Fikroh.com - Memasuki bulan kemerdekaan, suasana di berbagai sudut kampung dan kota di Indonesia mulai semarak. Pemasangan bendera Merah Putih di depan rumah menjadi pemandangan umum, diikuti dengan berbagai lomba 17 Agustusan yang meriah. Bagi umat Muslim, penting untuk memahami batasan dan kaidah lomba yang sesuai dengan syariat Islam agar perayaan kemerdekaan tetap membawa berkah.
Hukum Lomba dalam Islam Menurut Ulama
Menurut para ulama, hukum perlombaan dalam Islam pada dasarnya adalah halal, bahkan dianjurkan, terutama jika bertujuan positif dan tidak mengandung unsur terlarang.
1. Lomba Tanpa Hadiah
Para ulama sepakat bahwa lomba yang tidak memperebutkan hadiah apa pun hukumnya boleh secara mutlak. Hal ini dipertegas oleh Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni:
“Ulama Islam ijma’ atas kebolehan perlombaan secara umum. Perlombaan ada dua macam, yaitu perlombaan tanpa ada hadiah dan perlombaan dengan hadiah. Perlombaan tanpa hadiah yang diperebutkan hukumnya boleh secara mutlak tanpa ada ketentuan mengikat, seperti lomba lari, perahu, burung, bighal, keledai, gajah, dan lembing. Begitu pula boleh lomba gulat dan lomba angkat batu untuk mengetahui siapa yang paling kuat.”
Bahkan, jika perlombaan tersebut bertujuan untuk melatih ketangkasan dan bela negara, hukumnya menjadi sunnah. Syekh As-Syirbini menjelaskan:
“Perlombaan yang mencakup juga lomba memanah hukumnya sunnah bagi laki-laki Muslim dengan tujuan jihad bela negara secara ijma’. Juga berdasarkan firman Allah: ‘Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi’ (QS Al-Anfal: 60). Rasulullah saw menafsirkan kata 'kekuatan' dalam ayat makna dengan memanah.”
2. Lomba dengan Hadiah
Adanya hadiah dalam perlombaan harus diperhatikan dengan saksama agar tidak terjerumus dalam kategori judi (qimar). Ulama membagi hukumnya menjadi tiga, tergantung dari sumber hadiahnya:
Hadiah dari Pihak Ketiga: Jika hadiah berasal dari pihak di luar peserta, seperti donatur, sponsor, atau panitia, hukumnya boleh dan telah disepakati oleh para ulama (ijma'). Imam An-Nawawi menegaskan dalam kitab Al-Minhaj Syarhu Muslim: “Perlombaan dengan hadiah hukumnya boleh secara ijma’ akan tetapi dengan syarat hadiah tidak berasal dari para peserta lomba.”
Hadiah dari Salah Satu Peserta: Lomba yang hadiahnya berasal dari salah satu peserta saja juga diperbolehkan. Ini karena tidak ada unsur pertaruhan yang merugikan kedua belah pihak. Dalam Kitab Nihayatul Muhtaj, disebutkan:
“Boleh mensyaratkan hadiah dari salah satu peserta seperti seseorang berkata: 'Jika kamu mengalahkan aku, maka kamu akan mendapatkan hadiah sekian dariku. Namun jika aku mengalahkanmu, maka tidak ada tanggungan apa pun atasmu untukku.' Lomba semacam ini dibolehkan karena di dalamnya tidak ada unsun judi (qimar).”
Hadiah dari Seluruh Peserta: Jika hadiah dikumpulkan dari semua peserta (masing-masing mengeluarkan iuran), hukumnya haram karena termasuk judi. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan bahwa praktik ini dilarang, kecuali jika ada pihak ketiga (muhallil) yang tidak mengeluarkan iuran namun tetap berhak mendapatkan hadiah jika menang, sehingga menghilangkan unsur judi.
Menghindari Unsur Judi dalam Lomba Agustusan
Agar lomba Agustusan tetap sesuai syariat dan terhindar dari praktik judi, berikut adalah empat kaidah yang bisa diterapkan:
Hadiah dari Sumber yang Sah: Hadiah sebaiknya berasal dari pihak ketiga, seperti donatur, sponsor, kepala daerah, atau kas masjid. Panitia juga bisa mengadakan acara di sekolah dan hadiahnya berasal dari dana sekolah.
Iuran untuk Operasional: Jika panitia menarik iuran dari peserta, pastikan uang tersebut murni digunakan untuk biaya operasional acara, bukan untuk hadiah.
Hadiah dari Penjualan Suvenir: Panitia dapat menjual suvenir atau produk kepada peserta dengan harga wajar. Hasil penjualan yang sah ini kemudian dapat digunakan sebagai hadiah.
Memasukkan 'Muhallil' dalam Lomba: Ajak warga yang kurang mampu untuk mengikuti lomba tanpa dikenakan iuran. Kehadiran mereka bisa menjadi muhallil, yaitu pihak yang tidak mengeluarkan biaya namun tetap memiliki kesempatan menang, sehingga lomba terbebas dari unsur judi.
Dengan memahami kaidah-kaidah ini, lomba Agustusan dapat menjadi ajang yang menyenangkan dan bermanfaat, tanpa menyimpang dari ajaran agama. Wallahu a’lam.
