Fikroh.com - Kepemimpinan adalah amanah besar yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Dalam sejarah, banyak pemimpin yang berhasil membawa kebaikan karena menjunjung tinggi kejujuran dan keadilan. Namun, tidak sedikit pula yang terjerumus dalam kebohongan dan kedzaliman. Yang lebih berbahaya adalah ketika kebohongan pemimpin justru dibenarkan oleh rakyat, pejabat di sekelilingnya, atau bahkan ulama yang kehilangan keberanian.
Rasulullah ﷺ dengan tegas memperingatkan umat Islam agar tidak pernah membenarkan kebohongan atau mendukung kezaliman yang dilakukan pemimpin. Dukungan terhadap kebatilan, meski dengan diam atau pembiaran, sama artinya dengan ikut melanggengkan kedzaliman itu sendiri. Beliau menegaskan bahwa orang yang ridha terhadap kezhaliman pemimpin, baik secara ucapan, sikap, maupun tindakan, maka ia telah keluar dari barisan umat Rasulullah ﷺ. Peringatan ini bukan sekadar ancaman, melainkan bentuk kasih sayang Nabi agar kaum muslimin tidak terjerumus dalam dosa besar yang dapat menghapus amal kebaikan.
Lebih dari itu, Rasulullah ﷺ menegaskan konsekuensi akhirat yang amat berat bagi mereka yang membenarkan kezhaliman. Mereka tidak akan mendapatkan kehormatan untuk meminum air dari telaga beliau pada hari kiamat kelak—sebuah nikmat agung yang dijanjikan bagi umat yang setia mengikuti sunnah dan menjauhi kebatilan. Hal ini menjadi pengingat kuat bahwa keimanan bukan hanya diukur dari ibadah pribadi, tetapi juga dari keberanian menolak ketidakadilan. Dengan demikian, seorang muslim sejati adalah mereka yang menolak kebohongan dan berdiri di atas kebenaran, meskipun harus menghadapi risiko yang berat di dunia.
Ancaman Bagi Orang Yang Membenarkan Kebohongan Pemimpin
عَنْ كَعْبٍ بْنِ عُجْرَةَ قاَلَ: خَرَجَ إِلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ وَنَحْنُ تِسْعَةٌ خَمْسَةٌ وَ أَرْبَعَةٌ أَحَدُ الْعَدَدَيْنِ مِنَ الْعَرَبِ وَاْلآخَرُ مِنَ اْلعَجَمِ فَقَالَ إِسْمَعُوْا هَلْ سَمِعْتُمْ أَنَّهُ سَيَكُوْنُ بَعْدِيْ أُمَرَاءُ فَمَنْ دَخَلَ عَلَيْهِمْ فَصَدَّقَهُمْ بِكَذِبِهِمْ وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنْهُ وَلَيْسَ بِوَارِدٍ عَلَيَّ الْحَوْضَ وَمَنْ لَمْ يَدْخُلْ عَلَيْهِمْ وَلَم يُعِنْهمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ وَلَمْ يُصَدِّقْهُمْ بِكَذِبِهِمْ فَهُوَ مِنِّي وَأَنَا مِنْهُ وَهُوَ وَارِدٌ عَلَيَّ الْحَوْضَ.
Dari Ka’ab bin ‘Ujrah (diriwayatkan) ia berkata: Rasulullah saw menghampiri kami, kami berjumlah sembilan, lima, dan empat. Salah satu bilangan (kelompok) dari Arab sementara yang lain dari ‘Ajam.
Beliau saw bersabda:
"Dengarkan, apa kalian telah mendengar bahwa sepeninggalku nanti akan ada pemimpin-pemimpin, barangsiapa yang memasuki (berpihak kepada) mereka lalu membenarkan kedustaan mereka serta menolong kezaliman mereka, ia tidak termasuk golonganku dan tidak akan mendatangi telagaku. Barangsiapa tidak memasuki (berpihak kepada) mereka, tidak membantu kezaliman mereka dan tidak membenarkan kedustaan mereka, ia termasuk golonganku, aku termasuk golongannya dan ia akan mendatangi telagaku."
Hadis ini dengan berbagai macam varian matannya terdapat dalam kitab:
- Sunan al-Tirmidzi karya Imam al-Tirmidzi, Kitab al-Fitan ‘an Rasulillah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam, Bab Ma Ja’a fi al-Nahyi fi Sabab al-Riyah, hadis no. 2259;
- Al-Sunan al-Kubra karya Imam al-Baihaqi, Kitab Qital Ahl al-Bugha, Bab Ma ‘ala al-Rajuli min Hifzh al-Lisan ‘inda al-Sulthan wa Ghairihi, hadis no. 16158 dan 16159;
- Al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain karya Imam al-Hakim, Kitab al-Iman, Bab Man Dakhala ‘ala Umara Fashaddaqahum bikadzbihim wa Aʻanahum ‘ala Zhulmihim laisa biwadin ‘alayya al-Haudh, hadis no. 271 dan 272;
- Al-Muʻjam al-Ausath karya Imam al-Thabarani, hadis no. 768, 2751, 4477, dan 5089;
- Al-Muʻjam al-Shaghir karya Imam al-Thabarani, hadis no. 404 dan 598;
- Al-Muʻjam al-Kabir karya Imam al-Thabarani, hadis no. 212, 294, 295, 296, 297, 298, dan lain-lain;
- Sunan al-Nasa’i karya Imam al-Nasa’i, Kitab al-Baiʻah, Bab Dzikr al-Waʻid liman Aʻana Amiran ‘ala al-Zhulm, hadis no. 4207 dan Bab Man lam Yuʻin Amiran ‘ala al-Zhulm, hadis no. 4208;
- Musnad Ahmad karya Imam Ahmad, hadis no. 17660;
- Al-Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah, Kitab al-Fadha’il, Bab Ma Aʻthallah Taʻala Muhammadan, hadis no. 4661.
Hadis ini menurut Imam al-Tirmidzi kualitasnya shahih (Sunan al-Tirmidzi, hlm. 512). Penilaian serupa juga diberikan oleh Nashiruddin al-Albani dalam beberapa kitabnya, yaitu Shahih al-Targhib wa al-Tarhib, Shahih wa Dhaʻif Sunan al-Tirmidzi, dan Shahih wa Dhaʻif Sunan al-Nasa’i.
Pelajaran dari Hadits tentang Ancaman Mendukung Pemimpin Pembohong
1. Tanggung jawab setiap Muslim
Menjadi kewajiban bagi setiap Muslim untuk mencegah kezaliman dan kemaksiatan di sekitarnya dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Bentuk paling sederhana adalah tidak memilih atau mendukung pemimpin yang zalim.
2. Ancaman bagi pendukung kezaliman
Rasulullah ﷺ memperingatkan bahwa siapa saja yang setuju dan mendukung kezaliman pemimpin, maka beliau tidak mengakui mereka sebagai umatnya dan mereka tidak berhak meminum air dari telaganya pada hari kiamat.
3. Kemuliaan bagi pemimpin adil
Pemimpin yang menjalankan amanah dengan adil dan bijaksana akan dimuliakan dengan kebersamaan bersama Rasulullah ﷺ untuk minum di telaga beliau, sebagai simbol kenikmatan dan kedekatan di surga.
4. Pentingnya doa untuk pemimpin
Umat Islam dianjurkan untuk selalu mendoakan para pemimpin agar senantiasa mendapat petunjuk dan bimbingan Allah dalam menjalankan kepemimpinan.
5. Larangan memilih pemimpin pembohong dan zalim
Islam melarang umatnya memilih pemimpin yang berwatak pembohong dan zalim. Sebab kebohongan dan kezaliman terbesar adalah mengingkari aturan Allah dan Rasul-Nya dalam kehidupan.
Posting Komentar untuk "Ancaman Bagi Orang Yang Membenarkan Kedustaan Pemimpin"