Notification

×

Iklan

Iklan

Al-Wahhāb: Arti dan Penjelasan dalam Perspektif Islam

Kamis | Agustus 28, 2025 WIB | 0 Views

Al-Wahhāb: Arti dan Penjelasan dalam Perspektif Islam

Fikroh.com - Salah satu di antara nama Allah yang agung dan penting untuk difahami adalah Al-Wahhāb (ٱلْوَهَّابُ). Nama ini banyak disebut oleh para ulama sebagai salah satu sifat Allah yang paling relevan dengan kehidupan manusia, sebab Al-Wahhāb menggambarkan Allah sebagai Dzat Yang Maha Pemberi, Maha Penganugerahan tanpa batas, tanpa syarat, dan tanpa pamrih.

Pemahaman tentang arti Al-Wahhāb sangat penting, bukan hanya secara teologis, tetapi juga secara praktis, karena mengajarkan manusia tentang bagaimana seharusnya mereka memandang rezeki, karunia, serta anugerah yang datang dalam hidup. Artikel ini akan mengupas secara ilmiah tentang arti, dasar dalil, serta implikasi etis dari sifat Allah yang bernama Al-Wahhāb.

Arti Al-Wahhāb dalam Bahasa Arab

Secara etimologis, kata Al-Wahhāb berasal dari akar kata "wahaba" (وَهَبَ) yang berarti memberi, menghadiahkan, atau menganugerahkan. Dalam bentuk mubalaghah (intensif), yaitu "wahhāb", kata ini menggambarkan sifat pemberian yang berulang, luas, dan tanpa perhitungan. Dengan demikian, Al-Wahhāb berarti "Dzat Yang Maha Memberi karunia secara terus-menerus tanpa batas dan tanpa meminta imbalan."

Para ahli bahasa Arab, seperti Ibn Faris dalam Maqāyīs al-Lughah, menjelaskan bahwa kata "wahaba" berbeda dari kata "a‘ṭā" (memberi). "Wahaba" mengandung makna pemberian yang penuh kemurahan hati, seringkali tanpa diminta, serta tidak disertai syarat atau pamrih.

Oleh karena itu, Al-Wahhāb menegaskan sifat Allah Swt. sebagai sumber segala pemberian dan karunia, baik yang tampak maupun tidak tampak, baik diminta maupun tidak diminta oleh hamba-Nya.

Dalil Al-Qur’an tentang Al-Wahhāb

Nama Al-Wahhāb disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur’an. Salah satunya terdapat dalam doa Nabi Sulaiman a.s.:

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak akan dimiliki oleh seorang pun sesudahku; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi (Al-Wahhāb)."
(QS. Ṣād [38]: 35)

Selain itu, kata kerja wahaba sering kali digunakan dalam konteks Allah memberikan anugerah berupa anak, kenikmatan, atau rahmat kepada hamba-Nya. Misalnya dalam QS. Āli ‘Imrān [3]: 8:

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi (Al-Wahhāb)."

Dari ayat-ayat ini, jelas bahwa Al-Wahhāb berkaitan erat dengan permohonan manusia akan karunia dan rahmat Allah, baik berupa harta, kedudukan, maupun ketenangan hati.

Pandangan Ulama tentang Sifat Al-Wahhāb

Ulama tafsir dan ahli akidah menjelaskan sifat Allah dengan nama Al-Wahhāb dalam berbagai literatur.

  1. Al-Ghazali dalam Al-Maqṣad al-Asnā menulis bahwa Al-Wahhāb adalah Allah yang memberi anugerah terus-menerus, bahkan sebelum manusia memintanya. Karunia itu diberikan kepada semua makhluk, baik mukmin maupun kafir, sebagai tanda keluasan rahmat Allah.

  2. Ibn Qayyim al-Jawziyyah menjelaskan bahwa pemberian Allah sebagai Al-Wahhāb meliputi dua jenis:

    • Pemberian duniawi, seperti kesehatan, rezeki, anak, dan kenikmatan hidup.
    • Pemberian ukhrawi, yaitu hidayah, iman, dan ampunan.
  3. Ibn Kathīr dalam tafsirnya menekankan bahwa doa dengan menyebut "Al-Wahhāb" menunjukkan pengakuan hamba akan kelemahan diri, serta keyakinan bahwa semua bentuk anugerah hanya datang dari Allah.

Dimensi Teologis dari Nama Al-Wahhāb

Nama Allah Al-Wahhāb mengandung makna teologis yang mendalam:

  • Tauhid Rububiyah: Hanya Allah yang berhak disebut sebagai Al-Wahhāb, karena hanya Dia sumber segala karunia. Tidak ada makhluk yang bisa memberi secara mutlak kecuali dengan izin Allah.
  • Tauhid Uluhiyah: Seorang hamba yang memahami bahwa Allah adalah Al-Wahhāb akan hanya berdoa dan memohon kepada-Nya, bukan kepada selain-Nya.
  • Tauhid Asmā’ wa Ṣifāt: Nama ini menegaskan bahwa sifat Allah Maha Memberi adalah bagian dari kesempurnaan-Nya yang tidak terbatas oleh waktu dan kondisi.

Implikasi Etis bagi Manusia

Memahami makna Al-Wahhāb bukan hanya bersifat teoretis, tetapi juga praktis dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa implikasi pentingnya adalah:

  1. Syukur atas Nikmat Allah
    Semua rezeki, kesehatan, dan kesempatan adalah karunia dari Al-Wahhāb. Seorang muslim hendaknya memperbanyak syukur, baik dengan lisan, hati, maupun amal.

  2. Optimisme dan Tawakal
    Keyakinan bahwa Allah adalah Al-Wahhāb membuat seorang hamba tidak mudah putus asa. Segala yang hilang bisa diganti, dan segala kesulitan bisa diberi jalan keluar.

  3. Mendorong Kedermawanan
    Karena Allah adalah Maha Pemberi, maka seorang muslim dianjurkan meneladani sifat ini dengan banyak memberi, bersedekah, dan membantu sesama tanpa pamrih.

  4. Menguatkan Doa
    Doa yang disertai penyebutan nama Allah Al-Wahhāb memiliki nilai spiritual yang tinggi, karena menunjukkan keyakinan penuh bahwa Allah adalah sumber segala anugerah.

Relevansi Al-Wahhāb di Era Modern

Dalam konteks kehidupan modern, pemahaman terhadap nama Allah Al-Wahhāb tetap sangat relevan. Ketika manusia banyak terjebak dalam materialisme, lupa bahwa rezeki hanya bergantung pada usaha semata, nama Al-Wahhāb mengingatkan bahwa setiap keberhasilan adalah pemberian Allah.

Selain itu, dalam dunia yang penuh kompetisi, sifat kedermawanan yang lahir dari kesadaran akan Al-Wahhāb bisa menjadi solusi sosial. Misalnya, melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf, kaum muslimin dapat menyalurkan sifat memberi yang terinspirasi dari Al-Wahhāb untuk membantu sesama.

Contoh Doa dengan menyebut nama Allah Al-Wahhāb yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan digunakan para Nabi:

  1. Doa memohon keteguhan hati dan rahmat (QS. Āli ‘Imrān [3]: 8)

    رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
    “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi.”

  2. Doa Nabi Sulaiman a.s. memohon kerajaan (QS. Ṣād [38]: 35)

    رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِي ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
    “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak akan dimiliki oleh seorang pun sesudahku; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.”

  3. Doa Nabi Zakaria a.s. memohon keturunan (QS. Āli ‘Imrān [3]: 38)

    رَبِّ هَبْ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً ۖ إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
    “Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu; sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.”

  4. Doa Nabi Ibrahim a.s. untuk anak-anaknya (QS. Ibrāhīm [14]: 40)

    رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
    (dalam riwayat tafsir, doa ini juga sering disertai lafaz “wahab li”)
    “Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang tetap mendirikan shalat, demikian pula keturunanku. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”

  5. Doa Nabi Daud a.s. dalam riwayat tafsir

    رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
    “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang saleh.”

Kesimpulan

Al-Wahhāb adalah salah satu Asmaul Husna yang menunjukkan sifat Allah sebagai Dzat Maha Pemberi, yang menganugerahkan karunia-Nya secara luas, berulang, dan tanpa batas. Arti Al-Wahhāb bukan sekadar teori linguistik, melainkan keyakinan teologis yang mendalam, didukung dalil Al-Qur’an, tafsir ulama, serta memiliki implikasi etis bagi kehidupan sehari-hari.

Bagi seorang muslim, memahami sifat Allah sebagai Al-Wahhāb mendorongnya untuk bersyukur, berdoa, bertawakal, dan meneladani sifat memberi dalam interaksi sosial. Dengan begitu, kesadaran akan Al-Wahhāb bukan hanya menumbuhkan kedekatan spiritual kepada Allah, tetapi juga memperkuat solidaritas kemanusiaan di tengah masyarakat modern.

×
Berita Terbaru Update