Hukum Takziyah Kepada Non Muslim

Takziyah orang kafir

Ta'ziyah dalam Islam berarti menghibur dan memberikan dukungan moral kepada orang yang sedang berduka karena kehilangan anggota keluarganya (atau kerabatnya) yang meninggal dunia.

Secara bahasa, "ta'ziyah" berasal dari kata Arab عزاء yang berarti "menghibur dalam kesedihan."
Secara istilah syariat, ta'ziyah adalah bentuk empati yang dilakukan dengan menguatkan hati orang yang ditimpa musibah, mendoakan kebaikan untuk almarhum/almarhumah, serta mengajak keluarga yang berduka untuk bersabar dan mengharap pahala dari Allah.

Tujuan ta'ziyah adalah:

  • Memberikan ketenangan hati kepada keluarga yang berduka.
  • Mengingatkan mereka tentang pahala kesabaran dalam musibah.
  • Mengajarkan sikap ridha terhadap takdir Allah.

Dalil anjuran ta'ziyah ada dalam beberapa hadits, misalnya Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang menghibur orang yang ditimpa musibah, maka baginya pahala seperti pahalanya." (HR. Tirmidzi)

Biasanya ta'ziyah dilakukan dengan:

  • Datang langsung ke rumah keluarga yang berduka.
  • Menyampaikan ucapan yang baik, seperti:
    "Semoga Allah memberikanmu pahala, memberi kesabaran, dan mengampuni orang yang telah meninggal."

Ada juga bentuk ta'ziyah lewat surat, telepon, atau pesan di zaman sekarang.

Contoh ucapan Ta'ziyah

Teks Arab:

إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ، أَعْظَمَ اللَّهُ أَجْرَك، وَأَحْسَنَ عَزَاءَك، وَغَفَرَ لِمَيِّتِك

Latin:

Inna lillāhi wa inna ilaihi rāji‘ūn. A‘żama-llāhu ajraka, wa aḥsana ‘azā'aka, wa ghafara limayyitik.

Artinya:

Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali. Semoga Allah membesarkan pahalamu, memperindah kesabaranmu, dan mengampuni orang yang wafat darimu.

Bagaimana hukum berta'ziyah (melayat) kepada non muslim?


Jawaban :

Ada perbedaan pendapat tentang hukum ta’ziyah terhadap orang kafir. Imam As- Syafi'i dan Abu Hanifah –dalam salah satu riwayat darinya– berpendapat, seorang muslim boleh berta’ziyah kepada orang kafir, begitu juga sebaliknya. Dan kafir di sini adalah bukan kafir harbi. (lihat: Al-Majmu', 5/275 dan Hasyiyah Ibnu Abidin, 3/140) 

Kafir harbi adalah kafir yang memerangi ummat Islam dan hidup di bawah negara kafir

Ibnu Qudamah menukil pendapat Imam Ahmad, beliau tawaqquf (tidak berkomentar) tentang ta’ziyah kepada kafir dzimmi (kafir yang hidup dalam naungan aturan syari’ah di dalam negara Islam).

Hal ini disimpulkan dari hukum menjenguknya yang di dalamnya terdapat dua riwayat (pendapat).
 
Pertama, tidak menjenguk mereka saat sakit, begitu juga tidak boleh berta'ziyah kepada mereka, berdasarkan hadits Nabi shallallaahu 'alayhi wasallam,
“Janganlah kalian awali mengucapkan salam kepada mereka.”

Kesimpulan ini termasuk bagian dari maknanya.

Kedua, kita menjenguk mereka berdasarkan hadits, dari Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu, ia berkata: "Ada seorang anak Yahudi yang menyukai Nabi shallallahu ‘alayhi wasallam sakit. Lalu beliau shallallahu alayhi wasallam menjenguknya. Beliau duduk di sebelah kepalanya dan berkata kepadanya: "Masuk Islamlah engkau!" kemudian ia melihat ke bapaknya yang ada di sebelahnya, lalu sang bapak berkata kepadanya: "Patuhilah Abu Qasim –shallallaahu 'alayhi wasallam–." Maka ia masuk Islam. Lalu Rasulullah keluar dan berdoa, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dia dari neraka.” (HR. Bukhari)

Atas dasar ini maka kita boleh berta'ziyah kepadanya. (Al-Mughni, 3/486)

Imam Nawawi rahimahullaah berkata :

"Seorang muslim boleh berta’ziyah kepada kafir dzimmi karena (kematian) kerabatnya yang dzimmi. Lalu ia berkata,

أخلف الله عليك ولا نقص عددك

“Semoga Allah memberi ganti untukmu dan tidak mengurangi jumlahmu (yaitu supaya tetap banyak jizyahnya).” (Raudhah Thalibin  [2/145], Al-Majmu’ [5/275], dan Al-Mughni [2/487]) 

Jizyah adalah pembayaran wajib bagi non muslim yang kaya, yang hidup di bawah pemerintahan Islam.

Dari sini pendapat yang lebih kuat adalah bolehnya berta’ziyah kepada orang kafir dzimmi saat mendapatkan kematian, menjenguk mereka saat sakit, dan membantu mereka saat  musibah. Dalilnya, hadits Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu di atas.

Namun perlu diperhatikan, apabila melakukan hal itu maka hendaknya diniatkan untuk mendakwahi mereka, melunakkan hati mereka kepada Islam, dan mendakwahi mereka dengan cara yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi.  

Perlu diperhatikan juga, pada saat berta’ziyah tidak boleh mendoakan si mayit dengan ampunan, rahmat, atau syurga. Termasuk tidak mengucapkan ucapan "RIP" (Rest In Peace) untuk mereka. Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ

"Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahanam." (QS. At-Taubah [9] : 113)

Sekedar mengantar ke pemakamannya saja boleh, namun tidak berlama-lama. Wallaahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama