Ada 10 point terpenting yang mesti kita pahami agar pernikahan dan rumah tangga kita dipenuhi keberkahan dan kebahagiaan lahir dan batin, yaitu:
1. Memahami dan Mengerti Tujuan dan Hakikat Pernikahan
Tujuan pernikahan di antaranya:
- Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
- Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur
- Untuk Menundukkan Pandangan.
- Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
- Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
- Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih
2. Memahami, Mengerti dan Mengamalkan Adab, Akhlak, dan Tugas Seorang Suami
- Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
- Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
- Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
- Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
- Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34)… ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
- Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
- Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya. (Ath-Thalaq: 7)
- Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
- Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
- Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
- Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
- Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
- Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim: 6, Muttafaqun Alaih)
- Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
- Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
- Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
- Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
- Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)
3. Memahami, Mengerti dan Mengamalkan Adab, Akhlak dan Tugas Seorang Isteri
a. Mengutamakan Berada di Rumah.
Kenapa saya tulis “mengutamakan”, karena pada masa emansipasi wanita ini banyak wanita karir dan menjadi pensuport perekonomian rumahtangga, namun bila sang suami sudah mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga, khususnya dibidang ekonomi, dan sudah disepsksti kalau si wanita tidak bekerja, maka hendaknya sang istri punya rasa betah untuk berada di rumah karena firman Allah yang berbunyi:“ Dan hendaknya kamu tetap tinggal di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkahlaku seperti orang jahiliyyah yang dahulu” (QS Al Ahza: 33)
b. Mengutamakan Tugas Rumah.
Walau punya jabatan apapun si wanita di tempat kerjanya, sekertaris atau direktur sekalipun, tugas utama ibu rumahtangga tidak boleh dinomorduakan, karena jabatan ibu rumahtangga lebih tinggi derajatnya daripada jabatan seorang ibu direktur.
c. Tidak Berkunjung Kecuali Penting.
Di sini Islam menjaga dan menjauhkan kita dari kebiasaan bergunjing dengan tetangga, kecuali untuk tujuan yang penting sebaiknya hindari terlalu sering berkunjung ke tetangga.
d. Menyenangkan Saat Dilihat Suami.
Wanita yang benar dalam islam adalah wanita yang berusaha bisa menyenangkan suami, saat dilihat menciptakan rasa damai dan sejuk bagi suami, menjalankan segala perintah suami, bermuka ceria, bersolek dan berdandan buat suami, sikap seorang wanita salah satu penentu keharmonisan rumahtangga.
e. Memelihara Kehormatan Diri Ketika Suami Tidak Ada.
Wanita yang benar adalah yang menjaga martabat rumahtangganya bila sang suami tidak ada di rumah untuk menunaikan tugas kerja atau untuk tujuan yang lain, baik untuk kepergian dalam waktu dekat maupun dalam waktu lama, bagaimana cara menjaga kehormatan diri? yaitu dengan tidak mengijinkan masuk laki-laki lain ke dalam rumah bila sang suami tidak ada di tempat, karena dengan adanya laki-laki lain tanpa kehadiran suami akan menimbulkan bahaya dan juga gunjingan bahkan bisa juga fitnah dari masyarakat sehingga hal itu akan menggangu keharmonisan rumah tangga.
f. Tidak Menghindari Suami.
Istri yang baik adalah istri yang selalu dekat dengan suami, tidak ada niatan menghindari suami meskipun suasana hati lagi bad mood ataupun lagi ada masalah rumahtangga, karena dosa akan menanti si wanita bila menghidar dari suami.
g. Menjaga Kehormatan Suami.
Wajib bagi seorang istri untuk menjaga kehormatan suami, menjaga harta dan rumahtangganya.
h. Bermuka Ceria.
Walau ada permasalahan rumahtangga sebisa mungkin tetap ceria, tetap bermuka manis, dengan begitu permasalahan tidak membesar, bisa diredam dan diharapkan secepatnya bisa harmonis lagi.
i. Tidak Mencolok & Menghindari Keramaian Bila Keluar Rumah.
Tidak mencolok di sini bermaksud untuk tidak terlalu berias, tidak menarik perhatian sesama pengguna jalan dengan tujuan untuk menhindari dosa mata dari laki-laki lain yang melihat dan menghindari kejahatan yang tercipta dari penampilan berlebihan seorang wanita.
j. Tidak Mengeraskan Suara.
Bagi wanita suara adalah mahkota, orang akan melihat positip dan negatif seorang wanita dari keras atau lembut wanita itu mengeluarkan suaranya.
k. Perhatian Terhadap Rumahtangga.
Seorang istri punya tanggungjawab untuk memperhatikan suasana dirumahtangganya, baik jasmani maupun ronahi para anggota keluarga, contoh: apakan anak-anaknya sudah sarapan, apakan suaminya sudah sholat, dll.
l. Ikhlas dengan Pemberian Suami.
Banyak atau sedikit, lebih atau kurang bisa menerima dengan qana’an pemberian itu sebagai rizki dari Allah yang diberikan pada dia dan keluarga.
m. Mendahulukan Hak Suami.
Wanita yang sudah berkeluarga harus siap jadi makmum sang suami, disitu juga dia siap mendahulukan kepentingan suami di atas kepentungannya.
n. Selalu Bersih di Depan Suami.
Seorang istri dituntut rapi, bersih, wangi,dan berias untuk suaminya, bukan untuk orang lain.
o. Menyayangi, Menjaga & Tidak Menghina Anak Suaminya.
Bila suaminya punya anak dari rumahtangganya yang terdahulu dan dibawa masuk kedalam lingkup rumahtangganya yang baru, si istri juga harus ikut merawat anak-anak tersebut seperti dia memperlakukan anak sendiri dan tidak ada caci maki atau hinaan pada anak tersebut.
p. Menundukkan Pandangan dari Barang Haram.
Ini dilakukan dengan maksud untuk melindungi istri dari barang maksiat yang dilarang oleh syariat agama.
q. Membiasakan Diri Bermuraqabah.
Ini dilakukan dengan maksud untuk menjaga diri istri, menghapus kelalaian dengan dzikir akan mendekatkan diri pada Allah sang pencipta.
r. Perbanyak Puasa.
Dengan banyak puasa ankan sangat bermanfaat bagi istri, anak dan keluarganya, kebiasaan berriyadhan atau berlaku hidup prihatin seperti ini akan bermanfaat untuk masa depan anak dengan harapan menjadi anak soleh/solihan, taat orang tua dan berguna bagi negara serta agamanya.
s. Mendorong Suami Mencari Rizki Halal.
Dengan rizki yang halal maka akan tumbuh anak & keluarga yang dekat dengan agama, anak yang soleh & Solihah, dan sebaliknya, dengan rizki yang haram akan menjauhkan anak & keluarganya dari agama.
t. Tidak Banyak Menuntut Suami dalam Nafkah.
Nafkah lahir yang sewajarnya, dalam batas kemampuan suami, karena dengan menuntut yang diluar kewajaran akan membuat suami dalam tekanan, bahkan bisa juga akan berusaha mencari nafkah dengan segala cara untuk memenuhi tuntutan istri tersebut, seperti: korupsi, mencuri, dan hal ilegal lainnya, kalau seperti ituakhirnya sama saja memasukkan keluarganya dalam lingkaran kemungkaran.
u. Punya Rasa Malu.
Punya rasa malu untuk melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
v. Sopan Pada Teman Suami.
Menghormati tamu dan teman suami, menjaga martabat dan kehormatan sebagai seorang istri di mata mereka.
w. Memperdalam Ilmu Agama.
Memperbanyak ilmu agama adalah tuntutan sebagai wakil suami dalam memimpin rumahtangga, dengan bekal agama insya Allah arah berkeluarga tetap dijalur yang tepat.
4. Meluruskan Niat/Motivasi Saat Menikah(Ishlahun Niyat)
Siapa yang ingin menikah maka luruskan niat kita dulu. Niat menikah tentunya karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena menikah adalah ibadah. Karena menikah juga merupakan perintah-Nya. Sebagaimana Allah berfirman di dalam Al-Qur’an surah An-Nur ayat 32. “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kaurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui” (QS. An-Nur : 32).
Nikah juga merupakan perintah dan sunnah Nabi, jadi dalam proses nikah hingga pasca pernikahan nanti kita wajib mencontoh Nabi. Contohnya ketika diawal memilih pasangan hidup menurut Nabi hendaknya yang dipilih adalah agamanya, kemudian pada saat walimatul ursy sebaiknya tidak berlebihan karena kita tahu Nabi mengajarkan kita untuk selalu bersikap hidup sederhana (tidak boros) dan dalam berumah tangga hendaknya kita membiasakan diri dengan adab dan akhlak seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW. Perhatikan adab dan akhlak seorang isteri ke suami, adab dan akhlak suami kepada istri, adab dan akhlak anak-anak kepada kedua orang tua dan mertua, dan adab dan akhlak orang tua dalam mendidik anak-anaknya.
5. Sikap Saling Terbuka dan Jujur (Mushorohah)
Sikap saling terbuka disini adalah ketika sudah menjadi suami dan istri maka hal–hal yang sebelumnya haram menjadi halal. Misalnya secara fisik kita sudah halal untuk bersentuhan. Selain itu juga sikap saling keterbukaan ini dapat memupuk sikap saling percaya (tsiqoh) di antara suami dan istri karena adanya rasa keinginan saling mengenal satu dengan yang lainnya entah itu sifat kepribadian, kebiasaan, kesenangan, ketidaksukaan sehingga suami/istri merasa nyaman.
6. Sikap Toleran dan Saling Menghormati (Tasamuh)
Sudah pasti ketika berumah tangga suami dan istri memiliki kebiasaan, pemikiran yang berbeda-beda sehingga akan timbul konflik/perdebatan dalam rumah tangga. Sehingga sikap toleran ini sangat penting bagi kehidupan suami istri untuk memujudkan keluarga yang tetap harmonis. Dan dalam hal ini sikap toleran juga menuntut adanya sikap saling memaafkan, yang meliputi 3 (tiga) tingkatan, yaitu: (1) Al Afwu yaitu memaafkan orang jika memang diminta, (2) As-Shofhu yaitu memaafkan orang lain walaupun tidak diminta, dan (3) Al-Maghfiroh yaitu memintakan ampun pada Allah untuk oran lain.
7. Komunikasi Yang Baik, Berakhlak, Santun dan Saling Menghargai
Komunikasi ini sangat penting karena dengan komunikasi akan meningkatkan sikap saling cinta antar pasangan. Komunikasi juga untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman. Karena beberapa keluarga yang tetap harmonis kuncinya adalah komunikasi yang tetap terjaga dan tidak pernah putus. Apalagi bagi suami dan istri yang memiliki kesibukan masing-masing, sehingga dengan komunikasi ini memberikan rasa perhatian, saling mendengar, dan memberikan respon. Zaman sekarang komunikasi sudah cukup canggih bisa via telephone, email, whats app, skype, dan sebagainya.
Point komunikasi ini bisa mengingatkan kita kepada kisah keluaraga Ibrahim As. Dalam surah As-Shaaffat ayat 102. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. As-Shaaffat: 102).
Ibroh yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah komunikasi timbal balik antara orang tua dengan anak. Nabi Ibrahim mengutarakan pendapatnya dengan bahasa dialog bukan menetapkan keputusannya sendiri, sehingga adanya keyakinan yang kuat kepada Allah, adanya tunduk dan patuh atas perintah Allah dan adanya tawakal kepada Allah SWT, sehingga Allah menggantikan Ismail dengan seekor kibas yang sehat dan besar.
8. Sabar dan syukur
Yah, sabar dan syukur dalam berumah tangga memang sangat dianjurkan. Pasalnya setiap ujian dalam berumah tangga harus disikapi dengan rasa sabar seperti pada pasangan suami/istri terdapat kekurangan/kelemahan sehingga perlu disikapinya dengan sabar. Kemudian disikapi rasa syukur atas rezeki yang Allah berikan kepada suami dan tidak banyak menuntut khusus untuk istri karena kebanyakan penghuni neraka adalah kaum wanita, disebabkan istri yang kurang bersyukur terhadap pemberian suaminya. Dan apabila kita bersyukur maka Allah akan melebihkan nikmatNya lagi untuk kita. Bisa dilihat dalam firman Allah surah Ibrahim ayat 7: “Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka sesungguhnya azabKu sangat pedih” (QS.Ibrahim : 7).
9. Sikap yang santun dan bijak
Sikap santun dan bijak dari seluruh anggota keluarga dalam berinteraksi kehidupan berumah tangga ini perlu dilakukan karena akan menciptakan suasana yang nyaman dan indah. Sehingga suasana ini membuat penghuni rumah betah tinggal di rumah. Sebagaimana ungkapan bahwa “Rumahku adalah Syurgaku” bukan berarti fasilitas yang lengkap dan rumah tinggal yang luas akan tetapi ada suasana interaktif antar keluarga; suami istri dan anak-anak yang penuh kesantunan dan bijaksana. Sehingga menimbulkan suasana yang penuh keakraban, kedamaian, dan cinta kasih antar keluarga.
Oya sikap santun dan bijak merupakan cermin dari kondisi ruhiyah yang mapan. Ketika kondisi ruhiyah seorang itu labil maka ada kecenderungan bersikap emosional dan marah, karena syetan akan mudah mempengaruhinya. Oleh karena itu Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita agar jangan mudah marah (Laa tagdlob). Bila muncul amarah maka bersegeralah menahan diri dengan beristighfar dan mohon perlindungan kepada Allah dengan (taawudz billah), bila masih merasa marah maka hendaknya berwudhu dan mendirikan sholat. Karena sesungguhnya dampak dari kemarahan sangat tidak baik bagi jiwa, baik orang yang marah maupun bagi orang yang dimarahi. Oleh sebab itu dalam berumah tangga harus ada saling memaafkan bila terjadi kemarahan dan Allah menyukai orang yang suka memaafkan.
10. Kuatnya hubungan dengan Allah
Sudah pasti kalau kita menginginkan rumah tangga yang tetap harmonis, hubungan kita dengan Allah harus diperkuat, karena dengan begitu akan menghasilkan keteguhan hati (kemampanan ruhiyah), sebagaimana dalam firman Allah disurah Ar-Rad’u ayat 28 “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Rad’u : 28)
Rasulullah SAW juga selalu memanjatkan doa agar mendapatkkan keteguhan hati : Yaa muqollibal qulub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thooatika” (Wahai yang membolak-bailikan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu).
Kedekatan kita dengan Allah bisa dimulai dengan membiasakan dalam keluarga untuk melaksanakan ibadah nafilah secara bertahap seperti tilawah, shaum, tahajud, Duha, doa, infaq, doa, matsurat, dan sebagainnya. Karena tanpa adanya kedekatan dengan Allah mustahil seseorang dapat mewujudkan kehidupan rumah tangga yang bahagia.
Akhirnya, Semoga ringkasan saya ini memberikan banyak manfaat terutama bagi yang akan menikah atau yang sudah menikah juga.
Oleh: Syaikh Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Husaini / Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam
Tags:
Nasehat