Pengertian Haji Akbar, Dalil dan Asal-usulnya

Pengertian Haji Akbar, Dalil dan Asal-usulnya

Istilah "Haji Akbar" sesungguhnya memiliki akar yang kuat dalam syariat Islam dan disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 3:

“Dan (ini adalah) suatu proklamasi dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari Haji Akbar bahwa Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik.” (QS. At-Taubah: 3)

Dalam ayat tersebut, disebutkan secara jelas “yaumal hajjil akbar” (hari haji akbar). Lalu, apakah yang dimaksud dengan “hari haji akbar” dalam ayat ini?

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan makna “hari haji akbar” sebagaimana yang termaktub dalam ayat di atas. Namun, pendapat yang paling kuat dan didukung oleh banyak riwayat adalah bahwa hari haji akbar merujuk kepada hari Nahr, yaitu 10 Dzulhijjah, yang juga dikenal sebagai hari Idul Adha.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda pada saat beliau berkhutbah pada hari Idul Adha setelah melaksanakan haji wada’:

"Sesungguhnya zaman telah berputar sebagaimana keadaannya di hari Allah menciptakan langit dan bumi. Tahun itu ada dua belas bulan, empat di antaranya bulan haram… Ini adalah hari Haji Akbar." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadits ini, jelas bahwa yang dimaksud dengan hari Haji Akbar adalah hari Idul Adha, bukan hari Arafah (9 Dzulhijjah) atau hari Jum’at secara khusus.

Adapun pemahaman di sebagian kalangan bahwa haji akbar adalah wukuf di Arafah yang bertepatan pada hari Jum’at, itu adalah istilah yang muncul dari gabungan dua keutamaan besar: hari Arafah dan hari Jum’at. Dalam pandangan sebagian ulama, hal ini memang sangat utama karena kedua hari tersebut masing-masing memiliki kemuliaan tersendiri, namun tidak serta-merta menjadikan haji tersebut sebagai "haji akbar" menurut definisi syar’i yang disebut dalam Al-Qur’an dan hadits.

Kesimpulannya, istilah haji akbar memiliki dasar yang jelas dari Al-Qur’an dan hadits, dan makna yang paling kuat adalah bahwa hari haji akbar adalah hari Idul Adha, yakni tanggal 10 Dzulhijjah, saat jamaah haji menyembelih hewan kurban, melempar jumrah Aqabah, mencukur rambut, dan thawaf ifadah. Sedangkan penyebutan haji akbar sebagai wukuf yang bertepatan dengan hari Jum’at adalah pandangan sebagian ulama dan bukan definisi yang disepakati secara syar’i.

ASAL-USUL ISTILAH HAJI AKBAR

Istilah “haji akbar” telah disebutkan dalam Al-Qur’an, yaitu pada surat At-Taubah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَذَانٌ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ إِلَى النَّاسِ يَوْمَ الحَجِّ اْلأَكْبَرِ أَنَّ اللهَ بَرِىءٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ وَرَسُولُهُ فَإِن تُبْتُمْ فَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ وَإِن تَوَلَّيْتُمْ فَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللهِ وَبَشِّرِ الَّذِينَ كَفَرُوا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ

Artinya: “Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Maka jika kalian bertaubat, itu lebih baik bagi kalian. Tetapi jika kalian berpaling, ketahuilah bahwa kalian tidak dapat melemahkan Allah sedikit pun. Sampaikanlah kabar kepada orang-orang kafir bahwa mereka akan mendapatkan azab yang pedih.” (At-Taubah: 3)


PERBEDAAN PENDAPAT DI ANTARA ULAMA TENTANG MAKSUD HAJI AKBAR

Para mufassir memiliki beragam penafsiran mengenai makna “haji akbar” dalam ayat tersebut. Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu yang menafsirkan ayat ini:

أَنهُ أَخْبَرَهُ أَنَّ أَبَا بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ بَعَثَهُ فِي الْحَجَّةِ الَّتِي أَمَّرَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَيْهَا قَبْلَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ فِي رَهْطٍ يُؤَذِّنُونَ فِي النَّاسِ أَنْ لَا يَحُجَّنَّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ وَلَا يَطُوفَ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ

Artinya: “Ia mengabarkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq mengutusnya pada musim haji di mana beliau ditunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai amir haji, sebelum pelaksanaan haji wada’. Ia diutus bersama sekelompok orang untuk mengumumkan kepada masyarakat bahwa mulai tahun itu tidak ada lagi kaum musyrik yang boleh menunaikan ibadah haji, dan tidak boleh lagi bertawaf di Ka’bah dalam keadaan telanjang.”

Humaid, salah satu perawi hadits tersebut, menyimpulkan bahwa Hari Nahr (hari penyembelihan hewan kurban/Idul Adha) adalah yang dimaksud dengan “haji akbar”.

Dalam riwayat lain, Abu Hurairah berkata:

بَعَثَنِي أَبُو بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فِيمَنْ يُؤَذِّنُ يَوْمَ النَّحْرِ بِمِنًى لَا يَحُجُّ بَعْدَ الْعَامِ مُشْرِكٌ وَلَا يَطُوفُ بِالْبَيْتِ عُرْيَانٌ وَيَوْمُ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ يَوْمُ النَّحْرِ وَإِنَّمَا قِيلَ الْأَكْبَرُ مِنْ أَجْلِ قَوْلِ النَّاسِ الْحَجُّ الْأَصْغَرُ فَنَبَذَ أَبُو بَكْرٍ إِلَى النَّاسِ فِي ذَلِكَ الْعَامِ فَلَمْ يَحُجَّ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ الَّذِي حَجَّ فِيهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُشْرِكٌ

Artinya: “Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu mengutusku bersama beberapa orang untuk menyampaikan pengumuman di Mina pada hari Nahr, bahwa tidak ada lagi musyrik yang boleh berhaji setelah tahun ini dan tidak boleh bertawaf dalam keadaan telanjang. Hari haji akbar adalah hari Nahr. Istilah ‘akbar’ muncul karena sebelumnya ada yang menyebut ‘haji kecil’. Maka Abu Bakar menyampaikan pengumuman tersebut di tahun itu, sehingga pada tahun berikutnya ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan haji wada’, tidak ada lagi musyrik yang berhaji.”

Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari menyatakan bahwa pernyataan “Hari haji akbar adalah hari Nahr...” merupakan kesimpulan dari Humaid bin Abdurrahman, salah satu perawi hadits tersebut. Ia mengaitkan hal ini dengan ayat dalam surat At-Taubah serta pengumuman Abu Hurairah pada hari Nahr, sehingga dipahami bahwa yang dimaksud dengan haji akbar adalah hari Nahr.

Terkait dengan ungkapan “disebut haji akbar karena...”, Ibnu Hajar menyebutkan bahwa lafaz ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud. Dalam riwayat marfu’ disebutkan:

{teks Arab}

Artinya: “Hari apakah ini?” Mereka menjawab, “Hari Nahr!” Rasulullah berkata, “Hari ini adalah hari haji akbar.”

Para ulama juga berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan haji ashgar. Mayoritas menyatakan bahwa yang dimaksud adalah umrah.

Abdurrazaq meriwayatkan secara bersambung dari Abdullah bin Syaddad, seorang tabi’in senior. Hal serupa juga diriwayatkan oleh Ath-Thabari dari beberapa ulama seperti Atha’ dan Asy-Sya’bi.

Ada pula pendapat dari Mujahid yang menyatakan bahwa haji akbar adalah haji qiran, sedangkan haji ashgar adalah haji ifrad. Pendapat lainnya mengatakan bahwa haji ashgar adalah hari Arafah, sedangkan haji akbar adalah hari Nahr karena pada hari tersebut manasik haji disempurnakan.

Sufyan Ats-Tsauri berpendapat bahwa seluruh hari-hari haji, termasuk hari Arafah, hari Nahr, dan hari-hari Tasyriq, semuanya disebut sebagai hari haji akbar. Pendapat ini juga dinisbatkan kepada Mujahid, Abu Ubaid, dan didukung oleh As-Suhaili yang menyebut bahwa Ali membacakan ayat-ayat tersebut sepanjang hari-hari haji.

Pendapat lain menyatakan bahwa pada masa jahiliyah, sebagian orang wuquf di Arafah, sementara kaum Quraisy wuquf di Muzdalifah. Mereka kemudian berkumpul pada pagi hari Nahr di Muzdalifah. Karena seluruhnya berkumpul, maka hari itu disebut sebagai haji akbar.

Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa hari tersebut disebut haji akbar karena bertepatan dengan hari besar seluruh agama-agama.

Ath-Thabari meriwayatkan bahwa Abu Juhaifah dan lainnya berpendapat bahwa hari haji akbar adalah hari Arafah. Namun, Sa’id bin Jubair berpendapat bahwa hari haji akbar adalah hari Nahr.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, baik secara marfu’ maupun mauquf, dengan lafaz:

{teks Arab}

Artinya: “Hari haji akbar adalah hari Nahr.” Namun At-Tirmidzi lebih menguatkan riwayat yang mauquf.

Ibnu Jarir Ath-Thabari meriwayatkan dari Abu Shahba’ Al-Bakri yang menyampaikan sebab munculnya pandangan bahwa hari Nahr adalah hari haji akbar. Ia berkata bahwa Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusnya bersama Abu Bakar untuk menyampaikan ayat-ayat dari surat Al-Bara’ah. Setelah Abu Bakar berkhutbah di Arafah, Ali menyampaikan ayat-ayat tersebut. Namun karena tidak semua jamaah hadir di Arafah, Ali menyampaikan ayat-ayat itu lagi di Mina. Hal inilah yang menyebabkan sebagian orang mengira bahwa hari haji akbar adalah hari Nahr, padahal sebetulnya adalah hari Arafah.

Abu Ishaq pernah bertanya kepada Abu Juhaifah tentang hari haji akbar. Ia menjawab, “Hari Arafah.” Ketika ditanya apakah itu pendapat pribadi atau para sahabat, ia menjawab, “Itu adalah pendapat seluruh sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu secara tegas menyatakan bahwa hari haji akbar adalah hari Arafah. Pendapat ini juga datang dari Ibnu Abbas, Abdullah bin Az-Zubair, Mujahid, Ikrimah, Atha’, dan Thawus.

Adapun para sahabat yang berpendapat bahwa hari haji akbar adalah hari Nahr antara lain: Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abi Aufa, Al-Mughirah bin Syu’bah, riwayat lain dari Ibnu Abbas, Abu Juhaifah, Sa’id bin Jubair, Abdullah bin Syaddad, Nafi’ bin Jubair, Asy-Sya’bi, Ibrahim An-Nakha’i, Mujahid, Ikrimah, Abu Ja’far Al-Baqir, Az-Zuhri, dan Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.

Inilah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam tafsirnya, berdasarkan hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan Al-Bukhari dan beberapa hadits lainnya.

Ibnu Jarir juga meriwayatkan hadits dari Abdullah bin Umar yang berkata bahwa Rasulullah berdiri di dekat jumrah pada hari Nahr ketika haji wada’, lalu bersabda: “Ini adalah hari haji akbar.”

Riwayat ini dikuatkan oleh Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Mardawaih melalui hadits Abu Jabir. Juga didukung oleh riwayat dari Abu Bakrah bahwa pada hari Nahr, Rasulullah duduk di atas unta dan bersabda: “Bukankah hari ini adalah hari haji akbar?”

Beberapa riwayat lain menyebutkan bahwa pada hari haji wada’, Rasulullah bersabda: “Hari apakah ini?” Mereka menjawab: “Hari haji akbar.”

Riwayat-riwayat tersebut memperkuat pendapat yang menyatakan bahwa hari haji akbar adalah hari Nahr. Namun, ada pula riwayat dari Sa’id bin Al-Musayyib yang menyebut bahwa hari haji akbar adalah hari kedua setelah hari Nahr, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.


KESIMPULAN

Dari berbagai pendapat ulama yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa:

  1. Sebagian ulama berpendapat hari haji akbar adalah hari Arafah.
  2. Sebagian lainnya mengatakan hari haji akbar adalah hari Nahr (Idul Adha).
  3. Ada yang menyatakan bahwa hari haji akbar adalah hari kedua setelah hari Nahr.
  4. Ada pendapat bahwa haji akbar adalah haji qiran, sedangkan haji ashgar adalah haji ifrad.
  5. Sebagian menyatakan bahwa seluruh hari-hari haji termasuk dalam makna haji akbar.
  6. Ada yang berpendapat bahwa haji akbar adalah hari Arafah, sedangkan haji ashgar adalah hari Nahr.
  7. Ada pula yang menyebut haji akbar adalah haji, dan haji ashgar adalah umrah.

Namun, semua perbedaan ini bisa disatukan pada pendapat kelima, yaitu bahwa haji akbar mencakup seluruh hari-hari pelaksanaan ibadah haji.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama