Fikroh.com - Menurut Beritabanten [com] (per Selasa, 26 Agustus 2025), DPR bersama pemerintah memang menyetujui revisi ketentuan dalam RUU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Di antaranya: petugas haji (PPIH) di embarkasi dalam negeri di daerah dengan mayoritas penduduk non-Muslim tidak diwajibkan Muslim. Ini bertujuan agar proses rekrutmen lebih fleksibel dan tidak memberatkan daerah minoritas, misalnya Manado atau Papua .
Tirto [id] juga mengonfirmasi bahwa ketentuan tersebut memang berlaku hanya untuk daerah embarkasi tertentu, bukan seluruh petugas haji, dan akan difinalisasi melalui aturan turunannya (peraturan menteri)
Wamensesneg Bambang Eko Suhariyanto menegaskan bahwa petugas non-Muslim hanya diperbolehkan di embarkasi dalam negeri, dan hanya pada sejumlah tugas seperti tenaga medis atau administratif. Tidak diperbolehkan bertugas di Tanah Suci (Mekkah, Madinah) .
DPD juga menyatakan tidak keberatan jika PPIH non-Muslim ditempatkan di bidang administratif dalam daerah dengan populasinya minoritas, asalkan tidak bertugas di lokasi-lokasi sakral seperti Arafah atau Mekkah.
Terpisah, Kementerian Agama Republik Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), mengatur seleksi dan persyaratan petugas haji untuk musim haji 1446 H/2025 M. Berikut adalah informasi lengkap dan ringkas mengenai peraturan tersebut, termasuk klarifikasi terkait klaim bahwa petugas haji boleh non-Muslim, berdasarkan data resmi hingga Agustus 2025.
Proses Seleksi Petugas Haji
Pendaftaran petugas haji dibuka pada 7–15 November 2024 melalui aplikasi Pusaka Superapps Kementerian Agama, dengan batas pengumpulan dokumen hingga 15 November 2024 pukul 23.59 WIB. Seleksi dilakukan dalam dua tahap:
- Tingkat Kabupaten/Kota: Penilaian administrasi dan Computer Assisted Test (CAT) pada 21 November 2024, dengan hasil diumumkan pada 22 November 2024.
- Tingkat Provinsi: CAT dan wawancara pada 5 Desember 2024.
Petugas haji terbagi menjadi dua formasi:
- PPIH Kloter: Mendampingi jemaah dari keberangkatan hingga kepulangan, terdiri dari Ketua Kloter dan Pembimbing Ibadah Kloter.
- PPIH Arab Saudi: Memberikan layanan di Tanah Suci, meliputi akomodasi, konsumsi, transportasi, bimbingan ibadah, dan Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat).
Persyaratan Umum
Petugas haji harus memenuhi syarat berikut:
- Warga Negara Indonesia (WNI) dan beragama Islam.
- Sehat jasmani dan rohani, tidak sedang hamil (untuk perempuan).
- Berkomitmen melayani jemaah haji dengan integritas dan rekam jejak baik.
- Mampu mengoperasikan Microsoft Office serta aplikasi pelaporan PPIH berbasis Android/iOS, dibuktikan dengan surat pernyataan.
- Berasal dari ASN Kementerian Agama, Badan Penyelenggara Haji, kementerian/lembaga terkait, TNI/Polri, organisasi keagamaan Islam, institusi pendidikan Islam, atau tenaga profesional terkait haji.
Persyaratan Khusus
Ketua Kloter:
- ASN Kementerian Agama, usia 30–58 tahun.
- Memahami fiqih manasik dan alur perjalanan haji.
- Memiliki kemampuan kepemimpinan, koordinasi, dan komunikasi.
- Diutamakan sarjana bidang Agama Islam, pernah haji, dan mampu berbahasa Arab/Inggris.
Pembimbing Ibadah Kloter:
- Usia 35–60 tahun, telah menunaikan haji, dan memiliki sertifikat pembimbing manasik.
- Memahami fiqih manasik, berkomitmen memberikan bimbingan pra-keberangkatan.
- Minimal sarjana, diutamakan mampu berbahasa Arab/Inggris.
PPIH Arab Saudi:
Usia maksimal 57 tahun (akomodasi, konsumsi, transportasi), minimal 35 tahun (bimbingan ibadah), atau 25 tahun (Siskohat).
- Bimbingan ibadah: Telah haji dan bersertifikat manasik.
- Siskohat: Pengalaman 3 tahun sebagai operator, mampu mengoperasikan aplikasi Siskohat, diutamakan bersertifikat.
*Diutamakan mampu berbahasa Arab/Inggris.
Persyaratan Tambahan 2025:
- Petugas layanan krisis/pertolongan pertama maksimal 45 tahun dan wajib menjalani Medical Check-Up menyeluruh.
- Kemampuan bahasa isyarat diutamakan untuk melayani jemaah disabilitas, sesuai tema Haji Ramah Lansia dan Disabilitas.
Dokumen Pendaftaran
Calon petugas harus menyiapkan:
- Surat rekomendasi dari instansi, organisasi Islam, atau lembaga pendidikan.
- Bukti identitas (KTP, KK, atau akte kelahiran).
- Pas foto 3x4 cm (latar putih, wajah 80%, tanpa kacamata, busana muslimah untuk perempuan).
- Surat pernyataan komitmen pelayanan dan kemampuan aplikasi pelaporan.
- Sertifikat pembimbing manasik (untuk pembimbing ibadah) atau surat pengalaman kerja (untuk Siskohat).
Regulasi Terkait
- UU No. 8 Tahun 2019 mengatur tugas petugas haji dalam pelayanan, pembinaan, pengawasan, dan perlindungan jemaah.
- PMA No. 7 Tahun 2023 mengatur pembimbing ibadah haji dan umrah.
- Revisi UU Haji sedang dibahas DPR, termasuk penghapusan Tim Petugas Haji Daerah untuk sentralisasi koordinasi. Namun, hingga Agustus 2025, tidak ada ketentuan yang mengizinkan petugas haji non-Muslim.
Fokus Penyelenggaraan Haji 2025
Musim haji 1446 H/2025 M mengusung tema Haji Ramah Lansia dan Disabilitas. Petugas diharapkan memiliki keterampilan tambahan, seperti bahasa isyarat, untuk melayani jemaah berkebutuhan khusus. Penambahan petugas dari TNI/Polri juga dilakukan untuk mendukung jemaah lansia. Setiap petugas wajib menandatangani pakta integritas untuk menjamin kejujuran, tanggung jawab, dan akuntabilitas.
Klarifikasi Klaim Petugas Non-Muslim
Klaim bahwa DPR telah menyetujui petugas haji boleh non-Muslim tidak didukung oleh bukti resmi dari DPR atau Kementerian Agama. Persyaratan beragama Islam tetap berlaku untuk semua petugas PPIH, baik Kloter maupun di Arab Saudi, karena tugas mereka terkait langsung dengan pelaksanaan ibadah haji sesuai syariat Islam. Petugas seperti pembimbing ibadah harus memahami fiqih manasik dan idealnya telah menunaikan haji, yang hanya relevan bagi Muslim.
Wacana tentang petugas non-Muslim muncul dalam pembahasan revisi UU No. 8/2019, khususnya untuk tugas administratif di embarkasi daerah (di Indonesia) dengan mayoritas non-Muslim, seperti Bali atau Papua. Usulan ini mempertimbangkan peran terbatas, seperti logistik atau pelayanan bandara, bukan tugas ibadah di Tanah Suci. Namun, hingga Agustus 2025, wacana ini belum disahkan menjadi peraturan resmi dan masih dalam tahap diskusi di DPR. Klaim bahwa DPR telah menyepakati petugas haji non-Muslim kemungkinan berasal dari miskonsepsi atau penyebaran informasi tanpa konteks lengkap, terutama melalui media sosial atau artikel tidak resmi.
Konteks dan Fakta Tambahan
PPIH di Arab Saudi: Petugas di Tanah Suci, seperti pembimbing ibadah atau petugas layanan, harus memahami kebutuhan ibadah jemaah, sehingga syarat beragama Islam dipertahankan untuk memastikan pelayanan sesuai syariat.
Petugas di Embarkasi: Usulan melibatkan non-Muslim untuk tugas administratif di embarkasi daerah bertujuan mengakomodasi keberagaman tenaga kerja di Indonesia, tetapi hanya untuk peran non-ibadah dan belum diterapkan.
Sumber Klaim: Tidak ada dokumen resmi, seperti berita acara DPR atau pernyataan Kementerian Agama, yang mengkonfirmasi bahwa petugas haji boleh non-Muslim. Diskusi di media sosial atau laporan tidak resmi sering kali tidak menyertakan konteks penuh, menyebabkan kebingungan.
Kesimpulan
Peraturan petugas haji 1446 H/2025 M mensyaratkan petugas beragama Islam, sehat, berkompeten, dan berkomitmen melayani jemaah, dengan tambahan fokus pada pelayanan lansia dan disabilitas. Klaim bahwa DPR telah menyetujui petugas haji non-Muslim tidak benar berdasarkan informasi resmi. Wacana petugas non-Muslim hanya sebatas usulan untuk tugas administratif di embarkasi daerah dan belum menjadi kebijakan. Untuk informasi lebih rinci atau verifikasi dokumen spesifik, silakan beri tahu.
Posting Komentar untuk "Petugas Haji Boleh Non Muslim? Ini Faktanya"