Tidak Masuk Surga Orang Yang Makan Harta Haram

Tidak Masuk Surga Orang Yang Makan Harta Haram

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah. Amma ba’du:

Fikroh.com - Ada sebuah hadits yang sepatutnya menjadi bahan renungan dan peringatan bagi diri agar berhati-hati dalam mencari dan mendapatkan harta. Sebab terdapat ancaman keras dari Nabi bagi orang yang memakan harta haram kelak nasibnya di akhirat. Berikut teks hadits selengkapnya:

روى الترمذي (614) وحسنه عَنْ كَعْبِ بْنِ عُجْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (لَا يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ إِلَّا كَانَتْ النَّارُ أَوْلَى بِهِ) وصححه الألباني في "صحيح الترمذي" .

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 614) dan ia menilainya hasan, dari Ka’ab bin ‘Ujrah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidaklah tumbuh daging dari harta yang haram (suht) melainkan neraka lebih berhak atasnya.”

Hadits ini juga disahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi.

Imam Ahmad (no. 14032) meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma dengan lafaz:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ ، النَّارُ أَوْلَى بِهِ

“Tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram (suht), maka api neraka lebih pantas baginya.”

Sanadnya hasan. Lihat pula Silsilah Ahadits Shahihah (no. 2609).

Adapun suht adalah harta haram yang tidak halal untuk dimiliki, karena ia menghapus (menghilangkan) keberkahan.

Al-Qari berkata dalam Al-Mirqat (9/311):

السحت: الحرام الشامل للربا والرشوة وغيره .. (فالنار أولى به) أي بلحمه أو بصاحبه" انتهى .

“Suht adalah sesuatu yang haram, mencakup riba, suap, dan semisalnya. (Maka neraka lebih pantas baginya) maksudnya terhadap dagingnya atau terhadap orang yang memakannya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:

الطَّعَامَ يُخَالِطُ الْبَدَنَ وَيُمَازِجُهُ وَيَنْبُتُ مِنْهُ فَيَصِيرُ مَادَّةً وَعُنْصُرًا لَهُ ، فَإِذَا كَانَ خَبِيثًا صَارَ الْبَدَنُ خَبِيثًا فَيَسْتَوْجِبُ النَّارَ ؛ وَلِهَذَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : (كُلُّ جِسْمٍ نَبَتَ مَنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ) . وَالْجَنَّةُ طَيِّبَةٌ لَا يَدْخُلُهَا إلَّا طَيِّبٌ" انتهى .

“Makanan itu bercampur dengan badan, menyatu dengannya, dan darinya tumbuh tubuh manusia, sehingga menjadi bagian dari materi dan unsur tubuhnya. Jika makanan itu kotor (haram), maka tubuhnya menjadi kotor, sehingga pantas masuk neraka. Karena itulah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap tubuh yang tumbuh dari harta haram, maka neraka lebih pantas baginya. Dan surga adalah negeri yang suci, tidak akan memasukinya kecuali orang-orang yang suci.” (Majmu’ Al-Fatawa 21/541).

Syaikh Ibnu Jibrin rahimahullah berkata:

“Makanan yang halal akan menjadikan tubuh baik dan selamat dari azab. Namun jika tubuh diberi makan dari yang haram, maka tubuh itu berdosa atau menjadi najis." (Syarh ‘Umdah al-Ahkam 3/74).

Ancaman ini berlaku bagi orang yang terus-menerus memakan harta haram tanpa bertobat. Adapun orang yang bertaubat, maka taubat itu menghapus dosa-dosa sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman:

قُلْ يَا عِبَادِي الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعاً إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Az-Zumar: 53).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

وقال النبي صلى الله عليه وسلم: (التَّائِبُ مِنْ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ) رواه ابن ماجه (4250)، وحسنه الألباني في سنن ابن ماجه .

“Orang yang bertaubat dari dosa bagaikan orang yang tidak punya dosa.” (HR. Ibnu Majah no. 4250, dinyatakan hasan oleh Al-Albani).

Sebagaimana taubat itu membersihkan hati dari kotoran maknawi, ia juga menyucikan tubuh. Jika hati menjadi bersih karena taubat, maka tubuh pun ikut menjadi baik, sebab tubuh mengikuti keadaan hati. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ. (رواه البخاري (52) ومسلم (1599)

“Ketahuilah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik, maka seluruh tubuh menjadi baik. Jika ia rusak, maka seluruh tubuh menjadi rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari no. 52, Muslim no. 1599).

Tubuh juga menjadi baik dengan amal saleh, sebagaimana hati pun baik dengannya. Diriwayatkan oleh Al-Hakim (no. 1290) dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قال الله تعالى : إذا ابتليت عبدي المؤمن ولم يشكني إلى عواده أطلقته من أساري ، ثم أبدلته لحما خيرا من لحمه ، ودما خيرا من دمه ، ثم يستأنف العمل) . وصححه الألباني في "الصحيحة" (272)

Allah Ta’ala berfirman: Jika Aku menguji hamba-Ku yang beriman, lalu ia tidak mengeluh kepada para penjenguknya, maka Aku lepaskan ia dari belengguku, lalu Aku gantikan untuknya daging yang lebih baik dari dagingnya, dan darah yang lebih baik dari darahnya, kemudian ia memulai kembali amalnya.

Hadits ini disahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah (no. 272).

Maka barangsiapa yang terbiasa memakan yang haram, kemudian ia bertaubat dengan taubat nasuha yang tulus, dan Allah mengetahui kejujuran hatinya, maka Allah akan mensucikan hatinya dan tubuhnya, sehingga dosa-dosanya yang lalu tidak lagi membahayakannya.

Adapun perkataan Ibnu Taimiyah di atas tidak bertentangan dengan hadits, karena harta yang diperoleh dari hasil minum khamar atau pelacuran itu buruk karena cara memperolehnya yang batil, bukan karena dzatnya. Tidak ada hak manusia lain yang terkait dengannya. Oleh karena itu, ketika pelacur atau peminum khamar bertaubat, maka disyariatkan agar harta haram itu digunakan untuk kemaslahatan kaum Muslimin. Harta tersebut tidak kotor pada dzatnya, melainkan kotor karena cara mendapatkannya.

Berbeda dengan seseorang yang bertaubat dari menjual khamar namun masih menyimpan sisa khamar, maka ia diperintahkan untuk membuangnya karena khamar itu haram pada dzatnya. Demikian pula pelacur yang bertaubat tetapi masih memiliki alat-alat maksiat, maka alat itu harus dihancurkan.

Selama harta tersebut dialokasikan untuk kepentingan kaum Muslimin, atau disalurkan kepada fakir miskin, maka boleh juga diberikan kepada orang yang bertaubat itu sendiri—karena ia termasuk bagian dari fakir miskin yang berhak menerima. Bahkan memberinya bisa menjadi bantuan baginya untuk istiqamah dalam taubat. Dalam kondisi seperti ini, harta itu tidak lagi haram baginya dan tidak lagi kotor. Wallahu a’lam.

Posting Komentar untuk "Tidak Masuk Surga Orang Yang Makan Harta Haram"