Mengenal Burhanuddin Abdullah Eks Napi Korupsi Yang Diberi Penghargaan oleh Prabowo

Mengenal Burhanuddin Abdullah Eks Napi Korupsi Yang Diberi Penghargaan oleh Prabowo

Fikroh.com – Nama Burhanuddin Abdullah kembali menjadi sorotan publik setelah ia menerima penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Prabowo Subianto pada Senin, 25 Agustus 2025, di Istana Negara, Jakarta. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk pengakuan atas jasanya dalam menjaga stabilitas moneter dan memperkuat sistem perbankan nasional. Namun, pemberian tanda kehormatan ini memicu kontroversi karena rekam jejak Burhanuddin sebagai mantan narapidana korupsi. Siapa sebenarnya Burhanuddin Abdullah, dan bagaimana perjalanan kariernya hingga mendapat penghargaan ini? Berikut ulasan jurnalis untuk mengenal sosoknya lebih dekat.

Latar Belakang dan Karier Cemerlang


Burhanuddin Abdullah, lahir di Garut, Jawa Barat, pada 10 Juli 1947, adalah seorang ekonom yang memiliki karier panjang di dunia perbankan dan pemerintahan. Ia merupakan lulusan Universitas Padjadjaran dan Michigan State University, Amerika Serikat, yang memulai kariernya di Bank Indonesia (BI) sebagai staf di Bagian Kredit Produksi. Dedikasinya membawanya menapaki berbagai jabatan strategis, termasuk Kepala Bagian Kerja Sama Ekonomi dan Perdagangan Internasional serta Direktur Direktorat Luar Negeri BI.

Puncak kariernya di BI terjadi ketika ia menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia pada periode 2003–2008. Selain itu, Burhanuddin juga pernah menjadi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid. Kiprahnya di kancah internasional pun tak kalah gemilang, dengan menjabat sebagai Gubernur untuk Indonesia di International Monetary Fund (IMF) di Washington DC. Ia juga dua kali terpilih sebagai Ketua Umum Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada 2003–2006 dan 2006–2008.

Salah satu pencapaian monumental Burhanuddin adalah keberhasilannya memimpin pelunasan utang Indonesia kepada IMF pada 2006, setahun lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. Dengan cadangan devisa sebesar US$42,35 miliar, ia mengambil langkah berani untuk melunasi utang sebesar US$3,2 miliar pada Oktober 2006, setelah pembayaran tahap pertama sebesar US$3,75 miliar pada Juni 2006. Langkah ini menandai kemerdekaan ekonomi Indonesia dari jeratan IMF, sebuah tonggak sejarah yang hingga kini dikenang.

Catatan Kelam: Kasus Korupsi YLPPI


Meski memiliki karier yang cemerlang, Burhanuddin tersandung kasus hukum yang mencoreng rekam jejaknya. Pada 2008, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonisnya lima tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti menyalahgunakan dana Yayasan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (YLPPI) senilai Rp100 miliar. Dana tersebut dialokasikan untuk berbagai keperluan, termasuk bantuan hukum bagi rekan-rekannya dan amandemen Undang-Undang BI. Majelis hakim menilai Burhanuddin kurang teliti dalam menyetujui pengambilan dana tersebut, meskipun ia sempat menyatakan keraguannya.

Meski divonis lima tahun, Burhanuddin bebas lebih cepat dan tidak kehilangan momentum untuk kembali berkiprah. Ia diangkat sebagai Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN), yang kini bernama Universitas Koperasi Indonesia, dan kemudian menjadi Komisaris Utama PT PLN (Persero) pada Juli 2024, menggantikan Agus Martowardojo.

Hubungan dengan Prabowo dan Penghargaan Kontroversial


Burhanuddin memiliki kedekatan dengan Presiden Prabowo Subianto, terutama melalui perannya dalam dunia politik. Ia menjadi Ketua Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024. Selain itu, ia juga menjabat sebagai inisiator dan Ketua Tim Pakar Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, sebuah inisiatif yang didukung Prabowo.

Penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana yang diberikan pada 25 Agustus 2025 menjadi sorotan karena status Burhanuddin sebagai eks terpidana korupsi. Penghargaan ini, yang merupakan kelas kedua dari Bintang Mahaputera, diberikan kepada individu yang dianggap berjasa luar biasa bagi bangsa, khususnya dalam menjaga keutuhan dan kejayaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam upacara penganugerahan, Burhanuddin disebut berjasa dalam menjaga stabilitas moneter dan memperkuat sistem perbankan internasional, serta merumuskan kebijakan strategis di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.

Namun, pemberian penghargaan ini memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian pihak memuji kontribusi Burhanuddin, terutama dalam pelunasan utang IMF, sementara yang lain mempertanyakan keputusan memberikan penghargaan kepada seseorang dengan catatan korupsi. “Apa tidak ada orang lain?” tulis sebuah artikel di Democrazy.id, mencerminkan sentimen kekecewaan sebagian publik. Media sosial, khususnya platform X, juga ramai dengan diskusi serupa, dengan beberapa pengguna mempertanyakan integritas pemberian penghargaan ini.

Penganugerahan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Burhanuddin Abdullah bukanlah yang pertama. Pada 2007, ia juga menerima Bintang Mahaputera Utama, menjadikannya salah satu tokoh yang dua kali mendapat tanda kehormatan negara. Pemerintah tampaknya menilai bahwa jasa-jasanya, terutama dalam dunia moneter, tidak bisa dihapus oleh kesalahan di masa lalu. Namun, keputusan ini tetap mengundang pertanyaan tentang bagaimana negara menyeimbangkan penghargaan atas prestasi dengan sensitivitas terhadap rekam jejak hukum.

Burhanuddin Abdullah adalah cerminan dari figur kompleks: seorang ekonom ulung dengan kontribusi besar, namun juga individu yang pernah tersandung kasus korupsi. Pemberian penghargaan oleh Prabowo menunjukkan bahwa pemerintah lebih menekankan pada jasa masa lalunya, terutama dalam konteks stabilitas ekonomi nasional. Meski demikian, kontroversi ini mengingatkan kita pada pentingnya transparansi dan konsistensi dalam pemberian penghargaan negara.

Kesimpulan

Burhanuddin Abdullah adalah sosok dengan karier gemilang yang diwarnai catatan kelam. Dari Gubernur BI hingga Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, ia telah meninggalkan jejak signifikan dalam perekonomian Indonesia. Namun, vonis korupsi Rp100 miliar pada 2008 tetap menjadi bayang-bayang yang sulit dihapus. Penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana dari Prabowo Subianto pada 2025 mencerminkan pengakuan atas kontribusinya, tetapi juga memicu debat tentang etika dan integritas. Publik pun diajak untuk merenung: apakah jasa besar seseorang dapat mengesampingkan masa lalunya, atau haruskah standar yang lebih ketat diterapkan untuk penghargaan negara?

Posting Komentar untuk "Mengenal Burhanuddin Abdullah Eks Napi Korupsi Yang Diberi Penghargaan oleh Prabowo"