Aqidah Ust. Aceng Zakaria Tentang Asma Wa Sifat

Aqidah Ust. Aceng Zakaria Tentang Asma Wa Sifat


Fikroh.com - Dalam kitabnya; Ilmu Tauhid, Al-Ustadz Aceng Zakaria rahimahullah memaparkan tentang aqidah dalam dzat, asma dan sifat Allah, yang tiada lain adalah sesuai aqidah Salaf Ahlus Sunnah Atsariyyah. Beliau mengatakan dalam kitab Ilmu Tauhid, Jilid 2, hal 79-81 :

توحيد الذات والأسماء والصفات
  هو أن يعتقد المسلم بما لله تعالى من أسماء حسنى وصفات عليا ولا شريك غيره تعالى فيها ولا يتأولها فيعطلها ولا يشبهها بصفات المحدثين فيكيفها أو يمثلها.
وقيل : توحيد الأسماء والصفة هو الإيمان بكل ما ورد في القرآن الكريم والحديث الصحيح من صفات الله التي وصف بها نفسه أو وصفه بها رسول الله صلى الله عليه وسلم على الحقيقة من غير تأويل ولا تكييف ولا تفويض كالاستواء والنزول واليد والمجيء وغيرها من الصفات نفسرها بما ورد عن السلف فالاستواء مثلا ورد تفسيره عن التابعين في صحيح البخاري بأنه العلو والارتفاع اللذان يليقاه بجلاله.
قال تعالى : ليس كمثله شيء وهو السميع البصير
١- التأويل : صرف ظاهر الآيات والأحاديث الصحيحة إلى معنى آخر باطل مثل استوى بمعنى استولى
٢- التعطيل : هو جحد صفات الله ونفيها عنه كعلو الله على السماء فقد زعمت الفرق الضالة أن الله في كل مكان
٣- التكييف : هو تكييف صفات الله وأن كيفيتها كذا فعلو الله على العرش لا يشبه مخلوقاته ولا يعلم كيفيته أحد إلا الله
٤- التمثيل : تمثيل صفات الله بصفات خلقه فلا يقال : ينزل الله إلى السماء كنزولنا وحديث النزول رواه مسلم.
٥- التفويض : عند السلف في الكيف لا في المعنى فالاستواء مثلا معناه العلو الذي لا يعلم كيفيته إلا الله
وقد سئل ربيعة شيخ الإمام مالك عن قول (استوى على العرش) كيف استوى؟ فقال : الاستواء غير مجهول والكيف غير معقول ومن الله الرسالة وعلى الرسول البلاغ وعلينا التصديق.
وسئل مالك عن هذا فقال : الكيف غير معقول والاستواء منه غير مجهول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة (المنار، ٨ : ٤٥٢)

Artinya:

Tauhid Dzat, Nama dan Sifat

Yaitu seorang muslim meyakini bahwa Allah Ta'ala memiliki nama-nama yang baik dan sifat-sifat yang tinggi, tidak menyekutukan selain-Nya Ta'ala padanya, tidak menta'wilnya, karena dengannya ia menta'thilnya, tidak menyerupakannya dengan sifat-sifat makhluk, dengan mendetailkan bagaimananya atau menyerupakannya.

Ada juga yang mengatakan, tauhid asma dan sifat adalah beriman dengan segala yang datang di dalam Al-Qur'anul Karim dan hadits shahih dari sifat-sifat Allah yang Ia sifati dengannya diri-Nya atau disifati oleh Rasulullah saw secara hakikatnya, tanpa ta'wil, takyif dan tafwidh, seperti istiwa (bersemayam), turun, tangan, datang dan lainnya dari sifat-sifat yang kita menafsirkannya dengan apa yang datang dari Salaf. Istiwa misalnya terdapat tafsirnya dari tabi'in dalam Shahih Bukhari bahwa ia adalah tinggi dan meninggi, yang keduanya sesuai dengan keagungan-Nya.

Allah Ta'ala berfirman, "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."

1. Ta'wil, yaitu memalingkan zhahir ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih kepada makna lain yang batil, seperti istawa dengan makna istaula (mengusai/mengalahkan)

2. Ta'thil, yaitu menentang sifat-sifat Allah dan menafikannya dari-Nya seperti tingginya Allah di atas langit. Sungguh kelompok-kelompok sesat telah menganggap bahwa Allah di setiap tempat

3. Takyif, yaitu menjelaskan bagaimananya dari sifat-sifat Allah, dan bahwa kaifiyyahnya begini dan begini. Tingginya Allah di atas arsy itu tidak menyerupai makhluk-makhluk-Nya, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui kaifiyyahnya selain Allah

4. Tamtsil, yaitu menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk, maka tidak dikatakan, "Allah turun ke langit seperti turunnya kita." Dan hadits tentang turun ini diriwayatkan oleh Muslim.

5. Tafwidh, menurut Salaf adalah dalam kaifiyyahnya bukan dalam makna. Maka istiwa misalnya maknanya adalah tinggi yang tidak diketahui kaifiyyahnya kecuali oleh Allah.

Sungguh, Rabi'ah syaikhnya imam Malik pernah ditanya tentang firman Allah, "Dia beristiwa di atas arsy" bagaimana Dia beristiwa? Maka ia menjawab, "Istiwa itu sudah diketahui, kaifiyyahnya tidak dipahami, dari Allah-lah risalah, dan kewajiban rasul adalah menyampaikan, dan kewajiban kita adalah membenarkannya.

Dan imam Malik pernah ditanya tentang ini, ia menjawab, " Kaifiyyahnya tidak dipahami, istiwanya sudah diketahui, mengimaninya adalah wajib dan bertanya tentangnya bid'ah." (Al-Manar, 8/452).

Apa yang beliau paparkan dan dengan merujuk kepada kitab tafsir Al-Manar karya Syaikh Muhammad Abduh dan Syaikh Rasyid Ridha rahimahumallah, sudah jelas menggambarkan tentang aqidah Salaf, seperti yang telah cukup banyak saya paparkan dalam tulisan-tulisan yang lalu. Tidak perlu kepada penjelasan yang panjang lebar lagi. Wallahul Muwaffiq.

Oleh: Muhammad Atim

Posting Komentar untuk "Aqidah Ust. Aceng Zakaria Tentang Asma Wa Sifat"