Fikroh.com - Wudhu merupakan ibadah mahdhoh yang tata cara pelaksanaannya tidak boleh dimodifikasi semaunya saja. Ketentuan tata cara wudhu bersifat baku dalam arti sesuai dengan contoh dari Nabi. Maka menyelisihi cara wudhunya Nabi bisa berakibat tidak sah atau minimal mengurangi kesempurnaan. Berikut ini kami sebutkan beberapa kesalahan dalam wudhu' yang apabila dilakukan akan mengurangi kesempurnaannya.
1. Melafazkan niat sebelum berwudhu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya (22/217) berkata, "Tempat niat adalah hati; bukan lisan berdasarkan kesepakatan imam-imam kaum muslim untuk semua ibadah."
Ia juga berkata dalam Al Fataawa Al Kubra (1/214), "Melafazkan niat adalah cacat pada akal dan agama. Adapun pada agama adalah karena ia adalah bid'ah, sedangkan pada akal adalah karena ia seperti orang yang hendak makan lalu mengatakan, "Saya berniat meletakkan tangan saya di wadah ini untuk mengambil sesuap makanan darinya, lalu saya letakkan di mulut dan saya kunyah, kemudian saya telan agar kenyang." Ini adalah kedunguan dan kebodohan."
Ibnul Qayyim berkata dalam Zaadul Ma'aad (1/196), "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengatakan di awalnya, "Saya berniat menghilangkan hadats, dan berniat memulai shalat." Baik Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam maupun seorang dari para sahabatnya, dan tidak datang satu huruf pun dari Beliau tentang hal ini baik dengan isnad yang shahih maupun dha'if."
2. Berdoa ketika membasuh anggota wudhu
Ada sebuah hadits yang bunyinya,
Dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu ia berkata: Aku pernah masuk menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan di depan Beliau ada wadah berisi air, lalu Beliau berkata kepadaku, "Wahai Anas, mendekatlah kepadaku, aku akan mengajarkan kepadamu ketentuan-ketentuan wudhu." Maka aku pun mendekat. Saat Beliau mencuci kedua tangannya, Beliau membaca, "Bismillah wal hamdulillah walaa haula walaa quwwata illaa billah." Ketika Beliau beristinja, Beliau mengucapkan, "Allahumma hashshin farji wa yassir lii amriy." Saat Beliau berwudhu dan menghirup air ke hidung, Beliau mengatakan, "Allahumma laqqini hujjatiy walaa tuharrimniy raa'ihatal jannah." Ketika Beliau membasuh wajahnya, Beliau mengatakan, "Allahumma bayyidh wajhiy yauma tabyaddhu wujuuh." Ketika Beliau membasuh lengannya, Beliau mengucapkan, "Allahuuma a'thiniy kitaabi biyamiinii." Ketika Beliau mengusapkan tangannya ke kepalanya, Beliau mengatakan, "Allahumma aghitsnaa birahmatik wa jannibnaa 'adzaabak." Saat Beliau membasuh kedua kakinya, Beliau mengucapkan, "Allahumma tsabbit qadamiy yauma tazillu fiihil aqdaam." Kemudian Beliau bersabda, "Demi Allah yang mengutuskku dengan membawa kebenaran, wahai Anas! Tidak ada seorang hamba yang mengucapkannya ketika berwudhu, lalu menetes air dari sela-sela jarinya kecuali Allah akan menciptakan malaikat yang bertasbih kepada Allah dengan tujuh puluh lisan, dimana pahala tasbih itu berlanjut sampai hari Kiamat."
Hadits ini disebutkan oleh Ibnu Hibban dalam Al Majruhiin (2/154) dalam biografi 'Abbad bin Shuhaib. Ibnu Hibban berkata, "Ia meriwayatkan hadits-hadits munkar tentang hal-hal yang masyhur yang apabila didengar oleh pemula tentang tindakan ini pasti akan menyaksikan kepalsuannya."
Adz Dzahabiy dalam Mizanul I'tidal (2/367) berkata tentang 'Abbad bin Shuhaib: Ibnul Madiniy berkata, "Haditsnya telah pergi." Imam Bukhari, Nasa'i, dan lainnya berkata, "Matruk (ditinggalkan)."
Tentang doa ketika membasuh anggota wudhu' ini, Imam Nawawi berkata dalam Ar Raudhah, "Doa ini tidak ada asalnya." Imam Ibnush Shalah berkata, "Tidak ada satu pun hadits yang sah." (At Talkhishul Habir 1/100)
Ibnul Qayyim berkata, "Tidak dihapal dari Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa Beliau membaca sesuatu dalam wudhunya selain basmalah, dan semua hadits yang menyebutkan dzikr-dzikr ketika berwudhu yang perlu dibaca adalah dusta dan dibuat-buat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkan sedikit pun darinya dan tidak mengajarkannya kepada umatnya, dan tidak sah dari Beliau selain basmalah." (Zaadul Ma'aad: 1/196)
Al Haafizh Ibnu Hajar dalam At Talkhish (1/100) berkata, "Ada riwayat tentangnya dari Ali dari beberapa jalan yang lemah sekali, disebutkan oleh Al Mustaghfiriy dalam ad Da'awat, Ibnu 'Asakir dalam Amalinya, dimana ia melalui riwayat Ahmad bin Mush'ab Al Marwaziy, dari Habib bin Abi Habib Asy Syaibani, dari Abu Ishaq As Subai'iy, dari Ali. Namun dalam isnadnya ada seorang yang tidak dikenal. Pemilik Musnad Al Firdaus juga meriwayatkannya dari jalan Abu Zur'ah Ar Raaziy, dari Ahmad bin Abdullah bin Dawud, telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Al 'Abbas, telah menceritakan kepada kami Mughits bin Budail, dari Kharijah bin Mush'ab, dari Yunus bin Ubaid, dari Al Hasan, dari Ali yang sama seperti itu. Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Adh Dhu'afa dari hadits Anas seperti itu, namun di sana terdapat 'Abbad bin Shuhaib, ia adalah matruk (ditinggalkan). Al Mustaghfiriy juga meriwayatkan dari hadits Al Barra' bin 'Azib, namun tidak secara panjang, dan isnadnya lemah."
Lajnah Da'imah (komite tetap fatwa KSA) dalam fatawanya (5/206) berkata, "Tidak sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam doa ketika berwudhu, dan doa yang dibaca oleh masyarakat awam ketika membasuh setiap anggota wudhu adalah bid'ah."
3. Pendapat yang mengatakan wajibnya mencabut gigi palsu ketika berwudhu
Syaikh Muhammad bin Shalih Al 'Utsaimin berkata dalam Asy Syarhul Mumti' (1/240),
"Apakah seseorang harus melepas gigi palsu jika menghalangi sampainya air ke bagian dalamnya ataukah tidak wajib?"
Zhahirnya, bahwa hal itu tidak wajib. Hal ini seperti halnya cincin. Cincin tidaklah wajib dilepas ketika berwudhu. Tetapi yang lebih utama adalah menggesernya, tetapi tidak wajib, karena Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memakainya, namun tidak ada nukilan bahwa Beliau menggerakkan cincinnya ketika berwudhu'. Cincin jelas lebih tampak menghalangi sampainya air daripada gigi-gigi ini. Terlebih, melepas gigi palsu cukup menyulitkan bagi sebagian manusia."
4. Berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung dengan enam kali saukan tangan
Enam kali saukan ini karena berkumur-kumur dengan menghirup air ke hidung dipisah, dimana untuk masing-masingnya tiga kali saukan. Memang ada hadits yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memisahkan antara berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung sebagaimana yang diriwayatkan dari Thalhah bin Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya. Tetapi hadits ini dinyatakan dha'if oleh Al Hafizh Ibnu Hajar. Ia berkata dalam Bulughul Maram, "Diriwayatkan oleh Abu Dawud dengan isnad yang dha'if." Al Hafizh juga berkata dalam At Talkhish (1/87), "Adapun hadits Thalhah bin Musharrif dari ayahnya dari kakeknya diriwayatkan oleh Abu Dawud yang di sana disebutkan, "Aku melihat Beliau memisah antara berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung." Tetapi di dalam(sanad)nya terdapat Laits bin Abi Salim, ia adalah dha'if. Ibnu Hibban berkata, "Ia membolak-balikkan sanad-sanad dan memarfu'kan hadits-hadits yang mursal, dan datang dari orang-orang yang tsiqah dengan membawa hadits yang bukan hadits mereka." Yahya bin Al Qaththan meninggalkannya, demikian juga Ibnu Mahdiy, Ibnu Ma'in, dan Ahmad bin Hanbal. Imam Nawawi dalam Tahdzibul Asmaa' berkata, "Para ulama sepakat mendha'ifkannya."
Imam Ibnul Qayyim berkata, "Dan termasuk petunjuk Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyatukan antara berkumur-kumur dengan menghirup air ke hidung dari satu telapak tangan. Beliau melakukan hal itu tiga kali. Dalam sebuah lafaz (hadits) disebutkan, "Beliau berkumur-kumur dan menghembuskannya sebanyak tiga kali." Inilah riwayat yang lebih sahih tentang berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung, dan tidak ada penjelasan memisahkan antara berkumur-kumur dan menghirup air ke hidup dalam satu hadits shahih pun."
5. Tidak menyempurnakan wudhu'
Misalnya ada anggota wudhu yang tidak tersentuh air wudhu.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : رَجَعْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِمَاءٍ بِالطَّرِيقِ تَعَجَّلَ قَوْمٌ عِنْدَ الْعَصْرِ فَتَوَضَّئُوا وَهُمْ عِجَالٌ فَانْتَهَيْنَا إِلَيْهِمْ وَأَعْقَابُهُمْ تَلُوحُ لَمْ يَمَسَّهَا الْمَاءُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ، أَسْبِغُوا الْوُضُوءَ .
Dari Abdullah bin 'Amr ia berkata: Kami pulang bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari Mekkah ke Madinah, sehingga ketika kami berada pada tempat air di tengah jalan, maka sebagian orang tergesa-gesa ketika tiba waktu Ashar, lalu mereka berwudhu secara tergesa-gesa, kemudan kami sampai kepada mereka ternyata tumit mereka tampak putih tidak tersentuh air, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Celakalah tumit-tumit karena tersentuh neraka. Sempurnakanlah wudhu oleh kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)
عَنْ جَابِرٍ ، أَخْبَرَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أَنَّ رَجُلًا تَوَضَّأَ فَتَرَكَ مَوْضِعَ ظُفُرٍ عَلَى قَدَمِهِ فَأَبْصَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ فَرَجَعَ ثُمَّ صَلَّى
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu, bahwa Umar bin Khaththab memberitahukan kepadaku, bahwa ada seorang yang berwudhu, lalu tidak membasuh kakinya seukuran kuku, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihatnya dan bersabda, "Kemballah, perbaiki wudhumu, maka ia pun kembali dan melakukan shalat." (HR. Muslim)
Imam Nawawi berkata dalam Syarh Muslim, "Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa orang yang meninggalkan bagian yang wajib dibasuh meskipun sedikit, maka bersucinya tidak sah. Ini merupakan hal yang telah disepakati."
6. Berlebihan menggunakan air ketika berwudhu
عَنْ أَبِي نَعَامَةَ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مُغَفَّلٍ سَمِعَ ابْنَهُ يَقُولُ : اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْقَصْرَ الْأَبْيَضَ عَنْ يَمِينِ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلْتُهَا ، فَقَالَ : أَيْ بُنَيَّ سَلْ اللَّهَ الْجَنَّةَ ، وَتَعَوَّذْ بِهِ مِنْ النَّارِ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِنَّهُ سَيَكُونُ فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ قَوْمٌ يَعْتَدُونَ فِي الطَّهُورِ وَالدُّعَاءِ .
Dari Abu Na'amah, bahwa Abdullah bin Mughaffal mendengar puteranya berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu istana putih di sebelah kanan surga apabila aku memasukinya." Maka Ibnu Mughaffal berkata, "Wahai anakku, mintalah surga kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari neraka, karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya akan ada di tengah umat ini orang-orang yang berlebihan dalam bersuci dan berdoa." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad. Syaikh Al Albani berkata dalam Al Misykaat (418), "Dan isnadnya shahih, dishahihkan oleh jamaah, dan dianggap cacat dengan sesuatu yang sebenarnya tidak mencacatkan.")
Contoh berlebihan dalam bersuci adalah dengan membasuh anggota wudhu melebihi tiga kali dan boros dalam menggunakan air.
7. Menganggap bahwa wudhu tidak sah jika dalam membasuh anggota wudhu kurang dari tiga kali
Ibnu Abbas pernah berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berwudhu sekali-sekali."
Ia juga berkata, "Berwudhu itu (bisa) dua kali-dua kali."
Abdullah bin Zaid meriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berwudhu dua kali-dua kali. Ia (Abdullah bin Zaid) juga berkata, "Berwudhu' itu (bisa) tiga kali-tiga kali."
8. Ketika membasuh kedua tangan, tidak membasuhnya dari ujung jari tangan sampai sikut, tetapi hanya dari pergelangan sampai sikut.
9. Tidak menyela-nyela jari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
أَسْبِغِ الْوُضُوءَ ، وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
"Sempurnakanlah wudhu, sela-selahilah jari jemari, dan bersungguh-sungguhlah dalam menghirup air ke hidung, kecuali jika engkau sedang berpuasa." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasa'i, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 927)
عَنِ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ شَدَّادٍ، قَالَ: «رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا تَوَضَّأَ يَدْلُكُ أَصَابِعَ رِجْلَيْهِ بِخِنْصَرِهِ»
Dari Al Mustawrid bin Syaddad ia berkata, "Aku melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila berwudhu menggosok jari-jari kakinya dengan kelingkingnya." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani, sedangkan dalam Sunan Ibnu Majah disebutkan, "Fa yukhallilu" (Beliau menyela-nyela) sebagai ganti kata "yadluku.")
10. Tidak menyela-nyela janggut
Janggut itu ada yang tipis dan ada yang tebal.
Yang tipis maksudnya tidak menutupI kulit, maka dalam hal ini wajib dibasuh dan dibasuh pula bagian bawahnya. Karena bagian bawahnya ketika tampak, maka masuk ke dalam bagian wajah.
Yang tebal maksudnya yang menutupi kulit, maka dalam hal ini tidak wajib dibasuh selain bagian yang tampak saja.
Cara menyela janggut ada dua cara:
a. Diambil air dengan telapak tangan, lalu ditempatkan di bawah janggut, kemudian janggutnya disela-sela dengannya.
b. Diambil air dengan telapak tangan, lalu di sela-sela janggutnya dengan jarinya seakan-akan jarinya seperti sisir. (lihat Asy Syarhul Mumti’ 1/140 karya Syaikh Ibnu ‘Utsaimin)
11. Mengusap bagian depan kepala saja.
عَنْ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ عَنْ وُضُوءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ... ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ ، فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ بِهِمَا
Dari Abdullah bin Zaid tentang wudhu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:…Kemudian Beliau memasukkan tangannya ke wadah air, lalu mengusap kepalanya, Beliau menjalankan kedua tangannya dari depan (kepala) ke belakang." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah lafaz disebutkan:
ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ
"Kemudian Beliau mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, Beliau menjalankan dari depan ke belakang; Beliau memulai bagian depan kepalanya sehingga ke tengkuknya, lalu mengembalikan tangannya ke tempat semula (depan kepala)." (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Bukhari membuat bab terhadap hadts di atas, "Mengusap kepala semuanya."
Adapun huruf ba' pada firman Allah Ta'ala,
وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكم
"Dan usaplah kepalamu."
Maka bukanlah lit tab'idh (menunjukkan sebagiannya), bahkan ahli bahasa tidak mengenalnya. Ibnu Burhan berkata, "Barang siapa yang menyangka bahwa ba' tersebut menunjukkan sebagian, maka ia telah datang membawa sesuatu yang tidak diketahui oleh Ahli Bahasa."
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (1/142) menerangkan, bahwa ba' tersebut adalah lil ilshaq (menempel), seakan-akan Allah berfirman "Wamsahuu ru'uusakum" yang mencakup semua kepala, sebagaimana Dia berfirman tentang tayammum, " وَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ".
12. Mengusap leher
Ada sebuah hadits yang menyebutkan, bahwa mengusap leher adalah sebuah keamanan dari ghil (dengki). Menurut Imam Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab, bahwa hadits tersebut maudhu' (palsu), demikian juga dinyatakan maudhu' oleh Syaikh Al Albani dalam Adh Dha'iifah (69).
Ibnul Qayyim dalam Az Zaad (1/195) berkata, "Tidak sah sama sekali dari Beliau tentang mengusap leher."
Lajnah Da'imah lil iftaa (Panitia tetap urusan fatwa) KSA (5/235) pernah ditanya, "Bolehkah mengusap leher ketika berwudhu'?" Lajnah menjawab, "Tdak ada keterangan dalam Kitabullah dan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa mengusap leher termasuk sunnah-sannah wudhu'. Oleh karena itu, tidak disyariatkan mengusapnya."
13. Berwudhu lagi setelah wudhu tanpa disela-selahi shalat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Fatawanya (21/376) berkata, "Adapun orang yang tidak melakukan shalat setelah wudhunya itu, maka tidak dianjurkan berwudhu lagi, bahkan memperbaharui wudhu' ketika ini adalah bid'ah yang menyelisihi sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan keadaan kaum muslimin di zaman Beliau dan setelahnya sampai sekarang ini."
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.
Maraaji’: Maktabah Syaamilah versi 3.39, Min Mukhaalafaatil Wudhu' (Abdullah Zuqail)
Tags:
Fikih