Notification

×

Iklan

Iklan

Mengurai Syubhat “Salafi Palsu” Dalam Masalah Ketaatan Terhadap Penguasa

Selasa | September 09, 2025 WIB | 0 Views
Mengurai Syubhat “Salafi palsu ” Dalam Masalah Ketaatan Terhadap Penguasa

Oleh: Ust Abu musa Al mizzy

السؤال يا شيخنا قال بعض المنتسبين إلى السنة أن الحديث : (ما أقام فيكم كتاب الله)، ليس شرطاً في طاعة أولي الأمر، قالوا إن مفهوم المخالفة في الحديث ملغاة، وليس شرطا مقيد، لذلك يعتبرون الحاكم بغير ما أنزل الله من العلمانيين ولي أمر وممن يستحقون الطاعة الشرعية وتحرم مخالفتهم. نرجو البيان..


Pertanyaan:

Wahai Syaikh, sebagian orang yang mengaku di atas sunah berkata bahwa hadis (ما أقام فيكم كتاب الله: selama sang pemimpin berhukum dengan alquran) bukanlah syarat di dalam masalah ketaatan terhadap ulil amri. Mereka mengatakan, bahwa dalil mafhum mukholafah di dalam hadis tersebut tidak sah, sehingga tidak bisa dinilai sebagai syarat yang membatasi(masalah tersebut). Maka dari itu penguasa yang menerapkan hukum selain hukum Allah dari kalangan orang-orang sekuler tetap dinyatakan sebagai ulil amri yang berhak mendapatkan ketaatan syar'i dan haram untuk menyelisihi perintahnya. Mohon penjelasan antum Syaikh.

أ.د. حاكم المطيري :
لم يقل أحد من أهل السنة وفقهائها قط بأن هذا الشرط لا مفهوم له، ولا يقول ذلك فقيه أو أصولي، فإن لفظه كما عند أحمد والترمذي بإسناد صحيح (يا أيها الناس اتقوا الله، وإن أمر عليكم عبد حبشي مجدع فاسمعوا له وأطيعوا ما أقام لكم كتاب الله)،


Profesor Dr.Hakim al-Mathiriy menjawab :
“Tidak ada satupun dari kalangan ahli sunah dan ahli fiqihnya yang menyatakan bahwa syarat di hadis tersebut (selama pemimpin menegakkan hukum Allah) tidak dapat dipahami, bukanlah syarat alias tidak sah. Dan juga tidak ada satupun ahli fiqih atau ahli ushulfiqh yang menyatakan sedemikian rupa.
Terkait dengan hadis tersebut, ada banyak lafadznya; sebagaimana lafadz riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi dengan sanad yang sohih:
“Meskipun kalian dipimpin oleh budak dari habasyah (etopia) yang cacat hidung atau telinganya, maka dengar dan taatilah selama ia menegakkan pada kalian Kitabullah.”

وفي رواية عند أحمد وابن ماجه بإسناد صحيح ( فاسمعوا له وأطيعوا، ما قادكم بكتاب الله).

Adapun riwayat lainnya dengan sanad sohih dari imam Ahmad dan Ibnu Majah:
“Dengar dan taatilah selama (pemimpin) memimpin kalian dengan kitabullah”

و لفظه في صحيح مسلم : وَلَوْ اسْتُعْمِلَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ يَقُودُكُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ فَاسْمَعُوا لَهُ وَأَطِيعُوا

Adapun lafadz hadis di sohih Muslim :
“Jikalau yang memimpin kalian adalah seorang budak dan ia memimpin kalian dengan kitabullah maka dengar dan taatilah”

وقوله (يقودكم بكتاب الله) الجملة الفعلية صفة للعبد تقيد الإطلاق فيه.

Kalimat “Yaquudukum bi kitaabillah” (يقودكم بكتاب الله )adalah jumlah fi'liyyah yang mensifati hamba sahaya tersebut dan dia berposisi sebagai muqoyyid(mengikat/bernilai sebagai syarat) yang mengikat kalimat yg bersifat mutlak.

Komentarku: Maka sebagaimana penjelasan beliau bahwa sifat disitu berdiri sebagai muqoyyid yang berguna memberikan batasan kepada maksud lafadz “عبد”=(budak) yang sifat asalnya mutlak (siapapun budak), menjadi khusus yaitu hanya kepada budak yang menegakkan alquran.

وما هنا (ما قادكم) و (ما أقام لكم) مصدرية زمانية يعني مدة إقامته للكتاب وإقامته أحكامه، ومدة قيادته لكم بالكتاب وأحكامه.
وهذا شرط وقيد صريح بمنطوقه تماما مثل (ما أقاموا الصلاة)!

Sedangkan kalimat Maa Qoodakum/ما قادكم atau Maa Aqooma Lakum/ما أقام لكم..
Lafadz Maa ما berposisi sebagai masdar zamaniyah yang menunjukkan waktu. Sehingga maknanya (selama waktu memimpin/disaat waktu memimpin ia memimpin dengan kitabullah dan memimpin dengan kitabullah artinya adalah menegakkan hukum-hukumnya.

Dan jelas sekali bahwa ini adalah sebuah syarat, qoid(pengikat) yang secara lafadznya saja bisa dipahami hanya dengan membacanya, dan masalah ini persis dengan ucapan Maa Aqoomuu as-Sholaah(ما أقاموا الصلاة) “selama mereka masih menegakkan sholat”!

وهو معقول المعنى أيضا فإن الإمارة في الإسلام والأمر بالسمع والطاعة إنما شرعت أصلا لإقامة حكم الله وشرعه وما جاء به رسوله، كما قال تعالى في الغاية من إرسال الرسل والأمر بطاعتهم ﴿وما أرسلنا من رسول إلا ليطاع بإذن الله﴾، ﴿قل أطيعوا الله وأطيعوا الرسول فإن تولوا فإن الله لا يحب الكافرين﴾،

Secara makna juga masuk akal karena permasalahan al-Imaroh(kepemimpinan)dan masalah mendengar serta mentaati (pemimpin) itu disyariatkan di dalam islam dengan tujuan untuk menegakkan hukum Allah yaitu syariatNya, dan hukum Rasulullah saw. Sebagaimana disebutkan di dalam firman Allah -menjelaskan tujuan pengutusan para Rasul- (Dan kami tidak mengutus seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah, An-Nisa:64). Dan di ayat lainnya surat ('Āli `Imrān):32 - Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".

فمن تولى عن طاعة الله ورسوله وأعرض عنها فهو من الكافرين لا المؤمنين فلا سمع ولا طاعة له بل لا ولاية له أصلا مع المسلمين فضلا عن الولاية عليهم!

Maka barang siapa berpaling dari ketaatan Allah dan RasulNya, dan juga membangkang, maka dia tergolong orang-orang kafir dan bukanlah orang yang beriman. Maka tidak ada baginya ketaatan atau harus didengarkan perintahnya, bahkan tidak baginya keikut sertaan dalam tali kekuasaan umat islam, apa lagi menguasai umat islam!!

قال الأثرم في "ناسخ الحديث ومنسوخه": (فاختلفت هذه الأحاديث في ظاهرها، فتأول فيها أهل البدع.
فأما أهل السنة: فقد وضعوها مواضعها، ومعانيها كلها متقاربة عندهم.

Imam al-Atsrom berkata di dalam kitabnya Nasikh al-Hadiits wa Mansuukhihi :
“Hadis-hadis ini datang dengan lafadz yang berbeda-beda secara dzohir, sehingga ahli bid'ah mentakwil-takwilnya. Adapun Ahlussunah maka mereka meletakkan hadis-hadis tersebut pada tempatnya, dan makna-makna hadis tersebut tidaklah jauh berbeda dengan yang lainnya, dan ini menurut ahlussunah.

وأما أهل البدع: فتأولوا في بعض هذه الأحاديث مفارقة الأئمة والخروج عليهم.

Adapun sikap ahli bid'ah terhadap hadis-hadis ini, mereka mentakwil sebagian hadis-hadis bab ini dan sikap mereka ini termasuk bentuk penyelisihan dan pemberontakan terhadap para ulama yang telah menjelaskan hadis-hadis tersebut.

والوجه فيها أن هذه الأحاديث يفسر بعضها بعضا، ويصدق بعضها بعضا.

Sehingga sisi metode yang tepat dalam memahami hadis-hadis bab ini, adalah dengan cara mentafsirkankan satu dengan lainnya dan saling membenarkan satu dengan lainnya.

Komentarku:

"(yaitu) Dikumpulkan seluruh hadis-hadis bab ini, sehingga keluar hasil bahwa hadis-hadis yang ada dalam bab ini saling membenarkan dan saling mentafsirkan."

فحديث أبي هريرة الذي ذكر فيها "من أطاع الإمام" فقد فسره حديث أبي هريرة الثاني الذي قال فيه: "من أطاع أميري" ثم بين أنه أيضا لم يخص أميره إذا أمر بغير طاعة الله، لأنه حين بعث عبد الله بن حذافة فأمرهم أن يقحموا النار فرجعوا إليه فأخبروه فقال: "من أمركم منهم بمعصية فلا تطيعوا".

Hadis Abu Huroiroh yang berlafadz “Man athoo'a al-Imam” (barang siapa taat dengan pemimpin), dijelaskan oleh hadis Abu Huroiroh yang kedua, yaitu yang berlafadz “Man Athoo'a Amiiri” (barang siapa yang mentaati pemimpinku) lalu datang hadis lainnya yang menjelaskan perihal “pemimpinku” yaitu hadis ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengutus Abdullah bin Hudzaafah dan pasukannya, lantas dia menyuruh pasukan utk masuk ke dalam api unggun yg mereka nyalakan, maka ketika mereka kembali.. mereka mengabarkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam hal tersebut. Dan Rasulullah berkata : “Barang siapa memerintah kalian dari para pemimpinku dengan perintah yg mengandung maksiat, maka jangalah kalian taati”

Komentarku:

Pada hadis Abu Huroiroh yg pertama datang dengan lafadz pemimpin secara umum lalu dijelaskan dengan hadis kedua bahwa maksud pemimpin adalah pemimpinnya Nabi yaitu yang beliau tunjuk untuk jadi amiir(pemimpin), lalu di hadis lainnya dijelaskan bahwa tidak semua pemimpin yang Nabi -shallaallahu alaihi wa sallam- tunjuk memiliki hak ketaatan mutlak, karena pada hadis Abdullah bin Hudzafah dijelaskan bahwa ketaatannya hanya selain di dalam kemaksiatan saja.

وأما حديث عبد الله بن عمرو فإنه قد قال فيه "فليطعه ما استطاع" فقد جعل له فيه ثنيا، وإنما يريد الطاعة في المعروف.

Adapun hadis Abdullah bin Amr, maka dia justru berkata “Maka taatilah dia semampu kalian” di sini disebutkan pengecualian, yaitu ketaatan hanya pada perintah yg (al-Ma'ruf)|| Komentarku : al-Ma'ruf adalah yang mengandung ketaatan kepada Allah/tidak maksiat.

وحديث أم الحصين قد اشترط فيه "يقودكم بكتاب الله".
وحديث علي رضي الله عنه قد فسره حين قال: "إنما الطاعة في المعروف".

Dan di hadis Ummu Hushoin, datang dengan syarat (selama dia memimpin kalian dengan kitabullah), dan hadis Ali rodhiyaAllah 'anhu juga menjelaskan hadis ini yaitu (Ketaatan hanya pada perintah makruf)
Qultu: maksudnya, selama dia berhukum dengan alquran, maka tetap ketaatan padanya hanya pada hal-hal yg makruf.

وحديث ابن عمر أيضا مفسر أنه إنما أوجب الطاعة "ما لم يؤمر بمعصية".

Dan di hadis Ibnu Umar juga menjelaskan bahwa ketaatan hanya wajib pada ketika tidak diperintah dengan kemaksiatan.

وأما حديث ابن مسعود، وأنس فهما اللذان تأولهما أهل البدع فقالوا: ألا تراه يقول "لا طاعة لمن عصى الله عز وجل"، فإذا عصى الله لم يطع في شيء، وإن دعا إلى طاعة! وإنما يرد المتشابه إلى المفسر، فما جعل هذا على ظاهره أولى بالاتباع من تلك الأحاديث؟ بل إنما يرد هذا إلى ما بين معناه فقوله: "لا طاعة لمن عصى الله"، إنما يريد أنه لا يطاع في معصية).

Adapun hadis Ibnu Mas'ud, dan Anas bin Malik ini hadis yang sering ahli bid'ah takwil-takwilkan. Sehingga mereka berkata: “Apakah kalian tidak melihat bahwa hadis berkata: “Tidak ada ketaatan bagi siapapun yang bermaksiat kepada Allah”, Sehingga ketika dia (pemimpin) bermaksiat kepada Allah (apapun maksiatnya), maka tidak boleh ditaati, meskipun dia menyerukan kepada ketaatan!

Seharusnya setiap yang mutasyaabih itu dipahami dengan cara merujuk ke dalil yang jelas (Mubayyan/mufassar).
Sehingga kita nyatakan... Apa gerangan hadis ini lebih utama untuk diikuti dibandingkan hadis-hadis lainnya?? Justru hadis-hadis seperti ini harus dipahami dengan merujuk ke hadis yang jelas, sehingga hasilnya:
“Tidak ada ketaatan bagi siapapun yang bermaksiat kepada Allah maksudnya adalah tidak boleh mentaati perintah yang mengandung maksiat”

Komentarku: Ucapan di atas adalah takwil mereka ahli bid'ah dari kalangan khowarij dan muktazilah yg memutlakkan tidak adanya ketaatan sama sekali jika sang pemimpin bermaksiat dengan apapun bentuk maksiat.

Komentarku: Setelah penjelasan di atas maka simak apa perkataan ulama yg di nukil oleh Dr.Hakim al-Mathiiriy dalam menjelaskan hadis-hadis ketaatan, dan tidak ada satupun yang membahas mafhum mukholafahnya tidak diakui atau sifat maushufnya tidak sah atau hanya sifat kaasyifah.. dst.

وقال القاضي عياض في شرح مسلم (وفيه ما يلزم من طاعة الأئمة إذا كانوا متمسكين بالإسلام، والدعوة لكتاب الله كيف ما كانوا هم فى أنفسهم وأنسابهم وأخلاقهم).

al-Qodhi 'Iyadh berkata di dalam Syarah Sohih Muslim: “Bisa kita pahami, bahwa hadis tersebut mengandung perintah wajib mentaati para pemimpin, jika mereka dalam keadaan berpegang teguh dengan islam, mendakwahkan kitabullah, meskipun terdapat keburukan pada diri mereka atau nasab keluarga mereka atau akhlak mereka.”

وقال أيضا ("ما صلوا"، أي ما كان لهم حكم أهل القبلة والصلاة، ولم يرتدوا ويبدلوا الدين ويدعوا إلى غيره. والإشارة أيضا بقوله: "عبدا حبشيا يقودكم بكتاب الله" أى بالإسلام وحكم كتاب الله وإن جار).

al-Qodhi 'Iyadh juga berkata: Maksud ما صلوا (selama masih menegakkan sholat) adalah selama pemimpin masih dalam keadaan tergolong ahli qiblat, tidak murtad, tidak merubah agamanya dan tidak mendakwahkan ke agama lain. Pada hadis lainnya, yaitu يقودكم بكتاب الله mengisyaratkan kepada berhukum dengan islam yaitu dengan alquran, meskipun dia zholim.

وقال الطيبي في "شرح المشكاة": (.."يقودكم" يسوقكم بالأمر والنهي علي ما هو مقتضى كتاب الله وحكمه..).

al-Imam ath-Thoyyibi juga berkata di kitab Syarh al-Misykaah : “يقودكم maknanya adalah mengatur kalian dengan perintah dan larangan yang sesuai dengan alquran dan hukum Allah”.

وقال النووي في شرح مسلم: (.."يقودكم بكتاب الله" قال العلماء: أي ما داموا متمسكين بالإسلام والدعاء إلى كتاب الله على أي حال كانوا في أنفسهم وأديانهم وأخلاقهم).

Imam an-Nawawi berkata di dalam Syarah Muslim : “Maksud يقودكم بكتاب الله, sebagaimana perkataan para ulama : yaitu selama mereka berpegang teguh dengan islam, dan mendakwahkan kitabullah seperti apapun keadaan mereka(keadaan jiwa, agama dan akhlaknya=meskipun buruk).

Komentarku: Maksud seperti apapun keadaan mereka itu adalah meskipun keadaannya zholim, buruk akhlak, jiwa dan beragamanya.

وقال القاري في "مرقاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح": ((يقودكم) أي يأمركم (بكتاب الله) أي بحكمه المشتمل على حكم الرسول)

Imam al-Qooriy berkata di kitab “Mirqootu al-Mafaatih syarh Misykaah al-Mashoobih” :
“Maksud kalimat يقودكم adalah memerintah kalian, sedangkan بكتاب الله yakni memerintah kalian dengan hukum Allah yang mencakup hukum Rasulullah shallaallahu alaihi wa sallam juga”. Wallahu a'lam.
×
Berita Terbaru Update