan ini sangat jauh di depan zamannya dan memperlihatkan betapa mendalamnya pengetahuan anatomi yang ia miliki.
Karya dan Warisan Ibnu Al-Nafis
Selain penemuan tentang sirkulasi paru, Ibnu Al-Nafis juga dikenal produktif menulis dalam berbagai bidang. Ia menghasilkan lebih dari 100 karya ilmiah, meski tidak semuanya bertahan hingga saat ini. Bidang yang ia geluti tidak hanya kedokteran, tetapi juga filsafat, logika, dan teologi Islam.
Beberapa karya terkenalnya antara lain:
- Sharh Tashrih al-Qanun – komentar anatomi atas "Canon of Medicine"
- Kitab al-Mujiz fi al-Tibb – ringkasan ilmu kedokteran
- Al-Risalah al-Kamiliyyah fi al-Sira al-Nabawiyyah – novel filosofis-fiksi ilmiah yang membahas hakikat jiwa dan kenabian.
Setelah wafat pada tahun 1288 M di Kairo, warisan ilmu Ibnu Al-Nafis sempat terlupakan di dunia Barat hingga manuskripnya ditemukan kembali di perpustakaan Perpustakaan Nasional Prancis pada abad ke-20. Baru saat itulah dunia Barat menyadari bahwa seorang Muslim dari abad ke-13 telah menemukan dasar dari ilmu fisiologi sirkulasi jauh sebelum ilmuwan Barat yang selama ini dikagumi.
Mengapa Penemuan Ini Penting?
Sirkulasi paru merupakan bagian fundamental dalam pemahaman tentang bagaimana darah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh dan kembali lagi ke jantung. Tanpa pengetahuan ini, berbagai prosedur medis modern seperti operasi jantung terbuka, transplantasi paru, hingga pengobatan penyakit kardiovaskular tidak akan berkembang seperti saat ini.
Ibnu Al-Nafis bukan hanya mengoreksi kesalahan ilmiah masa lalu, tetapi juga membuka jalan bagi pemahaman modern tentang tubuh manusia, menjadikan ilmunya sangat relevan hingga kini.
Mengangkat Kembali Kejayaan Ilmu Islam
Penemuan Ibnu Al-Nafis membuktikan bahwa peradaban Islam pernah berada di garis depan ilmu pengetahuan, jauh melampaui zamannya. Ia adalah bukti bahwa dunia Islam memiliki kontribusi besar dalam membangun fondasi ilmu kedokteran modern.
Hari ini, ketika banyak orang mengenal nama William Harvey sebagai pelopor sistem peredaran darah, penting bagi kita untuk juga mengangkat dan mengenalkan nama Ibnu Al-Nafis sebagai penemu sirkulasi paru yang sejati.
Dengan mengenal tokoh seperti Ibnu Al-Nafis, kita tidak hanya mempelajari sejarah ilmu pengetahuan, tetapi juga mendapatkan inspirasi tentang keberanian berpikir kritis, ketekunan dalam menuntut ilmu, dan pentingnya berkontribusi untuk kemaslahatan umat manusia.
