Resolusi Jihad K.H. Hasyim Asy'ari: Pilar Kemerdekaan NKRI dan Pelajaran Persatuan Umat
Hari ini, umat Islam di Nusantara dapat menghirup udara kemerdekaan dan menikmati kehidupan di negeri sendiri berkat perjuangan panjang para pendahulu yang mengorbankan darah, tenaga, dan jiwa mereka. Salah satu tonggak penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia adalah Resolusi Jihad yang dicanangkan oleh ulama besar, Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari.
Banyak di antara kita mungkin belum sepenuhnya memahami bahwa kemerdekaan yang kita nikmati saat ini tidak hanya diperoleh melalui diplomasi atau perundingan politik, melainkan juga melalui kobaran semangat jihad yang dinyalakan oleh para ulama dan santri. Dalam konteks inilah Resolusi Jihad memainkan peranan yang sangat penting.
Latar Belakang Lahirnya Resolusi Jihad
Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia dihadapkan pada tantangan besar: ancaman dari pasukan Sekutu yang ingin mengembalikan kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara. Inggris, yang mengatasnamakan Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI), datang bersama tentara Belanda (NICA) dengan dalih melucuti senjata Jepang, namun pada kenyataannya membawa misi untuk menguasai kembali Indonesia.
Melihat situasi genting ini, para ulama, khususnya dari Nahdlatul Ulama (NU), tidak tinggal diam. Di bawah komando K.H. Hasyim Asy'ari, digelarlah rapat-rapat besar untuk merespons ancaman ini. Akhirnya, pada 22 Oktober 1945, Resolusi Jihad dikeluarkan. Isinya menyerukan kewajiban setiap Muslim untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Indonesia, menghadapi tentara asing yang hendak menjajah kembali tanah air.
Resolusi ini bukan sekadar seruan moral; ia menjadi dasar teologis dan legitimasi agama bagi perjuangan bersenjata melawan penjajahan. Dengan Resolusi Jihad, umat Islam, terutama santri dan masyarakat pesantren, merasa memiliki kewajiban agama untuk mempertahankan tanah air.
Dampak Besar Resolusi Jihad
Resolusi Jihad membakar semangat jihad di kalangan rakyat, khususnya di Surabaya. Ribuan santri, kiai, dan masyarakat dari berbagai pelosok Jawa Timur turun ke medan laga. Mereka berhadapan langsung dengan kekuatan militer Inggris yang jauh lebih modern dan terlatih.
Pertempuran besar pecah di Surabaya, yang mencapai puncaknya pada 10 November 1945. Dalam peristiwa ini, ribuan pejuang Indonesia gugur. Pertempuran Surabaya menjadi salah satu perlawanan paling heroik dalam sejarah perjuangan bangsa, yang kemudian diperingati setiap tahun sebagai Hari Pahlawan.
Tentara Sekutu, yang semula mengira akan mudah menguasai Surabaya, dibuat kewalahan oleh semangat juang yang menyala-nyala dari rakyat Indonesia. Resolusi Jihad terbukti menjadi sumber kekuatan moral yang mampu melipatgandakan keberanian rakyat dalam menghadapi kolonialisme.
Kebesaran Jiwa K.H. Hasyim Asy'ari dalam Menyatukan Umat
Salah satu pelajaran penting dari Resolusi Jihad adalah bagaimana K.H. Hasyim Asy'ari mampu mengesampingkan perbedaan di antara umat Islam demi tujuan yang lebih besar: mempertahankan kemerdekaan.
Pada masa itu, di Nusantara sudah berkembang berbagai organisasi Islam seperti Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), dan Al-Irsyad. Masing-masing memiliki perbedaan pandangan dalam hal amaliyah dan akidah. Namun, ketika ancaman penjajahan datang, semua perbedaan itu dikesampingkan.
K.H. Hasyim Asy'ari menunjukkan kebesaran jiwa yang luar biasa. Beliau tidak mengutamakan sekat-sekat internal umat, melainkan membangun persatuan di atas dasar keimanan dan kecintaan terhadap tanah air. Ini menjadi teladan bagi kita semua bahwa persatuan dalam Islam jauh lebih penting daripada memperbesar perbedaan yang ada.
Musuh utama bukanlah saudara seiman yang berbeda dalam amaliyah atau pandangan, melainkan penjajahan dan ketidakadilan yang mengancam eksistensi umat dan bangsa.
Relevansi Resolusi Jihad dalam Kehidupan Umat Hari Ini
Dalam kehidupan berbangsa dan beragama hari ini, Resolusi Jihad mengajarkan kepada kita bahwa semangat persatuan harus selalu dikedepankan. Perbedaan dalam pemikiran dan praktik keagamaan adalah keniscayaan, namun itu tidak boleh menjadi alasan untuk bermusuhan, apalagi saling menyesatkan.
Syariat Islam mengajarkan kita untuk menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dengan penuh hikmah dan kasih sayang. Amar ma'ruf nahi munkar bukan berarti memaksakan kehendak, melainkan mengajak kepada kebaikan dengan cara yang santun dan penuh kebijaksanaan.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: 'Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.'" (QS. Al-Hasyr: 10)
Ayat ini menjadi pelajaran penting agar kita senantiasa menjaga hati dari rasa dengki dan permusuhan terhadap sesama orang beriman.
Menjaga Rumah Besar Islam
Hari ini, tantangan yang dihadapi umat Islam bukan hanya dari luar, tetapi juga dari dalam. Isu-isu perbedaan amaliyah seperti tuduhan bid'ah, wahabi, atau khilafiyah kerap kali dimanfaatkan oleh pihak luar untuk memecah belah umat.
Kita harus meneladani sikap K.H. Hasyim Asy'ari yang lebih mengutamakan ukhuwah Islamiyah dan kepentingan umat daripada memperuncing perbedaan. Rumah besar Islam harus terus dirawat dengan cinta, kasih sayang, dan saling menghormati.
Membangun persatuan bukan berarti menghapuskan identitas masing-masing kelompok, melainkan saling memperkuat dan melengkapi dalam bingkai iman dan Islam.
Penutup
Semoga Allah Ta'ala merahmati Hadratus Syaikh K.H. Hasyim Asy'ari atas jasa besar beliau dalam membela tanah air dan menjaga kehormatan umat. Semoga pula Allah mencurahkan rahmat-Nya kepada seluruh syuhada yang telah gugur dalam jihad mempertahankan kemerdekaan.
Mari kita teruskan warisan beliau dengan menjaga persatuan umat Islam, memperjuangkan keadilan, dan menegakkan amar ma'ruf nahi munkar dengan penuh hikmah. Jangan biarkan perbedaan menjadi jurang pemisah, tetapi jadikan ia sebagai kekayaan yang memperkuat ukhuwah kita.
Semoga Allah melunakkan hati-hati kita, membangunkan kita dari kelalaian, dan meneguhkan kita di atas jalan kebenaran.
Aamiin.