Fikroh.com - Jika anda seorang muslim atau muslimah maka memahami Adab Buang Air besar dan kecil sangatlah penting. Hal ini bisa diketahui dari perhatian para fuqoha dalam membahas bab thaharoh. Diantara pembahasan yang didahulukan sebelum lainnya adalah bahasan tentang bersuci, yang meliputi macam-macam air, jenis-jenis najis dan cara mensucikannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika kita masuk ke kamar mandi (toilet) untuk buang air kecil atau buang air besar, berikut ini adab yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
1. Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah, kecuali bila ia khawatir benda itu akan hilang bila tidak dibawa. Ini berdasarkan hadits Anas, ia berkata, “Nabi mengenakan cincin berukir tulisan "Muhammad Rasulullah. Jika masuk tempat buang air, beliau meletakkannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, At-Tirmidzi, dan AnNasa'i). Al-Hafizh berkata, “Hadits tersebut ma'lul.” Abu Dawud berkata, “Hadits tersebut mungkar dan bagian pertamanya shahih. Sementara bagian hadits kedua, Jika masuk tempat buang hajat, beliau meletakkan adalah lemah. Hadits ini juga dilemahkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Dhaif Abi Dawud.
2. Menjauh dan menutupi diri dari pandangan manusia. Apalagi jika sedang buang air besar, agar suara saat buang air tidak didengar, atau baunya tidak tercium.
Ini berdasarkan hadits Jabir, ia berkata, "Kami keluar dalam sebuah perjalanan bersama Rasulullah maka tidaklah beliau masuk ke dalam tempat buang air besar, kecuali menjauh dan tidak terlihat oleh siapa pun.” (HR. Ibnu Majah). Hadits ini dishahihkan oleh Al-Allamah Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah)
3. Membaca basmalah dan isti'adzah dengan suara keras ketika hendak memasuki tempat buang air dan ketika menyingsingkan (membuka) pakaian jika buang air di tempat terbuka dan jauh dari manusia. Ini berdasarkan hadits Anas - ia berkata, “Adalah Nabi apabila ingin masuk WC beliau berkata, “Dengan nama Allah, ya Allah sesungguhnya saya berlindung dengan-Mu dari kejahatan setan laki-laki dan setan perempuan.” (HR. Al-Jamaah).
4. Tidak berbicara secara mutlak saat buang air, baik berupa dzikir atau lainnya. Tidak boleh menjawab salam, menjawab adzan: kecuali jika harus menuntun atau mengarahkan (seperti orang buta) yang dikhawatirkan akanjatuh atau terperosok. Jika seseorang bersin saat buang air, maka ia membaca hamdalah dalam hatinya dan tidak menggerakkan lisannya. Hal ini berdasarkan hadits, “Seorang laki-laki melewati Nabi yang sedang buang air kecil, maka lelaki mengucapkan salam, namun beliau tidak menjawabnya.” (HR. Al-Jamaah, kecuali Al-Bukhari).
5. Menghormati kiblat dengan tidak menghadap ke arahnya atau membelakanginya. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah ia berkata, Rasulullah bersabda,
“Jika salah seorang di antara kalian duduk buang air, maka hendaklah ia tidak menghadap kiblat dan tidak pula membelakanginya.” (HR. Ahmad dan Muslim).
Larangan ini dimaknai bersifat makruh dilakukan berdasarkan hadits lain dari Ibnu Umar ia berkata, “Saya pernah menaiki rumah Hafshah karena suatu keperluan, maka aku melihat (secara tidak sengaja) Rasulullah sedang buang hajat menghadap Syam dan membelakangi Ka'bah.” (HR. Al-Jamaah). Dalam sebuah penafsiran mengkompromi kedua hadits di atas, bahwa pengharaman menghadap kiblat ini berlaku di tanah terbuka dan dibolehkan di dalam ruang tertutup.
6. Mencari tempat yang gembur dan landai sehingga dia tidak terkena najis (dari percikan air kencing).
7. Menghindari buang air di lubang karena bisa mengganggu binatang yang hidup di tanah.
Menghindari buang air di tempat berteduh, jalan, atau tempat berkumpulnya manusia. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah, bahwa
Rasulullah bersabda, “Hindarilah dua hal yang menyebabkan terlaknat!” Beliau ditanya apakah dua hal yang menyebabkan terlaknat itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Yang buang hajat di jalanan yang digunakan manusia atau tempat berteduh mereka.” (HR. Ahmad, Muslim dan Abu Dawud).
8. Tidak kencing di kolam air (untuk mandi), di air diam, atau mengalir. Hal ini berdasarkan hadits dari Abdullah bin Mughaffal bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah salah seorang di antara kalian kencing di kolam tempat mandinya.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, An-Nasa'i, dan Ahmad). Jika tempat mandinya di air bah (mengalir deras), maka tidak mengapa kencing di sana.
9. Tidak boleh kencing sambil berdiri, karena hal itu bertentangan dengan etika kesopanan dan kebiasaan baik, serta menyebabkan cipratan najis. Jika dijamin tidak ada terciprat najis, maka boleh sambil berdiri. Imam An-Nawawi berkata, “Kencing dalam keadaan duduk lebih aku senangi, namun kencing berdiri dibolehkan. Semuanya ada dalilnya yang kuat dari Nabi.”
10. Membersihkan dua jalan najis (kemaluan dan anus), setelah buang air, dengan batu atau benda padat suci tidak dilarang. Atau cukup menghilangkan najis itu dengan air, atau sekaligus batu dan air. Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah bahwa Nabi bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian pergi ke tempat buang air (toilet), maka hendaklah ia membersihkan (kemaluan atau anusnya) dengan tiga batu karena itu sudah mencukupi.” (HR. Ahmad dan lainnya. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami). Dari Anas “Bahwa Rasulullah masuk ke tempat buang hajat, lalu aku membawakan seember air bersama seorang anak lain sepertiku, maka beliau istinja' (bersuci) dengan air itu.” (Muttafaq 'Alaih).
11. Tidak istinja' dengan tangan kanan demi menghormatinya dari bersentuhan dengan kotoran. Hal ini berdasarkan hadits Abdurrahman bin Zaid, dia berkata, “Salman (Al-Farisi) ditanya: Nabi kalian telah mengajarkan kepada kalian bahkan sampai masalah buang hajat. Salman menjawab, “Benar, Nabi melarang kami menghadap Kiblat Saat buang air besar atau kencing, melarang istinja' (membersihkan kemaluan atau anus) dengan tangan kanan, melarang istinja dengan batu kurang dari 3 buah, dan agar tidak boleh istinja' dengan kotoran (kering) atau tulang.” (HR. Muslim).
12. Membersihkan tangan setelah istinja dengan sabun, atau menggosokkan di atas tanah dan semisalnya. Hal itu dilakukan agar bekas najis dan bau kotoran hilang, berdasarkan hadits Abu Hurairah -, ia berkata, ” Bahwa Nabi datang ke tempat buang hajat, saya membawakan untuknya air di wadah, lalu beliau beristinja', kemudian menggosok tangannya ke tanah.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasa'i). Syaikh Al-Albani berkata dalam Shahih An-Nasa'i, hadits ini hasan.
13. Memercikkan air di kemaluannya setelah kencing, untuk menghilangkan was-was dalam dirinya. Hal ini berdasarkan hadits Jabir -, dia berkata, “Jika Rasulullah berwudhu, beliau memercikkan air di kemaluannya.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
14. Mendahulukan kaki kiri ketika masuk ke tempat buang air. Jika keluar darinya, mendahulukan kaki kanan, kemudian berdoa: “Ghufronaka” (berikan ampunan-Mu kepada kami, ya Allah). Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah w, ia berkata, "Bahwa Nabi &jika keluar dari tempat buat air, beliau berkata, “Ghufronaka'.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa').
Tags:
Muslimah