Notification

×

Iklan

Iklan

Membatah Kesesatan Berfikir Pendukung Zionist Atas Tafsir Surat Al-Anfal Ayat 65-66

Senin | Agustus 11, 2025 WIB | 0 Views
Membatah Kesesatan Berfikir Pendukung Zionist Atas Tafsir Surat Al-Anfal Ayat 65-66

Fikroh.com - Orang ini sesat dan menyesatkan dalam memahami surah Al-Anfaal ayat 65 -66. Dia ingin menggiring bahwa jihad di Gaza itu tidak syar'i karena kekuatan musuh melebihi 2 kali lipat kekuatan muslimin.

Jika berkaitan dengan syariat, ada baiknya kita belajar nasikh mansukh dan dalilnya.

Bukan semata-mata hanya sejarah dengan tanpa penjelasan dalil. 

Apa yang terjadi pada zaman Nabi, adalah ketika masih berlaku keumuman QS Al Anfal : 65. Yang mana dalil ini kemudian dimansukh oleh QS Al Anfal : 66 yang ada setelahnya. 

Rangkaian QS Al Anfal : 65-66 itu jelas kok.

Al Anfal : 65 itu berlaku umum, bahkan sampai memberikan contoh perbandingan kekuatan 1 : 10.

Akan tetapi ayat itu di mansukh oleh QS Al Anfal : 66 setelahnya, yang mana Allah memberikan keringanan dan hanya boleh dengan syarat perbandingan kekuatan 1 : 2.

QS Al Anfal : 66 itulah yang kemudian menjadi syariat kita. Bukan semata-mata sejarah yang bebas interpretasi. 

Jadi jelas uslub Ahlus Sunnah itu. Kita menggunakan dalil dalam memahami sejarah. Dan bukan hanya semata-mata sejarah secara umum yang bebas interpretasi.

Ini salah satu trik ala Avichay juga untuk melemahkan semangat perlawanan agar leluasa dijajah.

Inilah akibat tidak memahami fikih dari ayat.
Padahal, ayat itu yang dimansukh adalah Kewajiban bertahan bila 1 lawan 10, lalu diberi keringanan 1 lawan 2 wajib bertahan. Kalau sudah 1 lawan 3 maka boleh mundur.
Bagaimana kalau ada muslim berani melawan 10 orang? apakah dia berdosa dan melanggar ayat ini? Jawabnya tidak! Dia boleh melakukan itu, karena itu namanya 'azimah, dia tidak mengambil rukhshah.

Berikut pernyataan para ulama membantah Kautsar Amru Al Jahil ini:

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi dalam kitab Al-Mughni bab Al Jihad ketika menjelaskan kandungan hukum ayat ini beliau mengatakan, 

وإذا كان العدو أكثر من ضعف المسلمين ، فغلب على ظن المسلمين الظفر ، فالأولى لهم الثبات ؛ لما في ذلك من المصلحة ، وإن انصرفوا جاز ؛ لأنهم لا يأمنون العطب ، والحكم عُلق على مظنته ، وهو كونهم أقل من نصف عددهم ، ولذلك لزمهم الثبات إذا كانوا أكثر من النصف وإن غلب على ظنهم الهلاك فيه .
ويحتمل أن يلزمهم الثبات إن غلب على ظنهم الظفر ؛ لما فيه من المصلحة .
وإن غلب على ظنهم الهلاك في الإقامة ، والنجاة في الانصراف ، فالأولى لهم الانصراف ، وإن ثبتوا جاز ، لأن لهم غرضا في الشهادة ، ويجوز أن يغلبوا أيضا

"Jika jumlah musuh lebih dari dua kali lipat kaum Muslimin, dan kaum Muslimin merasa yakin akan meraih kemenangan, maka yang lebih utama bagi mereka adalah untuk bertahan (teguh). Hal ini karena ada kemaslahatan di dalamnya. Namun, jika mereka memilih untuk mundur, hal itu diperbolehkan karena mereka tidak merasa aman dari kehancuran.

Hukum ini berkaitan dengan dugaan (dugaan kuat), yaitu ketika jumlah mereka (kaum Muslimin) kurang dari setengah jumlah musuh. Oleh karena itu, mereka wajib untuk tetap teguh jika jumlah mereka lebih dari setengah (jumlah musuh), meskipun mereka merasa yakin akan binasa.

Ada kemungkinan bahwa mereka wajib untuk tetap teguh jika mereka merasa yakin akan meraih kemenangan, karena ada kemaslahatan di dalamnya.

Jika mereka merasa yakin akan binasa jika tetap bertahan, dan merasa akan selamat jika mundur, maka yang lebih utama bagi mereka adalah mundur. 

Namun, jika mereka tetap bertahan, maka itu boleh karena mereka memiliki tujuan mati syahid bahkan ada kemungkinan mereka malah menang dan selamat. (Al-Mughni 9/254).

Ibnu Taimiyah Dalam kitab Al-Fatawa al-Kubra jilid 5 hal. 539:

وَقِتَالُ الدَّفْعِ مِثْلُ أَنْ يَكُونَ الْعَدُوُّ كَثِيرًا لَا طَاقَةَ لِلْمُسْلِمِينَ بِهِ لَكِنْ يُخَافُ إنْ انْصَرَفُوا عَنْ عَدُوِّهِمْ عَطَفَ الْعَدُوُّ عَلَى مَنْ يُخَلَّفُونَ مِنْ الْمُسْلِمِينَ فَهُنَا قَدْ صَرَّحَ أَصْحَابُنَا بِأَنَّهُ يَجِبُ أَنْ يَبْذُلُوا مُهَجَهُمْ وَمُهَجَ مَنْ يُخَافُ عَلَيْهِمْ فِي الدَّفْعِ حَتَّى يَسْلَمُوا وَنَظِيرُهَا أَنْ يَهْجُمَ الْعَدُوُّ عَلَى بِلَادِ الْمُسْلِمِينَ وَتَكُونَ الْمُقَاتِلَةُ أَقَلَّ مِنْ النِّصْفِ فَإِنْ انْصَرَفُوا اسْتَوْلَوْا عَلَى الْحَرِيمِ فَهَذَا وَأَمْثَالُهُ قِتَالُ دَفْعٍ لَا قِتَالُ طَلَبٍ لَا يَجُوزُ الِانْصِرَافُ فِيهِ بِحَالٍ وَوَقْعَةُ أُحُدٍ مِنْ هَذَا الْبَابِ 

"Dan perang defensif (perang bertahan), misalnya, jika musuh berjumlah besar sehingga kaum Muslimin tidak mampu melawannya. Namun, dikhawatirkan jika mereka mundur dari musuh, musuh akan menyerang kaum Muslimin yang mereka tinggalkan. Dalam kondisi ini, para ulama kami telah menjelaskan bahwa mereka WAJIB mengorbankan kemampuan mereka dan kemampuan orang-orang yang dikhawatirkan (akan diserang) dalam upaya bertahan, agar mereka (yang tertinggal) selamat.

Contoh lain adalah ketika musuh menyerbu negeri kaum Muslimin dan jumlah pejuang Muslim kurang dari setengah (jumlah musuh), lalu jika mereka mundur, musuh akan menguasai daerah kekuasaan. Ini dan kasus-kasus serupa adalah perang defensif, bukan perang ofensif (perang menyerang), yang TIDAK BOLEH MUNDUR di dalamnya dalam keadaan apa pun. Pertempuran Uhud termasuk dalam kategori ini."

Ibnu Al-Qayyim dalam kitab Al-Furusiyyah (hal. 188, tahqiq Masyhur Hasan) menerangkan:

لِأَن دفع الصَّائِل على الدّين جِهَاد وقربة وَدفع الصَّائِل على المَال وَالنَّفس مُبَاح ورخصة فَإِن قتل فِيهِ فَهُوَ شَهِيد

“Karena melawan penyerang agama adalah jihad dan bentuk ibadah, dan melawan penyerang harta dan jiwa adalah mubah dan rukhshah. Tapi kalau terbunuh dalam kedua bentuk ini tetap jadi syahid.”

Selanjutnya Ibnu Al-Qayyim menerangkan:

فقتال الدّفع أوسع من قتال الطّلب وأعم وجوبا وَلِهَذَا يتَعَيَّن على كل أحد يقم ويجاهد فِيهِ العَبْد بِإِذن سَيّده وَبِدُون إِذْنه وَالْولد بِدُونِ إِذن أَبَوَيْهِ والغريم بِغَيْر إِذن غَرِيمه وَهَذَا كجهاد الْمُسلمين يَوْم أحد وَالْخَنْدَق

“Perang defensif lebih luas dan lebih umum kewajibannya dari pada jihad thalab (perang ofensif). Makanya wajib ‘ain bagi semua orang untuk berjihad, bahkan hamba sahaya harus turun baik dengan izin maupun tidak ada izin dari tuannya, anak tak perlu izin orang tua, kreditur tak perlu izin debitur. Ini kasusnya sepertti jihad kaum muslimin pada perang Uhud dan Khandaq.”

Mereka tak boleh mundur sampai mati, meski jumlah dan persenjataan musuh berlipat dari mereka. Untuk jihad jenis ini tidak berlaku rukhshah pada surah Al Anfal ayat 66, sebagaimana kata Ibnu Al-Qayyim dalam kitab Al-Furusiyyah hal. 188 (tahqiqnya Masyhur Hasan Salman):

وَلَا يشْتَرط فِي هَذَا النَّوْع من الْجِهَاد أَن يكون الْعَدو ضعْفي الْمُسلمين فَمَا دون فَإِنَّهُم كَانُوا يَوْم أحد وَالْخَنْدَق أَضْعَاف الْمُسلمين فَكَانَ الْجِهَاد وَاجِبا عَلَيْهِم لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ جِهَاد ضَرُورَة وَدفع لَا جِهَاد اخْتِيَار

“Tidak disyaratkan dalam jihad jenis ini bahwa jumlah musuh maksimal dua kali lipat kaum muslimin, karena musuh di masa perang Uhud dan Khandaq jumlahnya berkali lipat kaum muslimin. Jihad kala itu jadi wajib atas diri mereka karena saat itu menjadi jihad darurat, bukan jihad ikhtiyar (pilihan).”

Selanjutnya di halaman berikutnya Ibnu Al-Qayyim menampar para penggembos jihad dengan mengatakan,

فجهاد الدّفع يَقْصِدهُ كل أحد وَلَا يرغب عَنهُ إِلَّا الجبان المذموم شرعا وعقلا

“Jihad dafi’ (defensif) ditujukan kepada semua orang dan tidak ada yang membencinya kecuali PENGECUT TERHINA baik secara syar’i maupun ‘aqli.”

Demikian penjelasan para ulama ttg ayat itu adalah rukhshah bukan berarti kalau tidak mengambil rukhshah maka berdosa atau jihadnya tidak syar'iy.

Pun itu dalam jihad thalab, sementara dalam jihad difa'iy maka sebagaimana penjelasan Ibnu Taimiyan dan Ibnu Al-Qayyim tidak disyaratkan jumlah itu, wajib bertahan sampai titik darah penghabisan.

Disalin dari status Ustadz Anshari Taslim LC.
×
Berita Terbaru Update