Notification

×

Iklan

Iklan

Agama yang Disukai Penguasa Buruk

Minggu | September 07, 2025 WIB | 0 Views
Agama yang Disukai Penguasa Buruk

Fikroh.com - Imam Ibnu Katsir rahimahullāh dalam kitab sejarahnya yang monumental Al-Bidāyah wa an-Nihāyah ketika menyebutkan profil salah seorang pemimpin Daulah Abbasiyah, yaitu Abdullah Al-Ma’mun bin Hārūn Ar-Rasyīd, menuliskan sebuah dialog antara Khalifah Al-Ma’mun dengan Al-Hāfizh An-Nadhr bin Syumail (seorang ahli bahasa dan hadits) rahimahullāh.

Ibnu Asākir meriwayatkan dari An-Nadhr bin Syumail, ia berkata:

“Aku masuk menemui Al-Ma’mun, lalu ia berkata: ‘Apa kabarmu pagi ini wahai Nadhr?’
Aku menjawab: ‘Baik, wahai Amīrul Mu’minīn.’
Ia bertanya lagi: ‘Apa itu Irjā’?’
Aku menjawab: ‘Agama yang sesuai dengan para penguasa. Dengan itu mereka (kaum Murji’ah penjilat) memperoleh keuntungan duniawi, namun merusak agama mereka.’
Al-Ma’mun menimpali: ‘Engkau benar.’
Kemudian ia berkata: ‘Wahai Nadhr, tahukah engkau apa yang aku ucapkan pagi ini?’
Aku menjawab: ‘Bagaimana mungkin aku mengetahui perkara ghaib?’
Ia berkata: ‘Aku berkata (lalu bersyair):

Telah menjadi agama yang aku anut, dan aku tidak akan meminta maaf atasnya di kemudian hari. Mencintai Ali setelah Nabi, aku pun tidak mencela Ash-Shiddiq (Abu Bakar), tidak pula Umar, kemudian Ibnu ‘Affan…’”

Dialog ini menjelaskan hakikat dan ciri utama paham Irjā’ beserta para pengikutnya, yaitu kaum Murji’ah. Pada saat yang sama, ia menyingkap kerusakan aqidah yang dianut oleh Al-Ma’mun, yang telah terpapar paham Syiah—yakni mendahulukan Ali di atas tiga Khulafā’ Rāsyidīn lainnya raḍiyallāhu ‘anhum.

Apa yang dikatakan Imam An-Nadhr ketika mendefinisikan Irjā’ bukanlah tanpa alasan. Sebab, di sekitar Khalifah memang terdapat para penjilat yang gemar memuji dan mendiamkan kerusakan Al-Ma’mun, baik dari kalangan penyair maupun orang-orang berilmu. Di antara mereka yang paling menonjol adalah Bisyr Al-Marīsī.

Bisyr Al-Marīsī: Penyesat Al-Ma’mun


Imam Ibnu Katsir menjelaskan secara ringkas tentang siapa Bisyr ini:

Bisyr Al-Marīsī (Bishyr bin Ghiyāth bin Abī Karīmah, Abū ‘Abdurrahmān Al-Marīsī) adalah seorang ahli kalam, guru besar Mu’tazilah, dan salah satu tokoh yang menyesatkan Al-Ma’mun. Pada awalnya ia mempelajari fiqih dari Al-Qādhi Abū Yūsuf, dan meriwayatkan hadits darinya serta dari Hammad bin Salamah, Sufyān bin ‘Uyainah, dan lainnya. Namun kemudian ia tenggelam dalam ilmu kalam.

Imam Asy-Syāfi’ī rahimahullāh telah melarangnya dari mendalami ilmu tersebut, namun nasihat itu tidak ia terima. Asy-Syāfi’ī bahkan berkata:

“Seorang hamba yang bertemu Allah dengan membawa seluruh dosa selain syirik, lebih aku sukai daripada ia bertemu Allah dengan membawa ilmu kalam.”

Bisyr pernah bertemu Imam Asy-Syāfi’ī ketika beliau datang ke Baghdad.

Al-Qādhi Ibnu Khallikān menyebutkan bahwa Bisyr berpendapat Al-Qur’an adalah makhluk. Ia juga meriwayatkan ucapan-ucapan bercorak Syiah, dan ia termasuk golongan Murji’ah, sehingga muncul istilah Al-Marīsiyyah Al-Murji’ah. Bahkan, ia pernah berkata:

“Sujud kepada matahari dan bulan bukanlah kekafiran, melainkan sekadar tanda kekafiran.”

Ia juga pernah berdebat dengan Imam Asy-Syāfi’ī, namun ia lemah dalam tata bahasa Arab (nahwu).

Kerusakan Aqidah dan Akhlak Al-Ma’mun


Menurut Ibnu Katsir, selain terjerumus dalam aqidah yang rusak (Syiah dan Mu’tazilah), Al-Ma’mun juga gemar minum khamar dan melakukan berbagai kemaksiatan. Kerusakan aqidah dan akhlak Al-Ma’mun ini dibiarkan oleh “ulama” di sekitarnya. Bahkan Bisyr Al-Marīsī justru mendukung penyimpangannya.

Ibnu Katsir menuturkan:

“Ketika Al-Ma’mun melakukan bid’ah dengan menganut Syiah dan Mu’tazilah, Bisyr Al-Marīsī bergembira—sebab ia adalah gurunya Al-Ma’mun—hingga ia membuatkan syair baginya. Ia melantunkan:

"Al-Ma’mun kami dan guru kami telah berkata dalam kitabnya bahwa Ali, yaitu Abū Al-Hasan, adalah manusia terbaik yang pernah menunggang unta setelah Nabi Muhammad Al-Hudā. Dan sesungguhnya kami memiliki amalan kami, dan Al-Qur’an itu makhluk.”

Kemudian, sebagian penyair Sunni membantah dengan syair tandingan:

“Wahai manusia, tidak ada ucapan atau perbuatan bagi orang yang berkata bahwa firman Allah adalah makhluk. Hal itu tidak pernah diucapkan oleh Abu Bakar, Umar, ataupun Nabi Muhammad ﷺ, dan tidak pula oleh Ash-Shiddiq. Tidak ada seorang pun yang mengatakan demikian kecuali orang yang berbuat bid’ah terhadap Allah. Di sisi Allah, ia adalah seorang zindik yang sengaja ingin menghancurkan agama kalian, sementara agama mereka sendiri telah hancur. Wahai kaum berakal, ketahuilah, khalifah kalian pagi dan sore berada dalam keadaan terbelenggu.”

(Selesai nukilan dari kitab Al-Bidāyah wa an-Nihāyah, Juz 10).
×
Berita Terbaru Update